Suasana makan pagi terasa kaku. Masing-masing sibuk dengan ponsel dan makanan di depannya diabaikan. Rania, mamanya Lovita sibuk membuka akun media sosialnya memantau penjualan produk terbarunya yang baru launching satu hari yang lalu. Sebagai pemilik salah satu butik di Jakarta, Rania terlalu sibuk hingga tidak pernah memperhatikan Lovita. Gadis remaja yang mulai beranjak dewasa. Sedangkan Arga sibuk membalas pesan dari asistennya tentang proyek pembangunan hotel yang sedang ia tangani di Surabaya. Papanya Lovita sering keluar kota hanya untuk mengurus proyeknya dan pulang dalam jangka waktu yang lama. Secara finansial mereka mampu memenuhi semua kebutuhan Lovita. Gadis itu mempunyai rekening khusus yang digunakan untuk keperluan pribadinya.
Rania dan Arga akan mengirimkan sejumlah nominal setiap bulan ke dalam rekening Lovita yang akan gadis itu gunakan hanya untuk bersenang-senang dan membeli kebutuhan yang ia inginkan. Baju, sepatu, make up, dan barang lainnya yang menurut Lovita penting baginya.
"Ma, Pa, kata Pak Doni ...." Lovita belum melanjutkan ucapannya. Ia tahu percuma kedua orang tuanya tidak akan bisa hadir.
"Kenapa? Kamu buat ulah lagi? Bawa make up lagi ke sekolah? Atau buat video yang enggak penting lagi?" Rania langsung menyahut. Wanita itu masih fokus dengan layar ponselnya.
"Bukan, Ma. Besok itu ada acara peresmian gedung sekolah yang baru. Ada undangan untuk wali murid untuk menghadiri acara peresmiannya. Dan ... aku ... akan tampil bersama teman-teman satu kelas nanti." Lovita berusaha menunjukkan kepada orang tuanya jika dirinya bukanlah gadis bengal yang tidak mempunyai prestasi apa pun.
"Papa aja, ya, yang datang. Besok Mama ada meeting penting dengan management artis."
"Ma, Mama tahu, kan, kalau sore nanti Papa akan terbang ke Surabaya untuk memantau finishing proyek pembangunan hotel. Mama aja, lah. Kan meetingnya bisa diundur." Arga protes karena sang istri tidak mau mengalah.
"Pa, ini projek penting buat butik Mama."
"Dan pekerjaan ini juga penting buat Papa."
Mereka berdua berdebat tidak ada habisnya. Masing-masing kekeh dengan pendiriannya dan tidak mau mengalah. Mereka tidak memedulikan perasaan Lovita yang melihat pertengkaran mereka hanya karena ego masing-masing.
"Stop! Tidak usah datang! Lovita tidak butuh waktu kalian!" Lovita beranjak dari tempatnya. Gadis itu sangat kesal karena hal itu selalu terjadi jika Lovita meminta waktu mereka. Padahal dalam acara tersebut Lovita ikut serta dan ingin membuat kedua orang tuanya senang melihat penampilam Lovita.
"Begitu lebih baik, sayang. Mama berangkat dulu. Jangan lupa pulang sekolah jangan keluyuran!" Rania beranjak berpamitan dengan anak semata wayangnya. Ia sama sekali tidak merasa bersalah.
Begitu pula Arga. Lelaki itu langsung pergi tanpa berpamitan dengan Lovita. Ia merasa dikejar waktu dan tidak ada waktu untuk berbasa-basi dengan Lovita. Setidaknya anak perempuannya tahu jika papanya sedang sibuk dengan pekerjaan besarnya untuk mencukupi kebutuhan dan masa depan Lovita.
Ruang makan kembali lengang dan hanya tinggal Lovita. Makanan di atas meja pun masih utuh dan tidak tersentuh sedikit pun. Gadis itu menghela napas panjang dan meminum susu hangat di depannya.
"Mungkin kalian memang tidak pernah peduli denganku." Lovita mengambil tasnya dan berangkat ke sekolah. Gadis itu menata hatinya dan berusaha terlihat baik-baik saja agar semua temannya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan diri Lovita di rumah. Gadis itu terlalu gengsi jika ada yang mengetahui jika keadaan keluarganya begitu kacau.
***
Lovita berjalan melewati koridor sekolah. Lima menit lagi bel berbunyi dan Lovita harus sudah berada di dalam kelas. Jam pelajaran pertama adalah jam paling menyebalkan bagi Lovita. Ia harus bertemu dengan Pak Thomas. Guru Matematika yang sangat galak dan selalu menjadi musuh bebuyutan Lovita. Gadis itu selalu saja tidak mengerjakan tugas yang diberikan. Alhasil beberapa kali Lovita kena strap dan berakibat nilai Matematikanya sangat jelek.
