Chereads / Starting From Today / Chapter 11 - Chapter 11 : The Library

Chapter 11 - Chapter 11 : The Library

Hari yang ditunggu semua pelajar, termasuk Lareina, telah tiba. Hari sabtu atau hari libur. Gadis itu memutuskan untuk melakukan aktivitas rutin yang terhenti selama kurang lebih empat hari, yakni lari pagi. Lareina biasanya berolahraga di gym yang disediakan oleh apartmentnya. Namun, karena rumahnya berada di tengah komplek perumahan biasa, tidak ada gym atau tempat yang menyediakan peralatan olahraga. Hanya ada lapangan umum.

Lareina mendudukan dirinya di kursi rotan yang terdapat di halaman depan rumahnya lalu menggunakan sepatu kets berwafna pink, "Jelek banget sih ini perumahan. Kagak ada gym apa," protes Lareina sembari mengikat tali sepatunya.

"Lo mau kemana, Rei?"

Lareina terlalu fokus saat mengikat tali sepatunya sehingga tidak menyadari kehadiran Radithya yang sedari tadi telah berdiri disampingnya. Gadis itu hampir saja terjatuh dari kursi yang didudukinya karena terkejut.

Lareina meletakkan telapak tangan kanan didadanya, merasakan detak jantung yang berhenti sejenak karena terkejut, "Astaga, Radith! Bikin kaget aja! Bersuara napa. Diem-diem aja lo kayak maling." balas Lareina.

Radithya memperhatikan sepupu perempuannya itu dengan seksama, "Gue yang harusnya kaget anjir? Lo ngapain pagi-pagi gini udah bangun? Kalo weekend, kan, waktunya lo untuk berubah jadi kebo," ujar Radithya yang hasil mendapat pukulan ringan dari Lareina.

"Gue mau jogging lah, masa jualan risol. Gak liat gue pake training gini?"

"Lo? Lareina? Jogging? Olahraga? Gak mungkin," ungkap Radithya tak percaya.

"Gak mungkin apanya? Secara gue tuh mantan at-" Lareina memotong kalimatnya sendiri lalu berpikir sejenak mengenai kalimat yang harus ia lontarkan, "Gue mau olaharaga aja. Gak boleh?" lanjut Lareina.

"Lo mau olahraga? Hahaha. Paling lari sepuluh menit udah lemes lo."

Lareina mendecak kesal karena diremehkan ole Radithya. Sebagai mantan atlet, Lareina tidak terima diejek lemah secara tidak langsung oleh sepupunya itu. Tanpa menghiraukan Radithya, Lareina pergi keluar dari halaman rumahnya dan melakukan aktivitas lari pagi rutinnya.

Dan benar saja seperti apa yang dikatakan oleh Radithya, belum genap sepuluh menit berlari, Lareina sudah kelelahan dan susah untuk mengatur nafasnya. Seumur hidupnya, ia tidak pernah merasa selelah ini saat berolahraga.

Radithya yang ikut berlari dan mengikuti Lareina pun mengurangi kecepatan berlarinya, "Kan, udah gue bilang, lo gak bakalan kuat kalo lari. Jalan aja udah. Gak apa-apa, Rei, setiap orang itu pasti punya kelemahan. Kalau lo kebetulan lemah fisiknya, Hahaha," ujar Radithya kemudian lanjut berlari menjauh dari Lareina.

Gadis itu mendengus kesal. Sebagai seseorang yang sudah berolahraga sejak kecil, Lareina tidak dapat percaya bahwa fisik akan menjadi kelemahan utamanya.

"Lareina, kamu mau kemana?" tanya Mama Lareina ketika melihat anak gadisnya itu menggunakan pakaian rapi dan bersiap untuk keluar.

Lareina berniat untuk langsung pergi begitu saja tanpa meminta izin, sampai gadis itu ingat bahwa ia masih anak sekolahan yang perlu mendapat izin dari orang tua atas segala kegiatan yang ia lakukan.

"Ke perpustakaan. Mau cari buku sekalian coba belajar disana," balas Lareina.

"Mau gue anterin?" tanya Radithya yang mendengar percakapannya ibu-anak tersebut.

Lareina tersenyum sinis, "Gue pengen keluar biar bisa jauh-jauh dari lo. Sama aja bohong kalo lo anter gue," ujar Lareina menolak mentah-mentah niatan baik Radithya.

"Oh iya, Ma, aku boleh minjem mobil? Males manggil taksi," ujar Lareina yang alhasil membuat gadis itu mendapat tatapan tajam dari Mama dan Radithya.

"Ngaco kamu. Masih SMA belum punya SIM mau sok-sokan pake mobil. Lagian, kamu juga gak pernah belajar mobil juga," Sahut Papa Lareina yang datang dari arah dapur sembari membawa secangkir kopi panas.

Lareina kembali melupakan fakta bahwa ia masih seorang pelajar. Lareina hanya bisa pasrah dan memanggil taksi untuk mengantarkannya ke perpustakaan.

Perjalanan dari rumah ke perpustakaan memakan waktu kurang lebih 30 menit. Sepuluh menit lebih lama jika dibandingkan perjalanannya ke sekolah karena perpustakaan ini jaraknya sedikit lebih jauh.

