Chereads / Dunia Monster : Kehidupan Manusia Serigala dimulai / Chapter 101 - Masa lalu Ageha (2)

Chapter 101 - Masa lalu Ageha (2)

Kemampuan Ageha belum berkembang sedikitpun saat dia masih berusia 5 tahun, kemampuannya baru mulai memiliki tanda-tanda muncul saat dia menginjak usia 5 tahun. Saat itu, Ageha sudah mulai bisa membuat angin hanya dengan menggerakan sedikit tangannya.

Ibunya tentu saja merasa panik dia mengetahui hal tersebut. Ageha tidak begitu ingat dengan apa yang dikatakan oleh Ibunya waktu dia menemukan Ageha memiliki kemampuan untuk mengendalikan angin, tapi dia ingat dengan wajah Ibunya yang nampak sangat khawatir dan terlihat ingin menangis. Dia juga ingat saat Ibunya memeluk dirinya.

Karena Ayahnya sibuk berkerja dan di rumahnya hanya tinggal Ageha dan Ibunya, maka tidak ada orang yang mengetahui rahasia kekuatan Ageha. Ibunya juga berpesan pada Ageha untuk tidak menunjukan kekuatannya pada siapapun.

Sejujurnya Ageha tidak mengerti bagaimana cara dia menggunakan kekuatannya. Dia hanya menggerakan tangannya dan terkadang angin yang kuat tercipta. Dia juga kesulitan menggendalikan kekuatannya, jadi sangat sulit bagi Ageha kecil untuk menyembunyikan kekuatannya.

Ibu Ageha juga melarang Ageha untuk bermain dengan anak seusianya, bahkan saat dia bersekolah, Ibunya melarangnya terlalu dekat dengan seseorang dan menjauhkan dirinya dari orang lain, baik teman sekelasnya ataupun gurunya, dia juga disuruh langsung pulang ke rumah, begitu sekolah selesai. Ageha memang merasa sedikit kesepian, tapi karena dirinya adalah anak yang baik, maka dia menuruti permintaan Ibunya dengan taat.

Meskipun dia menjadi perbincangan oleh teman sekelasnya dan para guru, karena dirinya selalu menyendiri, tapi Ageha tidak mempedulikannya sama sekali. Bahkan saat ada guru yang bertanya kenapa dia selalu sendirian, dia hanya menjawab bahwa Ibunya menyuruhnya untuk tidak dekat-dekat dengan orang lain dan untuk segera pulang ke rumah setelah sekolah selesai.

Meskipun Ibunya melarangnya menunjukan kekuatannya pada orang lain, tapi itu bukan berarti dirinya tidak melatih kemampuannya sama sekali. Dia masih suka bermain-main dengan kekuatannya secara diam-diam, karena kemampuannya memang sangat menyenangkan untuk digunakan untuk bermain atau menghabiskan waktu.

Dia sudah menuruti perkataan Ibunya untuk menjauh dari teman-temannya di sekolah ataupun keluar rumah, jadi seharusnya hal seperti ini diperbolehkan. Lagipula dia tidak pernah merusakan barang dengan kemampuannya tersebut. Atau begitulah pikirnya, tapi sayangnya dia salah besar.

Saat itu usianya tepat menginjak 7 tahun. Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Meskipun seharusnya ini adalah hari spesialnya, tapi dia masih harus bersekolah dan tak ada orang di sekolah yang mengetahui ulang tahunnya, jadi tak ada orang yang merayakannya. Ibunya memang sempat memberinya hadiah ulang tahun, berupa sweater yang sangat hangat, tapi sayangnya itu tidak bisa mengurangi kesedihan Ageha yang merasa sedikit iri pada teman-temannya saat mereka berulang tahun. Hadiah yang mereka dapatkan lebih banyak dari pada dirinya dan banyak teman-teman mereka yang mengucapkan selamat pada mereka.

Akan sangat bohong, jika Ageha tidak mengatakan bahwa dia tidak ingin menjadi seperti mereka, tapi karena Ibunya tidak mengizinkan hal tersebut, meski Ayahnya berkata bahwa mereka bisa membuat perayaan ulang tahun Ageha, pada akhirnya Ageha memilih untuk tidak merayakan ulang tahunnya.