Gadis yang terkenal alay dan selalu membuat konten itu selalu menjadi langganan guru. Setiap guru pasti mempunyai catatan khusus tentang Lovita. Apa lagi guru BK, wanita yang akrab dengan mamanya www itu seolah menjadi pengawas Lovita saat di sekolah.
"Lov, duduk sini!" Angel berseru. Gadis itu memanggil Lovita yang baru saja masuk ke dalam kelas.
"Eh, kok ada di depan, sih? Malas, ah, ketemu Pak Thomas. Perut gendutnya bikin geli." Lovita tertawa mengejek. Tampilan guru Matematikanya itu memang membuat Lovita seringkali tertawa jika melihat perut gendut yang menurut Lovita mirip Drum berjalan.
"Udah, duduk sini aja!" Angel menarik tangan Lovita dan mengambil tasnya.
Lovita merasa bingung apa yang terjadi. Tidak biasanya Angel begitu bersemangat saat pelajaran Matematika. Lovita masih berdiri dan melihat aneh ke arah Angel.
"Lovi! Kenapa masih berdiri? Apa kamu mau suka rela berdiri di depan kelas pagi ini?" Suara menyeramkan yang Lovita kenal itu terdengar menggelegar.
Guru Matematika itu sudah berada di depan kelas dengan ditemani pemuda tampan yang mempesona. Lovita merasa pernah bertemu dengan pemuda itu, tetapi ia berusaha kerasa di mana ia bertemu dengannya,
"Duduk! Jangan membuat onar pagi hari!"
Seisi kelas langsung hening dan tidak ada yang berani mengeluarkan suara. Lovita masih berdiri melihat ke arah pemuda di samping guru Matematikanya. Mereka saling adu pandang dan pemuda itu mengangguk tersenyum.
"Lovita!!! Kalau kamu tidak duduk. Kamu boleh keluar dari kelas saya!"
Gadis itu langsung duduk mendengar peringatan Pak Thomas meskipun hatinya kesal karena guru Matematika itu secara tidak langsung telah mempermalukan Lovita di depan kelas.
Pak Thomas mulai memperkenalkan Desta sebagai guru magang dari salah satu universitas. Selama satu bulan Desta akan menjadi guru pengganti Thomas saat mengajar anak-anak kelas XII PIB SMA Garuda Kencana.
Desta mulai memperkenalkan diri dan Lovita tidak berhenti mengalihkan pandangannya. Ia merasa sangat tidak asing bertemu dengan Desta. Ucapan dan tatapan matanya terasa sangat tidak asing. Lovita merasa begitu dekat dengan sosok pemuda.
"Wei! Jangan kebanyakan melamun. Tumben aja kamu lihatin Pak Thomas pake perasaan. Biasanya juga ogah!" Angel menyenggol lengan Lovita yang belum berkedip sama sekali.
"Kepo aja!"
"Eh, sekarang udah mulai merambah Om-om berperut gendut? Aduh, Lov, masih mending ngelirik Mas Desta. Selera kamu payah, ah!"
"Sialan, kamu! Siapa juga yang naksir perut gendut itu!" Lovita sedikit teriak. Ia kesal dengan perkataan Angel yang memojokkannya.
"Lovita! Mana tugasmu kemarin? Sudah selesai?"
Lovita langsung kelimpungan mendengar kata tugas. Gadis itu melupakan tugas dari Pak Thomas untuk mengumpulkan artikel tentang logaritma. Gadis itu benar-benar lupa karena terlalu asik melihat video dan malah bermimpi satu hal yang konyol dan berakhir mencium lantai kamar.
"Anu, Pak, itu ... aku ..."
"Aku lagi meng-anu, Pak!" Salah satu murid menimpali perkataan Lovita. Gadis itu menajdi bahan ejekan satu kelas karena perkataan konyolnya.
"Maju sini!" Pak Thomas memanggil Lovita.
Betapa malunya Lovita saat hari pertama Desta berada di kelas malah melihat Lovita mendapat hukuman. Lovita merasa guru magang itu pasti akan ilfeel pada Lovita.
"Ayolah, Pak. Apa Pak Thomas benar-benar ingin menghukumku lagi?" Lovita berusaha protes.
Desta masih memperhatikan Lovita hingga membuat gadis itu salah tingkah. Lovita hanya bisa menggaruk tengkuk lehernya. Pak Thomas hanya menggeleng melihat sikap Lovita. Muridnya satu itu memang selalu membuat kelas heboh karena tingkahnya. Pak Thomas akhirnya meminta Lovita berdiri di luar selama pelajaran sebagai hukuman tidak mengerjakan tugas darinya.
Lovita hanya bisa pasrah dan menerima hukuman tersebut. Jika membantah, guru Matematika itu pasti akan menambah hukumannya berkali-kali lipat. Tugas yang terdahulu saja belum selesai. Apa lagi ditambah hukumannya sekarang. Bisa dipastikan Lovita akan mendapat ceramah panjang kali lebar di ruang guru nanti saat pak Thomas memanggilnya.