Sesampainya di perpustakaan, Lareina bergegas masuk dan mendaftarkan dirinya sebagai pengunjung lalu memperlihatkan kartu anggotanya. Di dalam perpustkaan, Lareina memperhatikan interior dengan kesan modern dan nyaman. Ia tidak tahu banwa di kota tempat ia tinggal, terdapat perpustakaan seperti ini. Perpustakaan tersebut setidaknya memiliki lebih dari lima lantai.

Tujuan Lareina untuk datang ke perpustakaan ini bukan lah untuk belajar mengenai pelajaran sekolahnya, melainkan untuk mencari informasi mengenai perjalanan waktu yang mungkin bisa ia dapatkan melalui buku-buku sains ilmiah yang ada di perpustakaan ini. Gadis itu tidak akan menyerah untuk kembali ke tahun asalnya, 2022.

Lareina segera menuju ke lantai dua, lantai dimana tempat buku-buku sains ilmiah berara menurut poster denah perpustakaan yang tertempel di sebelah loket information center.

Gadis itu mengambil enam buku secara acak mengenai perjalanan waktu. Buku-buku tebal nan berat itu ia tumpuk dan di bawa menuju lantai tujuh, tempat dimana pengunjung perpustakaan dapat membaca buku karena disediakan sejumlah kursi dan meja. Untung saja, perpustakaan tersebut memiliki lift yang dapat membawanya ke lantai delapan dengan mudah.

Kursi dan meja di lantai tujuh telah dipenuhi oleh orang-orang yang sedang tenggelam dalam buku bacaan mereka. Tentu saja, Lareina akan memilih tempat dimana tidak terlalu banyak orang yang duduk disana. Dan beruntungnya Lareina melihat kursi panjang yang masih kosong dan tidak terlalu penuh di pojok ruangan.

Lareina duduk di kursi panjang dengan meja yang tertempel dengan jendela. Ia dapat melihat langsung pemandangan kota dari lantai tujuh perpustakaan. Gadis itu mulai membaca buku yang ia bawa satu persatu. Sebagai siswi kelas IPS atau sosial, Lareina kesulitan untuk memahami bahasa ilmiah yang digunakan dalam buku ini. Beberapa kali gadis itu menggunakan internet untuk mencari maksud dari kata yang terdapat dalam buku ini.

Dikarenakan kursi panjang yang didudukinya ini merupakan kursi bersama, Lareina dapat merasakan bahwa seseorang ikut duduk disampingnya. Lareina menoleh dan melihat memicingkan matanya. Ternyata sosok yang ia lihat itu adalah Sean.

Sean juga melihat ke arah Lareina. Pria itu nampaknya sedikit terkejut, sama seperti Lareina. Namun, keduanya tidak mengeluarkan sepatah kata apapun dan kembali mengalihkan pandangan mereka ke buu bacaan masing-masing.

Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Tidak terasa bahwa Lareina sudah berada di perpustakaan dan berkutat dengan buku-buku sains selama tiga jam. Lareina memijat kepalanya yang terasa pening. Ia merasa bahwa buku ini tidak memberikan jawaban apapun untuknya.

Lareina menoleh ke arah tempat Sean sebelumnya duduk, ternyata pria itu sudah tidak ada disampingnya. Karena sudah sore juga, Lareina memutuskan untuk kembali ke rumahnya.

Lareina turun ke lantai satu dan menuju loket peminjaman buku. Dari keenam buku yang ia bawa, tersisa satu buku lagi yang belum ia baca. Buku itu berbeda dari kelima buku perjalanan waktu lainnya karena merupakan novel fiksi. Lareina berniat untuk meminjamnya karena setidaknya novel fiksi tidak akan membuat kepalanya pening karena harus melihat istilah-istilah sains yang memusingkan.

Lareina berdiri berbaris di loket dua peminjaman buku dan mendapati Sean yang juga sedang berbaris di loket satu.

Sean melihat buku yang sedang dipegang oleh Lareina, "Time Travel? Kalau ada waktu, mending lo ngerjain latihan soal SBMPTN tahun kemaren dari pada baca buku begituan," celetuk Sean.

Lareina tanpa sadar menyembunyikan buku yang ia pegang dalam pelukannya, "Mengenal Filsafat? Lo juga ngapain baca begituan? Gak bakal kepake di ujian SBMPTN," balas Lareina yang membuat Sean ikut menyembunyikan bukunya ke belakang punggungya.

Setelah saling mengejek memgenai selera buku masing-masing, Lareina dan Sean pun jalan beriringan menuju pintu keluar perpustakaan.

Lareina menunggu taksi yang sebelumnya telah ia hubungi untuk menjemputnya.

"Ngapain? Gak pulang?" tanya Lareina ketika melihat Sean yang masih berdiri disampingnya.

Sean membalas, "Lagi nunggu."

"Oh."

Taksi yang menjemput Lareina pun datang. Dengan segera gadis itu masuk ke dalam taksi tersebut tanpa mengucapkan selamat tinggal kepada Sean. Sean memperhatikan taxi yang membawa Lareina. Setelah di rasa taksi tersebut sudah pergi menjauh, pria itu pun pergi menuju sebuah parkiran sepeda dan menaiki sepeda gunung berwarna hitam miliknya lalu pulang menuju kerumahnya.