Fleur sudah menyadari bahwa mereka cepat atau lambat akan diburu oleh sekelompok manusia misterius, sama seperti yang terjadi pada keluarganya saat dirinya masih kecil dulu. Jadi dia harus pergi sejauh mungkin bersama putrinya, sebelum terlambat.
Saat ini mereka berdua sedang duduk di salah satu gerbong kereta dan akan segera meninggalkan kota dimana mereka sudah tinggali selama ini.
Fleur melihat ke arah Ageha yang sedang duduk di sampingnya. Ekspresi khawatir dan sedih bercampur aduk di wajah kecilnya. Fleur mengelus pelan pipi putrinya itu dan memberikan senyuman padanya agar dia bisa tenang.
Ageha menengok ke arah Ibunya dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Ada rasa cemas, ketakutan, kesedihan dan berbagai perasaan lain di mata Ageha saat Fleur melihat ke dalam mata anak tersebut. Dia pasti ingin mengatakan banyak hal di dalam pikirannya, tapi dia menahan dirinya.
"Tenang saja, Ageha... ini semua hanyalah mimpi buruk! Saat kau bangun nanti, semua ini akan berakhir!"
Kata Fleur sambil mengelus rambut Ageha dengan sangat lembut dan hati-hati.
Entah karena elusan di kepalanya atau karena senyuman yang diberikannya, tapi Ageha kembali tersenyum seperti biasa tanpa mengatakan apapun. Ageha memang anak yang baik, jadi dia tidak akan mengatakan sesuatu yang akan menyusahkan Ibunya. Fleur juga ikut merasa senang, jika putrinya tersebut bisa kembali ceria seperti biasa, tapi sayangnya itu mungkin akan membutuhkan waktu yang lama.
"Nah, Ageha... apa kau masih menyimpan buku diari yang Ibu berikan padamu?"
"Hn! Ya, Aku membawanya!"
Setelah mengatakan itu, Ageha mengaduk isi tas yang dia bawa, lalu mengambil sebuah buku diara yang terlihat cukup tua dan memperlihatkan buku tersebut pada Ibunya.
"Ini dia, bu!"
"Bagus, kau memang anak yang baik!"
"Hehehehe!"
Ageha tertawa senang saat Ibunya mengacak-acak rambutnya sambil memujinya.
"Ingat, Ageha! Apapun yang terjadi, kau harus terus membawa buku diari tersebut kemanapun, karena buku tersebut akan membimbingmu saat kau merasa kesepian! Kau sudah bisa membaca, kan?"
"Ya, Aku sudah bisa membaca!"
"Anak pintar!"
"Hehehehe!"
Ageha kecil kembali tertawa senang saat mendengar kembali pujian dari Ibunya.
"Setelah kau turun dari kereta, kau boleh membuka buku diari tersebut dan membacanya!"
"Ya, bu!"
Ageha sudah lama ingin sekali membaca buku tersebut. Tapi karena dirinya disuruh untuk tidak membacanya oleh Ibunya, maka dia memutuskan untuk tidak pernah melanggar perintahnya tersebut. Lagipula buku tersebut memiliki gembok yang membuat halamannya tidak dapat dibuka, bahkan jika Ageha benar-benar ingin membaca buku tersebut, kecuali jika dia merusak gembok tersebut.
Ageha sudah tahu bahwa Ibunya akan sangat marah, jika dia sampai merusak diari berharga miliknya, jadi Ageha tidak pernah sekalipun mencoba merusaknya.
"Ini kunci untuk diari itu! Kau harus menjaganya baik-baik! Aku juga memberikanmu cadangannya, jika kau kehilangan yang satunya!"
Fleur menyerahkan sepasangn kunci yang identik pada Ageha. Senyum semakin mekar di wajah kecilnya saat menerima sepasang kunci kecil yang memiliki ornamen yang sangat cantik baginya. Dia memperhatikan detail kecil pada kunci tersebut dengan pandangan kagum.