Saat ini Ageha berada di dalam kamarnya sambil memainkan kemampuannya. Dia membuat bola angin di atas telapak tangannya untuk menghibur dirinya. Meski dia tidak bisa merayakan ulang tahun seperti anak-anak pada umumnya, tapi dia memiliki kekuatan luar biasa yang tidak dimiliki oleh banyak orang. Hal tersebut sudah cukup membuat Ageha kecil merasa bahwa dirinya jauh lebih istimewa dari pada anak-anak seusianya yang lain.

Dia kemudian memasukan mainan balok lego ke dalam bola angin di atas telapak tangannya dan menyaksikan balok tersebut berputar mengikuti gerakan arus angin dari bola anginnya. Senyum lebar tercipta di wajah Ageha saat dia melihat adegan tersebut.

"WOW!"

Ucapnya saat melihat fenomena tersebut. Dia kemudian membuat bola angin yang lebih besar lagi, lalu memasukan benda lainnya ke dalam bola angin tersebut. Dia masukan balok lego lainnya, bonek kecilnya, beberapa bola dan mainannya yang lain. Melihat semua benda tersebut berputar di dalam bola angin ciptaannya adalah sesuatu yang sangat hebat bagi Ageha kecil.

Mungkin karena dirinya terlalu asyik dengan permainan baru yang dia ciptakan, Ageha jadi tidak menyadari sedikitpun dengan kehadiran orang lain yang mendekati kamarnya.

"Hey, Ageha! Ayah sudah pulang dan coba tebak apa yang Ayah bawa..."

Ayahnya yang seharusnya masih berkerja saat ini tiba-tiba membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Ageha dengan terkejut membalikan kepalanya menuju ke arah pintu kamarnya berada.

Di sana dia melihat Ayahnya yang membeku, karena terkejut. Ageha tidak perlu bertanya lagi, dari ekspresinya, sepertinya dia telah melihat apa yang dilakukan oleh Ageha beberapa detik lalu, meskipun Ageha telah menghentikan bola angin ciptaannya, tapi sayangnya butuh beberapa detik lainnya untuk benda-benda yang dia buat melayang untuk jatuh ke tanah.

"Eh!? A-apa yang terjadi?! EH!"

Ayah Ageha nampak begitu terkejut sampai dia kesulitan untuk berkata-kata. Kue ulang tahun yang beberapa saat lalu berada di tangannya sekarang sudah jatuh ke lantai dan hancur berantakan.

"A-ayah!"

Ageha memanggil Ayahnya dan mencoba mendekatinya, tapi Ayahnya mundur beberapa langkah ke belakang.

"A-apa yang baru saja kau lakukan!?"

Buk!

Ayahnya jatuh ke lantai tepat setelah dia mengatakan hal tersebut.

"Sayang, ada apa!?"

Mungkin karena suara jatuhnya Ayah Ageha cukup kencang, maka Ibunya yang berada di dapur, segera datang untuk memeriksa keadaan mereka. Dia kemudian melihat suaminya yang sedang terjatuh di lantai sambil melihat putri kecilnya dengan pandangan yang ketakutan, dia terlihat seperti sedang melihat monster. Tak butuh waktu lama bagi Ibunya untuk menyadari apa yang sedang terjadi. Suaminya pasti sudah melihat kemampuan sebenarnya dari putri mereka.

Dengan gerakan patah-patah, Ayah Ageha melihat ke arah Ibunya. Pandangan ketakutan masih terlihat jelas di kedua mata milik pria tersebut.

"A-apa yang sebenarnya terjadi... apa yang barusan dia lakukan!?"

Ayahnya bertanya pada Ibunya dengan nada yang bergetar, tapi Ibunya hanya memandang dingin pada Ayahnya. Pandangan tersebut tentu saja membuat Ayahnya semakin ketakutan.

Ibunya dengan perlahan berjalan ke arah Ageha, lalu memeluknya.

"Ibu!"

Ageha memanggil Ibunya dengan nada yang ingin menangis.

"Tenang saja, Ageha! Ibu berada di sini!"

Ibunya memcoba menenangkan Ageha dengan mengelus kepalanya dengan sangat lembut. Berada di dalam pelukan Ibunya dan elusannya membuat Ageha merasa tenang dan nyaman. Dia merasa bahwa dia bisa berada di dalam pelukan tersebut untuk selamanya.

"Oi! Jelaskan apa yang terjadi! Apa yang tadi kulihat itu nyata atau tidak!?"

