Arya berlari sekuat tenaganya untuk menjauh dari tempat pertarungan Roy dan pria berbaju besi. Di dalam gendongannya terdapat Qita yang sedang gemetar ketakutan. Gadis kecil itu tidak mengatakan apapun, hal itu bukan karena dia tidak ingin membuka mulutnya, malahan dia sering kali mencoba untuk membuka mulutnya, tapi karena Arya menyuruhnya untuk tidak mengatakan apapun setiap kali Qita membuka mulutnya, maka gadis itu pada akhirnya hanya menutup mulutnya.
Arya sempat melihat sekumpulan pria yang tergeletak di jalan saat dia melewati ujung terowongan. Meskipun dia tidak mengecek mereka lebih lanjut, Arya tahu bahwa mereka pasti adalah anggota ATS.
Saat melihat mereka yang tergeletak lemas di jalanan, Arya segera mempercepat langkah kakinya, dia bahkan merubah kakinya menjadi kaki serigala. Meskipun agak disayangkan bahwa dia harus merusak sepatunya saat melakukan hal tersebut, tapi hal ini bukan saatnya untuk mengkhawatirkan hal tersebut. Dia harus segera mencapai Cafe, lalu menitipkan Qita pada Ageha dan Meister, sebelum akhirnya kembali untuk membantu Roy.
Meski dirinya tidak tahu apakah dia akan berguna bagi Roy atau tidak, tapi dia tetap ingin membantunya sebisa mungkin.
"Kak..."
"Kau tidak perlu khawatir!"
Saat Qita mencoba untuk berbicara, Arya sekali lagi langsung memotong ucapannya.
Arya tahu bahwa Qita merasa bersalah, karena telah mencoba untuk melarikan diri dari tempat mereka, tapi hal itu tidak perlu dibahas saat ini. Apa yang harus mereka pikirkan saat ini adalah melarikan diri secepat mungkin.
Arya melewati jalanan yang dia tahu tidak memiliki kamera CCTV. Meskipun menghafal setiap lokasi yang memiliki kamera CCTV sangatlah sulit, tapi dirinya sama sekali tidak menyesal karena telah menghafalnya. Sebab itulah yang membuat dirinya dapat melalui rute yang aman di saat seperti ini.
Bahkan jika dia terpaksa melewati tempat yang terdapat kamera CCTV, maka dia bisa lewat di tempat yang menjadi titik buta dari tangkapan kamera tersebut. Jika dia melakukan ini dengan benar, maka seharusnya ATS tidak akan mudah menemukan mereka.
Dalam hitungan menit, Arya akhirnya sampai di bagian belakang Cafe, di sana sudah menunggu Ageha dan Meister.
"Kau datang lebih cepat dari pada yang kuperkirakan... Ayo, cepat! Kita harus segera pergi dari tempat ini secepat mungkin!"
Saat dia sampai di sana, Meister segera menyuruhnya untuk pergi sambil melemparkan tas yang berukuran cukup besar pada Arya.
Arya dengan cepat menurunkan Qita, lalu menangkap tas itu dengan kedua tangannya.
"Tunggu dulu! Kita harus segera membantu Roy! Kita tidak bisa meninggalkannya sendirian!"
Saat Arya mencoba untuk memprotes perintah Meister untuk melarikan diri, Arya malah mendapatkan tatapan tajam dari Meister.
"Dengar! Jika kita semua pergi ke sana, kita hanya akan menjadi sasaran empuk bagi pada ATS, terutama si gadis kecil tersebut! Bahkan jika kita meninggalkannya sendirian di tempat yang aman, contohnya adalah ruang bawah tanah, tidak ada jaminan bahwa ATS tidak akan menemukan tempat tersebut... Aku yakin mereka bisa dengan segera menemukan tempat ini dari mengamati rekaman dari kamera CCTV yang terpasang di berbagai sudut! ..... bahkan jika kita meninggalkan satu pengawal untuknya, misalkan saja Ageha, tidak ada jaminan bahwa ATS tidak akan mengirim orang yang sama kuatnya dengan yang Roy lawan saat ini!"
Arya tidak bisa sedikitpun membantah ucapan panjang dari Meister. Pilihan melarikan sejauh mungkin dari tempat ini memang adalah pilihan teraman yang bisa mereka pilih. Meski begitu, Arya masih merasa bahwa meninggalkan Roy sendirian adalah hal yang patut mereka lakukan.
"Bukannya Aku tidak mengerti perasaanmu, tapi bahkan jika kita membantunya, apakah hal itu benar-benar akan membantunya atau malah hanya akan membuatnya terbebani?"
Roy juga mengatakan bahwa dia tidak membutuhkan bantuan dari Arya. Meski membuatnya kesal, tapi harus Arya akui bahwa hal itu memang benar, Roy memang jauh lebih kuat darinya dan tidak membutuhkan bantuannya sama sekali.
