Rosie mendesah panjang. Mengenakan gaun di siang hari sungguh menyesakkan. Dengan rok yang menjuntai membuatnya kesulitan untuk berjalan. Ia ingin mengangkat roknya untuk membiarkan angin berhembus di sela-sela kakinya. Pakaian ini sungguh gerah. Selain itu korset yang dipasangkan juga sungguh menyiksanya.
Ia tidak bisa bersikap sembrono karena setiap kemana pun ia pergi, dua orang pelayan dan empat pengawal selalu berjalan di belakangnya. Salah satu pelayan bahkan memegangkan payung untuknya agar tidak kepanasan.
"Aku bisa melakukannya sendiri," ujar Rosie.
"Tidak, yang mulia. Ini adalah tugas kami."
Rosie ingin berteriak frustasi tetapi ingat bahwa sekarang dirinya adalah Roseanne Villiers. Ia harus menjaga sikapnya demi Howland dan keluarga kerajaan.
"Namamu siapa?' tanya Rosie kepada pelayan perempuan yang memegangi payung untuknya.
"Nama saya Sarah, Yang Mulia."
Rosie mengangguk dan tersenyum simpul ke arah Sarah. "Senang bertemu denganmu, Sarah."
Sarah tiba-tiba menjadi gugup diberikan senyuman oleh seorang putri kerajaan.
"Oh iya, Sarah. Apa kau tahu jalan menuju sungai tempat aku terjatuh?"
Wajah Sarah tiba-tiba menjadi pucat. Ia melirik temannya sekilas tetapi mereka menundukkan kepalanya cepat menghindari lirikan Sarah. Mau tidak mau, Sarah harus menjawabnya sendiri.
"Ma-maaf, Yang Mulia. Tetapi Yang Mulia Pangeran Howland telah melarang Anda untuk kembali mendekati sungai."
"Huh? AKu tidak bilang aku akan mendekati sungai. AKu hanya bertanya saja dimana letaknya." Rosie berpikir cepat untuk menemukan sebuah alasan yang masuk akal. Apa pun yang ada di kepalanya segera Rosie lontarkan untuk metakinkan Sarah bahwa ia tidak memiliki niatan untuk mendekati sungai lagi. "Ah, aku ingat tentang taman bunga yang indah saat aku melewati sungai kemarin."
"Apakah yang Anda maksud adalah taman lily?" tanya Sarah antusias.
Rosie tidak tahu apa itu taman lily tetapi ia tetap mengangguk dengan senyum. "Ah .. aku rasa taman itu," jawab Rosie seadanya.
"Apakah Anda ingin ke sana? Lord Montgomery telah memberi izin untuk Anda jika ingin mengunjungi taman."
"Boleh. Aku ingin mengunjungi taman itu."
Sarah pu menunjukkan jalan kepada Rosie. Pelayan dan pengawal yang lain masih setia mengikutinya. Tiba-tiba seseorang memanggilnya dari atas, Rosie menoleh dan menemukan kakaknya, Howland, berdiri bersama Aslan montgomery di salah satu balkon.
"Roise! Kau ingin ke mana siang-siang seperti ini? Aku menyuruhmu untuk beristirahat!" teriak Howland dari tempatnya.
"Aku hanya ingin ke taman! Aku merasa bsan di kamar terus!"
Howland mengernyitkan alisnya sebentar kemudian berbicara dengan Aslan lalu kembali berbalik ke arah adiknya. "Aku akan menemanimu!"
Seketika Rosie merasa gugup. Ia yakin jika Howland ikut denganmu, pria itu tidak akan meninggalkannya seorang diri. Ia hanya ingin menyelidiki alasan Roseanne Villiers terjatuh ke dalam sungai. Hanya itu saja.
"Tidak usah! Aku ingin sendirian!" balas Rosie dengan berteriak lebih kencang.
Semua orang di sana cukup terkejut dengan suara teriakan Rosie yang sangat keras. Bahkan Howland pun kaget mendapati Rosie berteriak kencang untuk pertama kalinya.
"Ba-baiklah… kau bisa … menikmati waktumu," balas Howland masih belum terbangun dari keterkejutannya.
Rosie melihat Duke Aslan yang masih menatapnya dengan tatapan yang sama seperti di kamarnya tadi. Tatapan tanpa ekspresi itu seakan-akan menunjukkan ketidak-tertarikannya kepadanya.
Rosie pun mengangkat tangannya dan melambai ke arah pria itu. Senyum terbaiknya lagi-lagi hanya dibalas dengan anggukkan kepala. Kedua masih saling bertatap saling menantang dalam diam, siapa yang bertahan lebih lama dalam kontes tatap-menatap tersebut.
Kontes tidak resmi itu dimenangkan oleh Rosie karena perhatian Aslan teralihkan oleh Howland yang tiba-tiba mengajaknya berbicara. Rosie pun berbalik dan melanjutkan perjalanannya menuju taman yang dimaksud oleh Sarah barusan.
Mereka tiba di sebuah rumah kaca berukuran besar. Di tengah rumah kaca itu terdapat kolam air mancur dengan patung cupid yang mengeluarkan air dari panah berukuran cintanya. Terdapat berbagai jenis bunga yang begitu indah. Namun yang menjadi kekaguman Rosie adalah bagaimana atap rumah kaca itu dipenuhi oleh tanaman wisteria berwarna violet.
Di ujung rumah pohon terdapat pohon utama wisteria yang cukup besar. Dedaunan merambat dengan sempurna. Di bawah pohon itu terdapat sebuah meja kecil dengan dua kursi putih sebagai tempat menikmati pemandangan rumah kaca tersebut.