"Terima kasih, Ibu!"
Fleur sedikit terkejut saat mendengar ucapan terima kasih dari Ageha. Sebelum akhirnya dia kembali tersenyum dan mengelus kepalanya.
"Sama-sama! Tolong jaga baik-baik barang tersebut, ya!"
"Ya!"
Ageha mengangguk dengan semangat saat menerima perintah dari Ibunya.
Senyum Ibunya kemudian menghilang. Dia menatap baik-baik wajah Ageha.
Senyum di wajah Ageha juga ikut menghilang saat melihat wajah serius Ibunya. Dia memiringkan kepalanya sambil bertanya-tanya apa yang ingin dilakukan oleh Ibunya tersebut.
Hanya ada sedikit orang di gerbong tersebut dan tidak ada satupun dari mereka yang memperhatikan pasangan Ibu dan anak tersebut, jadi tidak akan ada yang menyadari bahwa Fleur akan menggunakan kekuatannya di sini.
"Maaf, Ageha! Ini sebetulnya bukan keinginan Ibu, tapi kita harus berpisah di sini!"
"Eh!"
Tidak mungkin Ageha yang masih kecil dan tak mengerti apa-apa itu tidak merasa terkejut dengan hal yang dikatakan oleh Ibunya. Kenapa Ibunya ingin meninggalkannya? Apakah Ibunya sudah tidak sayang padanya? Apakah dia membencinya? Apakah itu karena dia melanggar perintah Ibunya untuk merahasiakan kekuatannya?
"Ibu...!"
Ageha ingin mengatakan sesuatu pada Ibunya, tapi Ibunya tiba-tiba meletakan jarinya pada dahi Ageha dan saat itu jugalah Ageha tidak dapat berbicara sedikitpun. Suaranya tiba-tiba menghilang.
Mata Ageha melebar saat menyadari hal tersebut. Dia berkali-kali mencoba untuk menggerakan bibirnya dan mengeluarkan suaranya, tapi dia tidak bisa melakukan hal tersebut. Kenapa? Apa yang terjadi? Otaknya tidak bisa mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
"Ingat, Ageha! Ibu melakukan ini bukan karena Ibumu tidak lagi sayang pada Ageha atau membenci Ageha, tapi karena Ibu sangat mencintai Ageha! Tidak ada di dunia ini yang Ibu paling cintai selain Ageha!"
Ageha menyadari bahwa itu bukanlah kebohongan saat melihat wajah tersenyum Ibunya yang terlihat sangat lembut dan penuh kasih. Lantas kenapa dia harus menginggalkan Ageha? Jika dia tidak membencinya, lalu kenapa mereka tidak tetap bersama saja? Kenapa jika Ibunya sangat mencintainya, dia harus meninggalkannya? Ageha sama sekali tidak mengerti logika tersebut.
"Saat ini Ibu akan memberikan sebuah sihir padamu, Ageha! Saat kau terbangun nanti, kau akan bisa menjadi gadis yang sangat mandiri dan dapat menggunakan kekuatanmu dengan lebih baik dari pada saat ini! Sayangnya sihir ini tidak bisa langsung membuatmu sangat kuat, jadi kau harus berlatih untuk menjadi lebih kuat!"
Setelah Ibunya melakukan hal tersebut, tiba-tiba ujung jarinya bersinar biru-kehijauan, cahaya itu sedikit redup, jadi hal tersebut tidak begitu mencolok dan menarik perhatian dari orang-orang di sekitar mereka yang berada cukup jauh dari posisi mereka berada.
Beberapa detik kemudian, segala macam pengetahuan masuk ke dalam otaknya. Dia tidak benar-benar mengerti apa yang terjadi, tiba-tiba saja dia merasa bahwa bisa menggunakan berbagai macam trik dengan kekuatannya yang dapat mengendalikan angin. Dia juga merasa bahwa dia akan dapat memasak masakan yang enak, padahal dia belum pernah memasak sebelumnya. Begitu juga dengan kemampuan mengurus rumah lainnya. Entah bagaimana, Ageha mendapatkan pengetahuan yang seharusnya tidak dia miliki.
