Chereads / Istri Rahasia Sang Mafia / Chapter 4 - Elena Hendak Meminjam Uang

Chapter 4 - Elena Hendak Meminjam Uang

Elena terus melihat arah gerbang pemakaman, sedangkan tangannya terus merangkai bunga-bunga yang berukuran sedang untuk digenggam. Biasanya di jam seperti ini Elleard dan pengawal-pengawalnya sudah datang untuk berdoa di sana.

Elena mengenyahkan pikiran tentang lelaki itu. Apa sih yang ia harapkan? Berharap lelaki itu datang dan membeli bunganya lagi? Astaga… Elena tidak boleh merasa ia bisa berharap kepada siapa pun.

Saat sedang serius merangkai bunga, dari kejauhan Elena melihat dua orang petugas pemakaman berhenti di depan makam kedua orang tuanya. Elena memicingkan mata untuk mempertegas penglihatan, berharap mengetahui apa yang kedua orang itu lakukan.

Rasa penasaran semakin menggelitik hatinya saat melihat sepertinya kedua petugas itu sedang serius membahas tentang makam orang tuanya. Dari apa yang Elena lihat sepertinya salah satu orang itu mengerti apa yang diinstruksikan padanya, lantas keduanya segera berlalu.

Karena tidak terjadi apa-apa, Elena kembali melanjutkan merangkai bunga. Lima belas menit kemudian dua orang tadi kembali datang dan kali ini membawa barang-barang seperti, sekop, palu besar dan barang yang lainnya yang Elena tidak mengerti untuk apa.

Saat mereka tiba-tiba mengangkat palu hendak memukul tembok makam, seketika Elena tersentak. Elena segera meninggalkan rangkaian bunganya, berlari menyeberangi jalan lantas masuk ke dalam halaman gerbang area pemakaman.

"Tuan, ada apa dengan makam kedua orang tua saya?" Sepasang mata bulat Elena bergantian memandang dua orang lelaki itu.

"Apakah kau ahli warisnya?"

Elena mengangguk.

"Makam ini akan kami timbun, berganti pemilik yang baru," jawab sang petugas ketus.

"Tunggu sebentar, aku tidak mengerti apa yang Anda jelaskan." Elena mulai kalap saat mencerna ucapan petugas pengelola makam..

"Kami akan membongkar makam lama ini dan menyiapkannya untuk penghuni baru," tutur si penjaga makam.

"Kenapa seperti itu? Apa salah orang tuaku?" tanya Elena dengan suara bergetar. "Aku tidak mengizinkan makam orang tuaku dihilangkan."

"Ini bukan masalah kau mengizinkan atau tidak," kata sang petugas, menatap Ellena dengan pandangan gusar. "Ini perintah dari atasan."

"Atasan apa? Siapa yang memerintahkan?" tanya Elena panik. " Kalau aku mau protes, aku harus kemana?"

Elena semakin mengeraskan rahangnya dan menatap kedua lelaki itu dengan pandangan berani. Ia berusah mencari penjelasan yang masuk akal. Mana bisa dengan seenaknya menghilangkan makam begitu saja sedangkan ahli warisnya masih rajin mengunjungi.

"Kau tidak mendapatkan surat peringatan dariku, nona?" tanya sang petugas sambil mengangkat sebelah alisnya.

Elena menggeleng. "Ti-tidak… surat apa?"

"Lima tahun terakhir, uang sewa kedua makam ini sudah tidak dibayarkan dan tidak pernah ada surat balasan atau orang yang menghubungiku untuk mengurus makam ini. Jadi kami harus menimbunnya."

Elena terperangah. Llima tahun sudah tidak dibayar?

"Tunggu, Tuan. Saya mohon, saya putri dari kedua mendiang yang dikubur di makam ini dan saya ingin mereka tetap ada," kata Elena dengan suara lemah. Tatapannya tidak setajam tadi. Kini ia menunduk merasa bersalah karena tadi sudah bersikap tidak sopan.

"Kalau kau masih menginginkan kedua makam ini tetap ada, segera lunasi tunggakannya. Kami hanya menjalankan perintah dari pengelola pemakaman ini."

"Apa saya bisa tahu berapa biayanya, Tuan?"

