Chapter 5 - Selama perjalanan

Setelah sampai di tempat parkir kampus, Rio dan Arya segera memasuki mobil warna silver milik Rio. Begitu memastikan Arya sudah memasang sabuk pengamannya, Rio segera melajukan mobilnya.

"Ini sudah lama sekali, ya... sejak kau terakhir masuk ke dalam mobil ini."

"Ya... kurasa sejak pesta kelulusan SMA."

"Benar sekali... kalau tidak salah, kau ditipu oleh seseorang untuk naik ke dalam mobilku, tanpa tahu ke mana kita akan pergi."

"Ya, dan orang yang menipuku itu ada di sampingku saat ini!"

Arya masih ingat dengan jelas apa yang terjadi pada waktu itu. Dia benar-benar tidak percaya bahwa dirinya bisa tertipu sangat mudah saat itu.

Pada waktu itu Arya dipanggil oleh Rio ke depan gerbang SMA mereka, dia mengatakan bahwa dia ingin mengenalkan seorang dosen yang ingin memberikan beasiswa padanya, jika Arya bisa membuktikan bahwa dirinya memang layak menerima beasiswa tersebut. Sejujurnya Arya sudah merasa curiga dengan masalah beasiswa itu, tapi karena Ibunya, yang secara tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka lewat telpon, menyuruhnya untuk setidaknya bertemu dengan Rio, jadilah Arya pergi menemuinya.

Begitu Arya bertemu dengan Rio, dia segera mengajak Arya masuk ke dalam mobilnya. Itu adalah mobil yang sama dengan yang dinaiki oleh Rio dan Arya saat ini. Mobil itu adalah hadiah atas kelulusan Rio dari Ayahnya. Arya telah diajak beberapa kali berkeliling dengan mobil itu oleh Rio, meski Arya selalu memasang tampang bosan saat berada di dalam mobil itu, tapi karena sahabatnya itu selalu saja memaksanya ikut, maka Arya tidak memiliki pilihan lain, apa lagi jika Rio mengajaknya di depan Ibunya. Arya memang sangat lemah saat di depan Ibunya.

Setelah masuk ke mobil Rio, Arya segera dibawa pergi olehnya ke suatu tempat (Kata Rio, mereka akan bertemu dengan dosen itu di kafe dekat sebuah kampus). Arya mulai merasa curiga dengan Rio saat mereka tiba-tiba pergi menjemput beberapa teman mereka di rumah mereka masing-masing.

Karena mobil Rio muat delapan orang, maka mereka pergi ke rumah 6 orang yang berbeda. Arya sangat ingin protes pada Rio dan ingin pulang saat dirinya sadar bahwa dia telah ditipu oleh sahabatnya itu. Akan tetapi tidak dapat melakukannya, karena dia tidak ingin merusak suasana mereka yang sedang terlihat sangat senang. (Meski Arya tetap meminta penjelasan dari Rio saat mereka sedang berduaan).

Arya sebenarnya sangat terkejut saat mengetahui bahwa Ibunya juga terlibat dalam rencana penculikannya. Pantas saja Ibunya sangat memaksa Arya untuk bertemu dengan Rio.

"Perjalanan waktu itu sangat menyenangkan, ya."

"Ya, jika kau tidak menipuku!"

"Jika Aku tidak menipumu, kau tidak akan mau datang, kan?"

Ya, itu benar. Arya mungkin lebih memilih belajar di kamarnya atau pergi ke perpustakaan dari pada ikut bersenang-senang dengan teman-teman satu sekolahnya itu.

"Tidakkah kau merasa senang saat bersama kami waktu itu?"

"Ya, kurasa..."

Pada akhirnya Arya terpaksa ikut mereka menginap ke rumah penginapan yang dimiliki oleh keluarga Rio di pinggiran pantai. Meski Arya memang terpaksa ikut dengan mereka, tapi dia tidak bisa menyangkal bahwa dia cukup bersenang-senang bersama mereka.

"Meski Aku tidak akan pernah melupakan kalau kau telah menipuku!"

"Kau secara tak terduga cukup pendendam juga, ya"

Sejak saat itu Arya selalu mengingat untuk tidak sembarangan lagi menaiki mobil Rio dan itu juga yang menjadi alasan kenapa dia tidak pernah lagi menaiki mobilnya sampai hari ini.

"Meski sifatmu yang seperti itu, tapi entah kenapa kau cukup populer di kalangan para gadis..."

"Hmm, benarkah?"

Ini adalah pertama kalinya Arya mendengar hal tersebut. Dia kebanyakan menghabiskan waktunya sendirian dan tidak suka mendengar obrolan dari teman-temannya, apalagi ikut bergosip, jadi wajar bagi Arya untuk tidak mendengar hal seperti itu.

"Apa kau serius tidak pernah sadar akan hal itu?"

"Aku lebih suka membaca buku dari pada bermain dengan gadis!"

"Kenapa kau tidak menikah saja dengan buku!?"

Rio baru sadar, bahwa dirinya memang tidak pernah membicarakan soal percintaan dengan Arya. Biasanya mereka hanya membicarakan apa yang akan mereka mainkan (meski Arya biasanya akan menolak ikut bermain, tapi dia akhirnya terpaksa ikut karena desakan seseorang) atau soal pelajaran di sekolah (tidak terlalu mengejutkan, jika kutu buku seperti Arya sangat pandai mengajar seseorang).