Karena dia mendapatkan begitu banyak pengetahuan dalam waktu yang sangat singkat, kepala Ageha merasa sangat berat. Matanya mulai menutup, meskipun dia mencoba untuk tetap membukanya, tapi pada akhirnya dia tidak bisa melawan rasa kantuknya dan diapun tertidur dengan lelap.
Dia tidak tahu apa yang dilakukan oleh Ibunya saat dirinya tertidur, tapi saat dia terbangun, dia tidak bisa melihat keberadaan Ibunya dimanapun. Dia pasti turun di stasiun terdekat, setelah dia membuat Ageha tertidur dan meninggalkannya sendirian.
Meskipun dia merasa kesepian, tapi anehnya dia tidak menangis. Jika ditanya apa alasannya, itu karena dirinya tahu bahwa jika dia menangis, maka dia akan menyebabkan masalah dan membuat dirinya menonjol. Dia harus menghindari hal tersebut apapun yang terjadi.
Ageha sendiri merasa bingung, tapi dirinya tiba-tiba saja bisa berpikir dengan bijak dan merasa bahwa dia bisa melakukan segala sesuatu sendirian. Lalu dia mengingat apa yang dikatakan oleh Ibunya saat terakhir kali mereka bertemu.
'Saat kau terbangun nanti, kau akan bisa menjadi gadis yang sangat mandiri dan dapat menggunakan kekuatanmu dengan lebih baik dari pada saat ini!'
Jadi ini adalah apa yang dimaksud oleh Ibunya dengan perkataannya itu. Ibunya pasti memiliki semacam kekuatan yang dapat mentransfer pengalamannya pada Ageha.
Meskipun Ageha merasa bahwa dia belum bisa menyempurnakan kemampuannya ke tingkat yang sama dengan Ibunya, tapi Ageha memang merasa bahwa dia dapat menggunakan kemampuannya lebih baik dari pada sebelumnya.
Ageha akhirnya memutuskan untuk turun di stasiun berikutnya. Dia bersikap biasa saja dan berjalan di belakang dua orang dewasa agar dirinya tidak terlihat terlalu mencolok.
Sebetulnya Ageha merasa sedikit heran, karena tidak ada orang yang peduli dengan anak kecil seperti dirinya yang sendirian di gerbong kereta. Apakah Ibunya melakukan sesuatu pada mereka hingga mereka tidak menyadari keberadaan Ageha atau apakah ada alasan lainnya?
Apapun itu alasannya, selama dia bisa melarikan dirinya tanpa membuat masalah, maka dia tidak akan mengeluh sedikitpun. Dia lebih baik fokus untuk mengurus dirinya sendiri.
Dia hanya membawa dua buah tas yang berukuran tak terlalu besar, tapi Ageha yakin bahwa Ibunya telah meninggalkan segala hal yang akan dapat membantu Ageha untuk hidup seorang diri.
Ageha memang masih belum mengerti alasan kenapa Ibunya harus meninggalkannya. Bukan, bukan karena dia belum mengerti, tapi karena dia masih tidak mau menerima kenyataan tersebut. Dia punya dugaan yang mungkin sedang dipikirkan oleh Ibunya waktu itu, tapi dia mungkin perlu menunggu berita di keesokan harinya untuk mencari tahu kebenaran tersebut.
Tapi sebelum melakukan hal tersebut, pertama-tama dia harus mencari tempat untuk berteduh di malam hari. Meskipun dia masih anak-anak, dia sudah mengerti apa yang harus dilakukan oleh seorang anak kecil untuk dapat memiliki tempat tinggal.