Orang itu terlihat ragu-ragu. "Lebih baik nona ke kantor. kalau saya tidak salah menghitung sekitar 100 Euro per tahun untuk dua makam. Jadi untuk lima tahun sekitar 500 euro."

Elena tidak bisa menutupi keterkejutannya. Dari mana ia akan mendapatkan uang sebanyak itu? Apa lagi dalam waktu yang begini singkat. Elena juga bertanya-tanya kenapa selama ini tidak dibayarkan sedangkan toko bunga setiap hari buka dan memperoleh keuntungan sementara ia tidak pernah digaji.

Elena mengenyahkan semua pertanyaan di dalam hatinya dan kembali menghadapi dua orang di depannya. "Tolong berikan saya waktu, Tuan. Jangan menimbun makam ini sekarang."

Kedua orang itu bertukar pandang, seakan mempertimbangkan.

Seorang yang lebih tua kemudian menarik napas panjang dan berkata, "'Kami sebenarnya tidak berani melawan perintah. Tapi, baiklah. Aku akan memberikan waktu satu minggu untuk kau melunasi tunggakan, sementara itu aku yang akan bicara kepada bos."

Tarikan napas Elena berubah menjadi lega, sekalipun hal itu tidak terlalu mengubah keadaan. Tetap saja ia harus membayar uang yang tidak sedikit itu.

Kedua staf pemakaman kembali membereskan semua peralatannya. Sementara itu, Elena masih berdiri mematung di depan kedua nisan orang tuanya. Air mata yang tergenang di pelupuk matanya hampir saja terjatuh. dengan cepat ia mengusapnya.

Bukan waktunya ia menangis meratapi hidup, ia bisa! Harus bisa!

"Jangan khawatir. Ayah, ibu. Aku akan mendapatkan uang itu dan kita akan tetap bersama." Suara Elena terdengar bergetar menahan gejolak perasaannya.

Suasana begitu hening, seakan Elena hanya sendiri di dalam dunia yang penuh monster. Suara ranting yang terpijak kaki Elena saat ia berbalik arah serta helaan napasnya semakin membuat hati Elena remuk.

Ketika Elena mengangkat wajah, ia melihat di sebelah sana Elleard ada sedang berdoa di depan makam orang tuanya dengan menutup mata begitu hikmat. Elena sama sekali tidak mengetahui bahwa Elleard mendengarkan semua pembicaraannya dengan kedua petugas pemakaman tadi.

Elena kembali melanjutkan langkahnya menuju toko bunga. Lututnya terlalu lemah tetapi ia tetap memaksa diri berjalan. Rasanya ia ingin sekali menjatuhkan tubuhnya dan menangis, tetapi ia bertahan.

Akhirnya ketika ia tiba kembali di toko, tubuh Elena pun terduduk di lantai dan ia menangis tersedu-sedu. Entah berapa lama Elena menangis. Ketika Elleard lewat bersama para pengawalnya, ia bisa melihat dari luar pintu kaca toko Elena ternyata masih menangis.

Elena mengusap air matanya. Saat menunduk, liontin yang ada di lehernya menjuntai keluar. Sambil menarik napas Elena meraih liontin itu, lantas membuka kedua sisinya. Walaupun getir, ia tetap tersenyum saat menatap foto dirinya dan kedua orang tuanya di dalam liontin itu.

"Ibu, Ayah. Sepertinya aku tidak bisa kuliah, aku tidak mau kehilangan kalian."

Satu tetes air mata terjatuh ke pipinya. Uang tabungan yang Elena milikilah satu-satunya harapan terakhir jika ia tidak bisa mendapatkan uang itu dalam waktu satu minggu ini.

***

Elena segera pulang membawa uang hasil penjualan bunga hari ini. "Aku pulang."

Tidak ada jawaban, Elena tetap memasang senyuman lebar. Ia masuk ke dalam apartemen dan membereskan isinya sekalipun sudah dibersihkan pagi tadi. Elena berusaha mencari perhatian dan menunjukan kepada bibinya jika ia sangat rajin dan bersemangat mengerjakan semua pekerjaan.

Bbi Ursula dan Maria terlihat malas melihat Elena yang begitu bersemangat membersihkan rumah. Keduanya malah memiringkan bibirnya tidak suka melihat Elena.