Mungkin karena merasa diabaikan, Ayahnya mulai bertanya dengan nada yang kasar. Ageha langsung dibuat ketakutan olehnya dan memeluk Ibunya dengan sangat erat.

Ibunya lalu mengubah pandangannya ke arah Ayahnya. Dia memberikan pandangan yang jauh lebih dingin dari pada sebelumnya ke arah pria yang sudah bertahun-tahun dia nikahi tersebut. Nyali Ayahnya langsung ciut begitu menerima pandangan dari Ibunya.

"Ternyata kau sama saja! Kau pasti menganggap kami sebagai monster yang mengerikan, kan?!"

"Eh?! Monster! Apa maksudmu dengan monster!? Jadi kalian bukan manusia!"

Saat Ayahnya mengucapkan hal tersebut, angin yang sangat kencang tercipta di sekeliling Ibunya dan Ageha, lalu angin tersebut berhembus ke arah Ayahnya dan menerbangkan Ayahnya sampai dirinya berbenturan dengan dinding rumah mereka.

"Waaaahhh!!!"

Teriakan kencang Ayahnya dapat terdengar ke seluruh ruangan di dalam rumah mereka.

"Monster! Monster!"

Meskipun dirinya baru saja dihempaskan dengan sangat kencang dan menabrak dinding dengan sangat kuat, tapi Ayah Ageha masih mampu untuk berdiri kembali dan mencoba untuk melarikan diri, tapi sayangnya Ibunya tidak akan membiarkan hal tersebut terjadi.

Dia dengan tanpa perasaan menggerakan angin di sekitarnya, lalu membuat tubuh suaminya itu melayang di udara, lalu dia membenturkannya sekali lagi ke arah tembok. Meski Ayahnya mencoba memberontak dengan menggerakan kedua tangan dan kakinya ke segala arah, tapi pada akhirnya dia tidak bisa mencegah tubuhnya untuk menabrak tembok sekali lagi.

Melihat bahwa tubuh suaminya masih bisa bergerak, Ibu Ageha kembali menggerakan angin di sekitarnya, lalu membuat angin itu menjadi bentuk tinju dan mengarahkannya ke perut suaminya dengan kekuatan yang sangat berat.

"Arghggagh!"

Ayah Ageha mengeluarkan suara yang tidak jelas saat perutnya terhantam oleh angin yang diciptakan oleh Ibunya. Ageha hanya dapat menutup kedua matanya saat kejadian tersebut berlangsung. Dia tidak kuat saat melihat Ayahnya tersiksa.

"I-Ibu!"

Ageha memanggil Ibunya sambil mengeluarkan air mata dari kedua matanya. Ketakutan dan kesedihan bercampur aduk saat dirinya menyaksikan tubuh Ayahnya yang sudah tidak bergerak lagi.

"Tenang saja! Dia hanya pingsan!"

Ibunya merubah kembail ekspresi wajahnya yang dingin menjadi ekspresi lembut yang biasa dia tunjukan. Dia memeluk tubuh Ageha dengan lembut, lalu kembali mengelus kepalanya agar dirinya tenang.

"Waaaaa!!!"

Ageha menangis sekencang mungkin saat pelukan Ibunya menjadi semakin erat. Ibunya tidak mengatakan apapun saat Ageha menangis, dia hanya memeluknya dengan erat sampai Ageha berhenti menangis dengan sendirinya.

Setelah Ageha berhenti menangis dan sudah merasa lebih tenang, Ageha dan Ibunya segera memasukan semua barang yang mereka perlukan ke dalam tas dan koper yang mereka miliki, lalu meninggalkan rumah yang sudah mereka tempati selama bertahun-tahun.

Meskipun berat rasanya meninggalkan rumah yang dipenuhi kenangan itu, tapi mereka tidak memiliki pilihan lain, mereka sudah tidak bisa tinggal di rumah itu lagi ataupun kembali ke sana. Mereka harus melarikan diri atau nyawa mereka akan menghilang, bahkan Ageha yang masih sangat kecil sudah mengerti hal tersebut.

Sambil menahan air matanya, Ageha kecil terus berlari dengan bantuan angin yang dia ciptakan di belakang Ibunya. Jari-jari miliknya dan Ibunya yang saling bertautan tidak pernah lepas saat mereka melarikan diri di hari itu.