Chereads / Nona Cantik Milik Tuan / Chapter 10 - Tuan Ghevin dan Bocah-Bocah

Chapter 10 - Tuan Ghevin dan Bocah-Bocah

Ghevin sedang mengambil coffee break saat mendadak pikirannya tertuju ke rumah, pada Shona. Diliriknya jam tangan, sudah cukup sore. Apa Shona sudah kembali ke rumah? Atau ... jangan-jangan dia malah mengguntingi kartu-kartu itu dan mendekam seharian di rumah?

Ghevin sudah cukup mempelajari Shona selama beberapa hari ini. Gadis itu bisa bersikap unpredictable sewaktu-waktu. Bukan mustahil Shona sungguhan menggunting kartu sakti pemberiannya.

Ghevin merogoh ponsel, mencari nomor supirnya dan menekan tanda panggil. "Pak Jalu, apa Bapak jadi menyupiri Shona hari ini?"

"Jadi, Tuan."

Ghevin mengernyit. Di latar belakang dia seperti mendengar riuh rendah suara anak-anak. Apa Shona sedang berada di taman kanak-kanak? Memangnya taman kanak-kanak mana yang aktif sampai sore begini?

"Pak Jalu, di mana Bapak sekarang?"

"Kami di panti, Tuan."

"Panti Shona?" kejar Ghevin.

"Benar, Tuan. Nona Sho minta diantar ke sini."

"Seharian dia cuma di sana?"

"Sebelumnya Nona Sho sudah ke salon dan mall, Tuan."

Di tempat duduknya, Ghevin tersenyum sendiri. Jadi istrinya itu memang tahu cara menghabiskan uang. Menarik. Ghevin penasaran berapa berapa tagihan kartu kreditnya hari ini.

Pria itu menutup panggilan telepon setelah mengucapkan terima kasih pada si supir atas informasinya. Ghevin lalu menekan-nekan layar ponselnya beberapa kali. Mata pria itu langsung melotot saat mendapati berapa tagihan kartu  kreditnya.

"Gila. Dia beli apa aja sampai tagihannya segini?"

Ghevin teringat kartu debitnya. Mobile banking dibuka. Ada debit sebesar 5 juta jam 09.19 WIB tadi pagi.

"Hemm. Aku penasaran, bocah itu menghabiskan uangku untuk apa saja," gumam Ghevin.

Tanpa menghabiskan latte-nya, Ghevin beranjak meninggalkan coffee shop itu. Dia sudah memutuskan untuk tidak kembali ke kantor.

Waktu menunjukkan pukul 17.27 WIB saat mobil bagus yang dikemudikan Ghevin sendiri masuk ke pekarangan panti asuhan. Dia memarkir tepat di samping mobil yang disupiri Pak Jalu.

Keluar dari Mobil, Ghevin sudah bisa mendengar suara riuh anak-anak dari bangunan induk yang tempo hari sudah dimasukinya. Tanpa membuat suara, diam-diam pria itu mendekat ke pintu yang tidak ditutup.

Ruangan depan tempat Ibu panti menyambutnya berada dalam keadaan lengang. Riuh suara itu sepertinya berasal dari ruang berikutnya. Ghevin membuka sepatu dan bertelanjang kaki masuk lebih ke dalam.

"Mbak Sho, gimana, sih, rasanya punya suami kayak Om Ganteng?"

Langkah Ghevin melambat saat pertanyaan itu masuk ke kuping. Agaknya Shona sedang diinterogasi.

"Mili, jangan bawel." Entah suara siapa, yang pasti bukan Shona.

"Eh, yang ditanya Mbak Shona, bukan Mbak Runi."

"Nanti Mbak jewer, ya, kamu."

"Rasanya enak, Mil. Kalau besar nanti kamu kudu cari suami kayak Om Ganteng, ya. Biar idupmu gak miskin terus sampe meninggoy."

Ada suara tawa riuh yang terdengar seperti sebuah koor. Ghevin beranjak lebih dekat dan berhenti saat matanya sudah bisa menatap kumpulan orang-orang itu.

Shona dilihatnya berada di tengah-tengah, sekilas terlihat seperti orator. Anak-anak berbagai usia mengelilinginya dengan tatapan memuja. Ghevin terpesona pada shona lewat tatap memuja anak-anak panti. Sekilas perasaan bangga masuk ke hatinya. Wanita yang ditatap dengan pandangan memuja itu adalah istriku.

Ibu Panti dan Rawuni duduk tak jauh dari Shona dan anak-anak. Keduanya pun terlihat senang dan memandang Shona dengan binar di mata. Ghevin juga melihat supirnya, duduk terasing dengan cangkir kopi dan piring kosong di depannya.

Benda-benda, kebanyakan baju-baju dan mainan, menggeletak di antara kemasan-kemasan toko bersama kerumunan itu. Kini tahulah Ghevin kalau Shona ternyata tidak berbelanja secara gila-gilaan buatnya sendiri, tapi untuk keluarganya di panti asuhan itu.

"Apa Mbak Sho sudah mulai jatuh cinta sama Om Ganteng itu?"

Shona tertawa, Ibu Panti juga. Mbak Wuni malah melotot. "Mili, abis ini mulutmu  benar-benar Mbak Wuni remes, ya!"

Di tempatnya berdiri, Ghevin malah menunggu jawaban Shona.

"Jatuh cinta gak, ya?" ujarnya jahil lalu menggelitik Mili.

"Bodoh kalau Mbak Sho sampe gak jatuh cinta."