***
"Ini, materi hari ini. Kamu bisa salin di bukumu dan bisa kembalin buku ini kepadaku." Desta menemui Lovita yang duduk di taman sekolah. Setelah bertemu dengan Pak Thomas di ruang guru membuat Lovita semakin pusing. Hukuman yang diberikan kepadanya tidak tanggung-tanggung.
Lovita harus menghafalkan rumus matrik dalam waktu dua hari. Jika tidak bisa, Pak Thomas akan menambah hukuman lagi kepada Lovita.
"Apa catatan ini berguna? Tidak!" Lovita menolak. Ia merasa gengsi di depan Desta. Setidaknya ia harus terlihat sok jual mahal agar membuat pemuda itu tidak memandangnya sebelah mata.
"Setidaknya kamu paham materi apa yang saya sampaikan hari ini."
"Saya? Aku enggak salah dengar, Mas?"
"Mas? Panggil saya, Pak! Jangan salah artikan sikapku ini. Aku hanya merasa kasihan, tidak lebih!"
"Kamu tidak mengenalku?"
"Pak Desta, panggil saya Pak Desta!" Desta kembali menegaskan ucapannya. Ia tidak ingin Lovita salah mengartikan perhatiannya.
"Mas tidak mengenalku?" Lovita berdiri sejajar dengan Desta.
Pemuda itu langsung menjaga jarak dan tidak membiarkan Lovita dekat dengannya. Gadis itu terus mengamati wajah Desta yang semakin tidak asing. Lovita merasa pernah bertemu dan mereka terasa dekat.
"Kamu kenapa? Tidak sopan! Mundur!"
"Mas, sebelumnya kita pernah bertemu?" Lovita kembali memastikan ingatannya. Ia tidak peduli dengan sikap Desta yang mulai tidak nyaman dengan Lovita. Beberapa siswa yang lewat berbisik melihat mereka.
Lovita tidak peduli, toh mereka berada di tempat umum dan tidak berbuat apa pun. Hanya saja beberapa siswa akan iri karena Lovita bisa berbicara dengan guru magang tersebut. Guru yang berhasil membuat jajaran gadis cantik berteriak histeris saat Desta lewat di depan mereka.
"Mimpi! Sejak kapan kita bertemu." Desta menyentil dahi Lovita. Pemuda itu benar-benar merasa aneh dengan sikap Lovita yang sok kenal dengannya.
Lovita baru sadar jika mereka memang bertemu dalam mimpi. Desta adalah lelaki yang bersama Lovita saat di dalam mimpi. Lelaki yang terlihat kagum dengannya dan menggenggam tangannya begitu erat. Lovita pun masih merasakan debarannya saat itu. Sama persis ketika Lovita berdiri tepat di depan Desta. Waktu itu Desta hendak menciumnya dan Lovita malah mencium lantai. Lovita malah tersenyum mengingatnya. Ia menggigit bibirnya dan membayangkan jika hal itu nyata dan terjadi.
"Kenapa senyum? Saya harus pergi, tidak ada waktu lagi berdebat dengan gadis konyol sepertimu."
"Eh, Mas. Mau ke mana? Kamu belum menciumku!"
"Hah?!" Desta langsung berbalik badan dan mendekati Lovita. Gadis itu tidak sadar jika suaranya terdengar jelas oleh Desta.
"Mas Desta yakin enggak ingat aku?"
"Saya tidak ingat. Saya baru pertama mengenalmu. Itu pun membuatku sama sekali tidak tertarik!"
"Apa bibirku kurang seksi?" Lovita menunjuk bibir mungilnya. Gadis itu masih bersikukuh jika Desta adalah lelaki yang tepat untuknya. Buktinya mereka bertemu di dalam mimpi dan sekarang Lovita berada di depan Desta.
"Iya, bibirmu kurang seksi. Coba gigit dan selang satu jam bibirmu akan bengkak dan semakin seksi!" Desta akhirya memilih pergi dan tidak meladeni Lovita. Gadis aneh yang tiba-tiba saja sok kenal dengannya dan bericara hal yang sangat tidak lumrah.
Desta sangat yakin jika Lovita adalah gadis yang susah diatur. Mendengar beberapa guru yang membicarakannya di ruang guru membuat Desta semakin yakin jika Lovita memang gadis nakal yang selalu membuat onar. Apa lagi dari kabar yang Desta dengar lovita adalah salah satu siswa yang aktif dalam media sosial dan menjadi selebgram yang memiliki follower begitu banyak. Tak heran jika Lovita adalah gadis remaja yang begitu centil dan agresif.
"Mas Desta! Pokoknya tungguin aku! Kita belum melanjutkan pertemuan kita di dalam mimpi!" Suara Lovita terdengar keras. Membuat Desta harus berjalan cepat karena menjadi pusat perhatian beberapa siswa.
Gadis itu tidak menyerah dan bisa dipastikan hari-hari Desta di sekolah tidak akan tenang karena bayang-bayang Miss Lovita Queen.