Rosie melihat satu per satu bunga. Ia salah satu pecinta bunga. Dulu cita-citanya saat ia sudah tua nanti dan tidak lagi bekerja sebagai budak korporat, Rosie ingin membuka toko bunga sendiri. Tapi itu sepertinya hanya tinggal keinginan semata.Setelah ia memeriksa bunga di taman itu satu per satu, Rosie tidak menemukan satupun bunga lily, seperti yang Sarah sebutkan tadi bahwa nama taman itu adalah taman lily.
"Dimana kah tanaman lilynya? Bukankah tadi kau bilang ini adalah taman lily?"
"Benar, yang Mulia. Ini adalah taman Lily tetapi lily di sini adalah nama ibu dari Lord Montgomery,"
Ah … Rosie mengerti sekarang. Ia tidak pernah tahu karena di buku yang ia baca, tidak pernah menyebutkan nama dari orang tua angkat Lord Montgomery, di sana hanya tertuliskan bahwa Lord Montgomery diangkat di usia satu tahun dan kehilangan keluarganya di usia sepuluh tahun."
Samar-samar Rosie bisa mendengar suara aliran sungai. Hal itu mengingatkan kembali Rosie akan tujuannya meninggalkan kamar. Ia melirik ke belakang. Tersisa hanya Sarah dan dua pengawal saja yang kini bersamanya.
Rosie pun menempati kursi di bawah pohon wisteria.
"Hm … ini suasana yang pas untuk segelas teh hangat," gumam Rosie dengan suara yang sengaja dibesarkan akan Sarah bisa mendengarnya.
Sarah yang polos langsung mengerti keinginan sang putri. "Ah, saya akan menyiapkan teh dan kudapan untuk Anda. Mohon tunggu sebentar, Yang Mulia."
Rosie bertepuk tangan antusias berpura-pura merasa bahagia akan tawaran Sarah. "Wah … terima kasih, Sarah!" balasnya membuat gadis itu tersenyum merona.
Sarah pun pergi meninggalkan rumah kaca tersebut mebyisakan dua pengawal yang berdiri di dekat pintu masuk mengawasi Rosie yang duduk seorang diri. Gadis itu tengah mencari cara untuk menyingkirkan kedua pria itu.
Rosie memiliki bekal sabuk hitam karate semasa sekolah dulu. Sejak menonton salah satu film Jackie Chan, Rosie jadi terobsesi dengan karate. Setiap akhir pekan, ia akan berlatih di salah satu dojo teman ibunya. Rosie yakin ia bisa mempraktekan ilmu karatenya kepada salah satu pengawal itu. Tetapi menggunakan gaun seperti ini hanya membuatnya terlihat seperti badut.
Aha! Rosie punya ide baru!
"Kyaaaaa!!!" teriak Rosie kemudian berlari meninggalkan kursinya membuat kedua pengawal itu berlari cepat menghampiri sang putri.
"Ada apa, tuan putri?"
"A-aku melihat ular!!"
"Ular? Tidak mungkin taman ini ada ular."
"Aku melihatnya sendiri! Menggantung di salah satu batang wisteria itu dan terjatuh ke tanah. Di sana! DI sana!!! Tolong singkirkan ular itu!"
Kedua pengawal itu pun segera mencari keberadaan ular yang dimaksud oleh Rosie. Akting rosie tak berhent smapi di sana, setiap keduanya mengankat tubuh mereka, rosie menunjuk ke sembarang arah smabil berteriak ketakutan membuat kedua pengawal itu berlari kian kemari.
Rosie perlahan memundurkan langkahnya dan memanggil dua orang pengawal yang berjaga di depan rumah kaca tersebut untuk membantu mencari. Saat keempat pengawal itu sibuk mencari keberadaan ular khayalan Rosie, Rosie menggunakan kesempatan itu untuk kabur.
Ia berlari mengitari rumah pohon tersebut dan mencari sumber bunyi aliran sungai yang didengarnya.
Ia berlari melewati pepohonan rindang dan menerobos beberapa semak-semak. Sesekali ia mengumpat saat roknya tersangkut oleh batang kering pepohonan yang terjatuh di atas tanah.
Sampailah Rosie di sebuah sungai dengan aliran yang cukup deras. Ia melihat sebuah jembatan kayu yang terlihat masih kokoh. Hanya saja jembatan itu sangat kotor sehingga hampir terlihat tidak terawat.
Rosie mendekat dan naik ke atas jembatan itu. Ia mengambil sbeuha kerikil dan dibuang ke dasar sungai. Sepertinya sungai itu juga cukup dalam. Rosie duduk di pinggir jembatan sambil melihat ke permukaan air. Ia bisa melihat wajah Roseanne Villiers. Untuk beberapa saat, Rosie merasa familiar dengan pemandangan ini.Ia tahu bahwa ini hanyalah dunia fiksi tetapi, ia tidak bisa memungkiri ada sesuatu yang menariknya.
Rosie kembali melihat ke permukaan air. Matanya terbelalak melihat wajah aslinya muncul dengan pakaian kantor yang sama di hari ia ditabrak oleh truk!
Rosie mengulurkan tangannya tetapi jembatan yang berlumut itu cukup licin dan hampri membuat Rosie terjungkal ke dalam air jika tidak seseorang menahan tubuhnya segera.
"Apa yang membuat Tuan Putri begitu tertarik dengan sungai?" tanya seorang pria tepat di telinganya.
Rosie berbalik cepat dan menemukan Aslan berdiri di belakangnya sambil menahan perutnya agar tidak terjatuh ke dalam sungai.
"Oh, hai Aslan…"