Mumpung mereka sedang membicarakan tentang Arya yang populer dengan para gadis, Rio merasa bahwa ini adalah kesempatannya untuk mengetahui isi kepalanya mengenai para gadis dan mengenalnya lebih dalam.

"Nah, apakah kau masih ingat dengan Sasa?"

"Iya, kalau tidak salah dia adalah gadis yang duduk di kursi paling belakang, kan?"

"Oh, Aku terkejut kau masih mengingatnya!"

"Ya, Aku juga!"

Rio sempat terdiam saat mendengar perkataan terakhir Arya. "Ya, Aku juga!". Apakah itu berarti dia tidak menyangka bahwa dia masih ingat dengan teman SMA-nya? Apakah kau sudah melupakan teman yang baru sekitar 2 tahun tidak kau temui? Entah mengapa Rio mulai khawatir dengan masa depan Arya.

"Bolehkah Aku mendengar pendapatmu mengenai dirinya?"

"Hmm, Aku ingat dia mengenakan kacamata berwarna pink!"

"Apakah itu adalah alasan kenapa kau masih mengingatnya!?"

"Kurasa, ya... Aku merasa bahwa kacamata itu membuatnya terlihat lucu!"

"Aku merasa bahwa itu bukan pujian!"

"Karena itu memang bukan pujian!"

Entah mengapa Rio mulai merasa kasihan dengan Sasa. Arya malah lebih mengingat kacamatanya dari pada dirinya sendiri.

"Apakah kau sadar bahwa gadis itu menyukaimu?"

"Siapa? Sasa?"

"Iya... memangnya kita sedang membicarakan siapa lagi!?"

Entah mengapa Rio mulai merasa marah terhadap sahabatnya sendiri. Padahal tadi dia merasa khawatir padanya yang terlihat sakit, tapi sekarang dia malah mengkhawatirkannya dengan alasan yang sangat berbeda dari sebelumnya.

"Sejujurnya Aku tidak tahu harus berkata apa... Aku merasa tidak pernah berbicara banyak dengannya atau merasa dekat dengannya, jadi Aku tidak tahu apa yang membuatnya suka padaku... Aku bahkan sangat terkejut mendengar bahwa dia ternyata menyukaiku."

"Ya, Aku juga sangat terkejut, tapi dengan alasan yang sangat berbeda denganmu!"

Tanda tanya seakan melayang di atas kepalanya saat mendengar apa yang tadi Rio katakan, meski begitu Arya tetap menutup mulutnya. Tidak ada gunanya baginya untuk menanyakan hal tidak berguna seperti apa maksud dari perkataan Rio tadi.

"Kau tidak menyadari perasaannya, mungkin karena kau tidak pernah mencoba untuk dekat dengan seseorang... padahal dia cukup jelas menunjukan perasaannya."

"Mungkin itu memang benar... Aku tidak bisa menyangkalnya!"

Arya terus memandang keluar jendela saat mengatakan itu. Sebenarnya sejak dia menaiki mobil Rio, dia terus memalingkan wajahnya keluar jendela dan tak pernah melihat ke arah Rio, bahkan untuk sedetikpun.

Alasannya tetap melihat keluar jendela adalah untuk memastikan bahwa Rio tidak mengetahui kalau mata Arya sewaktu-waktu bisa berubah menyerupai wajah serigala. Dia memastikan bola matanya lewat pantulan jendela mobil, meski bola matanya saat ini masih terlihat normal dan tidak memiliki tanda-tanda perubahan apapun, tapi dia tidak bisa menjamin bahwa matanya akan tetap sama selama perjalanan mereka. Arya bahkan sudah merasa khawati apakah dirinya masih bisa mengendalikan dirinya saat mereka sampai di tempat tujuan mereka nanti.

"Nah, Arya..."

"Hmm, ada apa?"

"Apakah kau mau sedikit membuka dirimu pada orang lain? Aku yakin Ibumu pasti juga menginginkan hal yang sama."

"Hmmm... Akan Aku usahakan..."

Arya merasa bahwa pertanyaan Rio tadi adalah permohonan yang paling dalam kepada Arya. Suasana di sekitar mereka bahkan menjadi sangat hening, karena baik Arya ataupun Rio menyadari apa maksud sebenarnya dari permohonan Rio tadi.

Rio ingin Arya membuka dirinya dan menceritakan apa masalah yang sedang dia hadapi saat ini. Tentu saja Arya tidak mungkin menceritakan masalahnya saat ini pada orang lain, makanya dia hanya bisa memberikan jawaban setengah hati seperti itu.

Keheningan terus mengisi ruang di dalam mobil Rio. Tidak ada satupun dari mereka yang ingin membuka lagi mulut mereka. Rio merasa canggung, karena telah membuat permohonan seperti itu, sedangkan Arya tidak ingin membicarakannya lebih lanjut, karena dia pada akhirnya hanya akan terus berbohong pada sahabatnya itu. Arya benar-benar tidak suka bila dirinya harus berbohong pada seseorang, apalagi jika orang tersebut adalah orang yang dekat dengan dirinya.

Dalam keheningan yang entah mengapa terasa sangat berat dan mencekik bagi mereka berdua, akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Rio sampai ke tempat yang mereka tuju.