Dia berjalan-jalan mengelilingi kota untuk dapat menemukan tempat yang dicarinya. Setelah beberapa jam mencari, dia akhirnya menemukan tempat yang dia cari-cari. Sebuah tempat dimana anak-anak tanpa orang tua dapat berkumpul dan memiliki tempat bernaung, yaitu tempat yang memiliki nama panti asuhan.
Sebagai anak kecil Ageha tidak pernah berakting sebelumnya, bahkan saat pentas pangung di sekolahnya dulu, dia tidak pernah ikut berpartisipasi, karena hanya anak-anak yang lebih tua yang diperbolehkan untuk ikut berpartisipasi pada pertunjukan tersebut.
Tapi kali ini, Ageha berusaha semaksimal mungkin untuk berakting menangis dan sedang memerlukan bantuan.
Setelah dirinya mengetuk pintu panti asuhan tersebut, dia segera membuat wajah sedih dengan air mata yang mengalir di pipinya. Tidak sulit untuk mengeluarkan air matanya, karena dia memang sudah menahan air matanya sejak dia tidak dapat menemukan keberadaan Ibunya di dalam kereta.
"Ya, ada apa?"
Terdengar suara seorang wanita tua yang berasal dari balik pintu, tak lama kemudian pintu di hadapan Ageha terbuka dan memperlihatkan seorang wanita yang kira-kira berusia 40 tahun lebih. Wanita tua tersebut menatap bingung pada Ageha yang menangis.
"Ada apa, nak? Kok kamu menangis?"
Kata wanita tersebut sambil menyamakan tingginya dengan Ageha, dia kemudian menghapus air mata di kedua mata Ageha.
"Ibu.... Ibu!"
Setelah itu dia memeluk wanita tua yang asing baginya tersebut. Meskipun dia bukan Ibunya, tapi Ageha memang memerlukan seseorang untuk dipeluknya saat ini untuk mengurangi rasa sedihnya. Mungkin waktu itu dia sebenarnya tidak sedang berakting, tapi sedang mengeluarkan perasaannya yang sebenarnya.
Setelah itu, dia menceritakan kisah bohong untuk membiarkan wanita tua itu mengizinkannya tinggal di dalam panti asuhan. Meskipun dia mengatakan itu kisah bohong, tapi sebenarnya dia hanya memodifikasi sedikit kisahnya. Dia mengatakan bahwa Ayahnya sudah meninggal dan Ibunya meninggalkannya di sebuah bis saat Ageha tertidur. Dia juga menggunakan nama palsu di dalam ceritanya, dia mengganti nama Ayah, Ibu dan tentu saja dirinya, agar dia bisa menipu mereka dan mereka tidak akan menemukan identitas aslinya.
Ageha waktu itu hanya anak kecil, jadi siapapun yang mendengar kisahnya, mereka dapat percaya dengan mudah dan tidak ada yang meragukan sedikitpun kisahnya. Apa yang dia ceritakan juga nampak seperti kisah nyata, jadi tidak ada alasan untuk mencurigai Ageha waktu itu.
Orang-orang panti asuhan sempat memanggil polisi dan memintanya untuk menyerahkan barang-barangnya untuk diperiksa oleh mereka. Ageha sudah menyembunyikan barang-barang miliknya yang memiliki kemungkinan besar akan mengungkapkan identitas aslinya di suatu tempat yang aman, jadi dia bisa menyerahkan barang-barangnya tanpa perlawanan apapun dan pihak polisi tidak akan mencurigainya sama sekali.
Dia juga menerima kabar tentang Ibunya. Dia memang tidak pernah bertemu dengannya lagi dan tidak pernah mendengar namanya. Akan tetapi saat dia membaca sebuah berita tentang bencana alam di suatu kota, dia tahu bahwa itu pasti adalah perbuatan dari Ibunya.
