"Shit... ini gue harus ngapain..." batin Lareina.
Gadis itu celingak-celinguk. Pupil matanya sudah bergerak menuju ke berbagai arah. Memastikan bahwa tidak ada sepasang mata yang memperhatikan mereka. Lareina tidak ingin dituduh membuat membully atau melakukan sesuatu yang tidak-tidak akibat air mata Rachel yang terus mengalir.
Akhirnya Lareina berinisiatif untuk duduk di samping gadis yang tangisannya tak kunjung menunjukkan keredaan dan menepuk bahunya perlahan. "Are you okay?"
Satu pertanyaan bodoh itu membuat Lareina ingin menepuk dahinya hingga pingsan. Hanya saja tangannya sedang dipakai untuk menenangkan Rachel. Sudah jelas-jelas bahwa teman sekelasnya itu sedang tidak baik-baik saja. Sepertinya memang percuma jika memiliki IQ tinggi dan kepintaran di atas rata-rata jika kecerdasan emosionalnya lebih rendah dari bocah SD.