Akan tetapi hal itu berbeda dengan Meister. Meskipun dia tidak tahu seberapa kuat Meister yang sebenarnya, tapi Arya merasa bahwa Meister seharusnya lebih kuat dari dirinya, jadi seharusnya ada suatu cara bagi mereka untuk membantu Roy.
"Apa kau serius tidak ingin pergi menolong Roy! Dia adalah salah satu teman kita, kan? Jadi kenapa kita tidak pergi menolongnya?!"
"Justru karena dia adalah teman kita, Aku tahu apa yang sedang dia pikirkan saat ini! Meskipun kau lebih dekat dengannya saat ini, tapi Aku sudah mengenalnya jauh lebih dulu dari semua orang yang berada di sini, jadi Aku adalah orang yang paling mengenalnya di sini... jadi Aku tahu dia mencoba untuk melindungi kita semua, meski harus mengorbankan nyawanya!"
Sekali lagi, Meister mengatakan sesuatu yang sulit untuk dibantah oleh Arya. Kalau boleh berkata jujur, Arya juga merasakan hal yang sama dengan Meister, dia memang merasa bahwa Roy mencoba untuk melindungi mereka semua dengan mengorbankan nyawanya, makanya dari itu Arya mencoba untuk membantunya agar dia tidak perlu melakukan hal tersebut.
"Arya... Aku juga ingin pergi membantunya, tapi kurasa kita memang tidak bisa berbuat apapun... karena..."
Kali ini yang berbicara adalah Ageha. Orang yang telah menolong Arya setahun yang lalu itu menampilkan wajah yang rumit saat ini. Dia terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi dia sangat sulit untuk mengatakannya.
"Karena... apa?"
"Karena lawannya saat ini mungkin adalah orang yang telah ditunggu-tunggu oleh Roy selama ini... dia mungkin sudah menunggu momen ini selama hidupnya!"
Orang yang menjawab pertanyaan Arya bukanlah Ageha, melainkan Meister.
Arya sudah langsung mengerti apa yang coba dikatakan oleh mereka berdua. Arya sudah mendengar kisah masa lalu Roy, jadi dia tahu bahwa Roy menyimpan dendam pada ATS, terutama pada orang yang telah memisahkannya dengan adiknya. Jadi ada kemungkinan orang yang dia lawan tadi adalah orang yang telah memisahkan Roy dengan adiknya.
Karena orang itu mengenakan helm yang menutupi seluruh kepalanya, Arya jadi tidak bisa memastikan bahwa itu memang benar dirinya atau tidak, tapi melihat dari reaksi Ageha yang merasa sangat cemas, Arya merasa bahwa mereka memang memiliki bukti bahwa orang yang sedang dilawan oleh Roy saat ini memang adalah orang yang selama ini dicari-cari oleh Roy selama hidupnya sebagai target balas dendam.
Bagi Roy, orang itu pasti sama seperti orang yang telah membunuh Ibu Arya setahun lalu untuk Arya.
"Kau masih bisa berlari, kan? Kalau begitu cepatlah atau Aku akan meninggalkanmu!"
Sebelum mendengar balasan dari Arya, Meister sudah berlari menjauh dari mereka, diikuti oleh Ageha yang membawa dua buah tas yang sangat besar.
Arya memandang Qita yang memasang wajah paling rumit di antara mereka semua. Arya yakin bahwa saat ini Qita adalah orang yang memiliki perasaan yang paling bercampur aduk di antara mereka semua, karena dialah yang menjadi penyebab dari semua hal ini.
Arya menepuk pelan kepala Qita, lalu mengacak-acak rambutnya untuk membuatnya tidak terlalu memikirkan apa yang telah terjadi.
Apa yang terjadi malam ini memang adalah sesuatu yang buruk, tapi bukan yang terburuk. Masih ada harapan bahwa Roy akan memenangkan pertarungannya melawan pria berbaju besi itu, Arya hanya bisa menggantungkan harapannya pada kemungkinan tersebut.
Arya mencegah Qita untuk mengatakan hal lainnya, dengan menekan kepalanya saat gadis kecil itu ingin mengatakan sesuatu.
Arya memakai tas yang tadi dilemparkan oleh Meister pada dirinya, meski dia tidak begitu yakin dengan apa isi dari tas tersebut. Mungkin itu adalah barang-barang miliknya atau bisa saja itu juga berisi barang-barang milik Roy.
Setelah itu dia kembali menggendong Qita, sebelum akhirnya dia berlari dengan secepat mungkin untuk menyusul Meister dan Ageha yang sudah berada jauh di depannya.
Sambil berlari menggunakan kecepatan maksimumnya, Arya berdoa agar Roy dapat memenangkan pertarungan itu dan dapat bertemu kembali dengan mereka dalam keadaan baik-baik saja. Meski kecil harapannya, tapi Arya tetap berharap bahwa itu bisa terjadi.