Rasanya Ghevin ingin memberikan bocah bernama Mili itu uang jajan sebulan penuh.

"Sudah, sudah. Ayo bereskan semua oleh-olehnya, terus kita bersiap-siap makan." Ibu Panti memberi perintah sambil melipat baju baru yang dibelikan Shona untuknya. Di sebelah, Rawuni juga melakukan hal yang sama.

"Yeay, waktunya makan!" Teriak anak-anak serempak.

"Mbak Shona beli makan apa?"

"Pasti enak. Kan, makanan orang kaya."

Shona tertawa pendek. "Udah, jangan pada ribut. Sana ke ruang makan dan lihat sendiri."

Ghevin merasa sudah saatnya memproklamirkan kehadirannya. Dia berdeham panjang dan keras. Semua mata kini tertuju padanya, padahal dia bukan kontestan Miss Indonesia, karena dia tidak punya beha.

"Oh, Tuan Ghevin." Yang pertama merespon adalah Ibu Panti.

"Maaf, Bu. Saya langsung masuk, pintu depan terbuka," ujarnya merespon Ibu Panti, tapi matanya sedang bertatapan dengan Shona.

"Ah, gak apa-apa. Gak perlu minta maaf. Kami sudah menganggap Tuan Ghevin bagian dari panti ini." Ibu Panti lalu mengalihkan perhatian pada Shona. "Sho, ajak Tuan Ghevin ikut makan juga," suruhnya lalu menghalau anak-anak untuk segera ke ruang makan.

Shona menghampiri Ghevin. "Buat apa ke sini?" 

Dia tidak penasaran bagaimana Ghevin bisa tahu kalau dirinya ada di Panti. Pak Jalu pasti membocorkan keberadaannya pada sang majikan.

Ghevin menggidikkan bahu."Maaf, aku ada undangan makan malam dari Ibu Panti," katanya lalu mendahului Shona menuju ruang makan.

Acara makan bersama itu berlangsung riuh. Ghevin tentu saja jadi idola baru. Semua anak-anak makan sambil memperhatikan dirinya. Mili sampai salah menyuap pasta ke lubang hidung, bukan lubang hidung miliknya, tapi lubang hidung milik anak di sebelahnya.

Hari sudah gelap setelah makan malam itu selesai. Ghevin dengan sopan meminta Pak Jalu pulang lebih dulu, dia dan Shona akan pulang belakangan.

Kenyataannya, anak-anak tidak melepaskan Ghevin begitu saja. Tahu-tahu saja dia sudah dikerumuni.

"Om Ganteng, gimana rasanya jadi orang kaya?"

"Eh?" Ghevin bingung. "Rasanya ... biasa saja."

"Om Ganteng, apa kita bisa foto selpi rame-rame?"

"Of course." Ghevin merogoh ponsel mahalnya, menjarakkannya sejauh mungkin agar bisa menangkap semua wajah yang mengerumuni dirinya dan cekrek.

"Lagi, Om. Yang banyak!" seru mereka.

Ghevin tertawa. "Bagaimana kalau kita buat video konten?"

Kirk, kirk, kirk.

"Kalian gak tahu video konten?" Ghevin gusar. "Tik Tok?"

"Ah, yang joget-joget itu? Asiiiiik!"

Semua anak jejingkrakan sementara Ghevin tertawa besar. Padahal video konten di Tik Tok tidak melulu jogetan. Bodo amatlah.

Ghevin lalu menampilkan layar ponselnya pada anak-anak itu. "Kita akan bikin video konten kayak gini. Sederhana, tapi asik. Bisa, ya?"

"Gampaaaang!" seru anak-anak dalam mode koor.

Tiga menit kemudian, saat semua anak sudah ready on position, Ghevin menoleh pada Shona yang sedari tadi memperhatikan saja dalam diam. "Tolong kamerain kami," pintanya.

Shona menerima ponsel ghevin tanpa berkata-kata.

Musik menyala dan Ghevin mulai bergoyang diikuti bocah-bocah di sekitarnya. Gerakannya kebanyakan di pinggul. Shona merasa lucu sendiri. Tanpa sadar dia sudah ikut tertawa-tawa.

"Lagi, Om, lagi, lagiiiii!" teriak bocah-bocah itu serempak ketika satu video selesai dibuat.

Ghevin melirik Shona. "Silakan, Om, aku masih kuat jadi kameramen, kok," ujar Shona, sengaja menyebut Ghevin dengan sebutan "Om" seperti cara anak-anak itu memanggilnya.

Sekali lagi, Ghevin mencontohkan gerakan, Kali ini patah-patah kayak robot. Semua anak mengikuti. Saat dirasa sudah pas, dia menyortir fitur dan menyerahkan ponselnya kembali pada Shona.

Sepertinya Shona tengah terpesona, pada Ghevin dan cara suaminya itu membaur bersama bocah-bocah panti. Saat video konten selesai dibuat dan beberapa bocah menerkam Ghevin dengan beringas, memanjati punggung dan beryaun di lengan kokoh suaminya itu, Shona mendapati waktu seolah diperlambat.

Pria ini tampan sekali. Hatinya baik. Apa dia jelmaan malaikat?

Di depan sana, masih terekam kamera, Ghevin tertawa-tawa lepas, seolah bukan dirinya, seolah jiwa bocah yang selama ini mendekam di dalam dirinya telah mendobrak keluar.

Semua itu tampak indah di dalam bingkai pandangan Shona.