Setelah selesai membereskan semua pekerjaan. Elena dengan perlahan mendekati bibinya. Bibi Ursula terlihat tidak suka merasakan kehadiran seseorang yang ada di sampingnya. ia melirik sekilas lantas bertanya.

"Mau apa kau?"

"Ahh… aku … aku butuh bantuan."

Bibi Ursula mengankat sebelah alisnya saat mendengar Elena meminta bantuan. Anak perempuannya malah lebih dulu masuk ke dalam kamar tidak ingin mendengar suara Elena.

Wanita paruh baya itu sudah berdiri dari duduknya, ia juga tidak ingin mendengar permintaan Elena. Saat ia melewati Elena dan terlihat hendak mengabaikan permohonannya, Elena dengan terpaksa menunduk memegang siku bibinya. "Tolong, aku sekali ini, Bibi. Aku membutuhkan bantuanmu."

"Apa?" Ursula tampak benci melihat Elena. Sikunya ditarik paksa sampai tangan Elena terhempas.

Wanita itu melihat tajam pada Elena. Gadis itu tahu akan sangat sulit meminta bantuan bibinya, tetapi Elena harus mencobanya. Ia benar-benar tidak punya pilihan lain.

"Apa boleh aku pinjam uang bibi untuk membayar biaya pendaftaran kuliahku? Aku sudah mengikuti ujiannya dan diterima," kata Elena dengan memelas. Ia harus mengambil 500 euro dari tabungannya untuk membayar biaya sewa makam. Uangnya tidak akan cukup untuk mendaftar kuliah.

Ia melanjutkan, "Akan kupastikan aku bekerja keras dan secepatnya mengembalikan uangmu!"

Tatapan Bibi Ursula seketika menajam. "Apa maksudmu? Uang kuliah? Orang sepertimu mau kuliah? Yang benar saja!"

"Aku akan menggantinya," kata Elena dengan penuh kesungguhan.

Bibi Ursula mengedikkan bahu. Anak perempuannya yang sulung sudah dua kali mendaftar kuliah dan tidak berhasil diterima karena nilai ujiannya kurang baik. Tentu saja ia tidak rela melihat Elena berhasil kuliah sementara anaknya sendiri tidak.

"Kau ini terlalu sombong dan memikirkan diri sendiri! Kalau kau tidak mampu membiayai kuliahmu jangan memaksakan diri. Sungguh tidak tahu diri. Kau pikir kami ini badan amal?? Sudah hidup menumpang seperti lintah selama bertahun-tahun, sekarang kau mau meminta lebih. Tidak tahu diri. Lebih baik kau kerja dan tinggalkan rumah ini! Kau tahu hanya menumpang di sini, sama seperti ibumu!"

Mendengar kata-kata kejam Bibi Ursula, rasanya tenggorokan Elena menjadi kering, air matanya tertelan begitu saja.

Bibi Ursula meninggalkan Elena yang masih terpaku di tempatnya.

Sebenarnya, rumah yang mereka tinggali ini adalah milik keluarga ibu Elena. Saat ibunya tiada, datanglah Ursula, sepupu ayahnya yang sedang membutuhkan bantuan. Dengan semua kata-kata manisnya, Ursula dan kedua anak perempuannya masuk ke rumah ini dan ia berjanji membesarkan Elena dengan penuh cinta.

Ayah Elena mengijinkan Ursula dan keluarganya tinggal di sini sementara suami Ursula bekerja serabutan di luar kota. Saat itu, ia merasa Elena yang masih kecil sangat membutuhkan sosok ibu. Kehadiran Ursula dan kedua anaknya dirasa mampu menghibur hati gadis kecil yang sedang berduka itu.

Dulu Elena diperlakukan dengan sangat baik tapi seiring waktu, setelah ayah Elena juga pergi meninggalkannya, dimulailah penderitaan Elena. Sejak umurnya 14 tahun ia sudah dipaksa bekerja di toko bunga tanpa bayaran dan ia harus memenuhi sendiri kebutuhannya dengan bekerja sambilan sepulang sekolah di minimarket.

Elena terpaksa melakukan itu semua karena ia tidak memiliki siapa-siapa dan ia takut jika diusir dan harus hidup menggelandang di jalanan.

.

.

.

_________________________

Dari penulis:

Bagaimana pendapat kalian tentang cerita ini? Minta review dan komentarnya yaaa... Terima kasihhh.