Bencana angin puting beliung yang sangat besar dan menyebabkan kerusakan dimana-mana itu terjadi secara tiba-tiba dan tidak alami. Kota tempat bencana itu terjadi juga tak jauh dari tempat terakhir kali Ageha bertemu dengan Ibunya. Jadi Ageha cukup yakin jika itu memang adalah perbuatan yang dilakukan oleh Ibunya.
Jika ditanya kenapa Ibunya harus melakukan hal seperti itu, maka jawabannya hanyalah satu. Dia pasti melakukannya untuk melindungi Ageha, seperti yang dia katakan sebelum perpisahannya dengan Ageha, dia mengatakan bahwa dia melakukan hal ini karena dia menyayangi Ageha.
Air mata mengalir dari kedua mata Ageha saat dia menyadari apa yang sebenarnya niat Ibunya tersebut. Ibunya pasti berniat menjadi umpan agar Ageha bisa melarikan diri dengan aman.
Ageha sudah tahu bahwa dirinya pasti akan dikejar-kejar oleh orang misterius, karena kemampuan aneh yang dimilikinya. Hal yang sama pasti juga terjadi pada Ibunya, makanya dia membuat bencana alam yang sangat besar agar membuat dirinya mencolok dan semua orang yang mengejar mereka akan fokus pada dirinya.
Ageha terus menangis sendirian tanpa ada yang memperhatikan di kamarnya yang kosong. Memang menyedihkan, tapi dia harus menyimpan kesedihan ini untuk dirinya sendiri. Dia tidak bisa membiarkan orang lain tahu kebenaran yang terjadi atau usaha Ibunya akan sia-sia. Dia harus bertahan hidup demi Ibunya.
Setelah berhenti menangis, Ageha kemudian membuat tekad yang kuat untuk terus hidup apapun yang terjadi. Sambil menyimpan rahasia gelap di masa lalunya, Ageha terus melangkah untuk menjalani hidupnya, meski dia harus tetap merasa sendirian selama sisa hidupnya.
Dia terus menjalani hidupnya di panti asuhan itu sampai usianya 18 tahun dan sudah lulus dari SMA. Meskipun dia tidak pernah mau diadopsi oleh siapapun dan selalu menutup pintu hatinya, tapi dirinya tetap menjadi orang yang sangat dicintai di panti asuhan tersebut, karena dia sangat mandiri dan selalu dapat diandalkan oleh anak-anak lainnya, baik yang lebih muda ataupun yang lebih tua darinya. Para orang tua di panti asuhan juga merasa senang dengan keberadaan Ageha, jadi meskipun Ageha tidak pernah mau diadopsi, tapi mereka tidak pernah mengeluh tentang hal tersebut dan hanya memakluminya, karena mereka tahu masa lalunya yang menyedihkan.
Saat dirinya sudah berusia 18 tahun, dirinya pergi meninggalkan panti asuhan untuk mencari perkerjaan untuk dirinya sendiri. Dia tidak bisa terus merepotkan orang-orang di panti asuhan yang sudah mau merawatnya sejak dirinya kecil hanya karena kisah bohong yang dia ceritakan.
Dia pada akhirnya memutuskan untuk pindah ke kota dimana dia tinggal saat ini, karena itu adalah kota terakhir kali dia mendengar kabar tentang Ibunya. Meskipun kecil, tapi Ageha berharap bahwa dia bisa bertemu kembali dengan Ibunya atau setidaknya dapat menemukan jejak atau sisa-sisa keberadaannya.
Mungkin karena suatu takdir atau semacamnya, dia bisa bertemu dengan Meister yang juga bukan manusia biasa sama seperti dirinya, meski mereka memang berasal dari jenis yang berbeda. Tentu saja dia juga bertemu dengan Roy tak berapa lama setelahnya, karena pria besar itu sudah tinggal lebih dulu di cafe dari pada dirinya. Dia mulai tinggal dan berkerja di Cafe, setelah peristiwa tersebut terjadi.
Dan begitulah akhir dari kisah masa lalu Ageha.