Makan malam telah usai. Howland menawarkan diri untuk mengantar Rosie ke kamarnya tetapi ditolak oleh gadis itu.
"Ada apa?" tanya Howland yang merasa aneh karena adiknya tak ingin berjalan bersamanya.
"Bukan apa-apa, aku butuh udara segar dan ingin melihat-lihat kastil ini sebentar sebelum kembali ke kamar," ujar Rosie.
"Aku bisa mengantarmu, kakak cukup sering berkunjung ke kastil ini," balas Howland yang masih ingin bersama adiknya.
"Tapi kakak harus pergi besok pagi. AKu tidak ingin membuat kakak lelah."
(Ayolah, Howland … kau adalah karakter favoritku… jangan membuatku kesal. Tinggalkan aku sendirian!) teriak Rosie di dalam hatinya.
"Aku yang akan menemaninya, Howl. Kau bisa beristirahat sekarang," ujar Aslan membuat Rosie tersenyum lebar.
(That's my boy!) sorak Rosie bahagia.
Howland menoleh ke belakang dan berpikir sejenak. Pria itu kembali beralih ke arah Rosie dan menangkup wajah adiknya. "Jangan merepotkan Aslan. Dia juga harus pergi bersamaku besok"
Rosie menahan diri untuk tidak tertawa. "Kak, aku ini gadis yang lemah-lembut. Aku tidak akan bisa melukai Duke Aslan yang jauh lebih besar dariku."
Howland terkekeh oleh komentar yang Rosie berikan barusan sedangkan Aslan hanya diam tak membalas. Mendengar gurauan sang putri barusan membuat Aslan sedikit menyesal menawarkan diri untuk mengawal sang putri berkeliling kastil.
Entah apa yang membuatnya maju menawarkan diri seperti tadi. Ia hanya merasa khawatir meninggalkan kastilnya seorang diri dengan sang putri. JIka Rosie bukanlah seorang putri raja atau adik dari Howland, mungkin Aslan tidak akan peduli dengan apa pun yang akan terjadi kepada gadis itu.
Bahkan jika Rosie tercebur untuk kedua kalinya di sungai yang sama, Aslan tidak akan menoleh. Namun gadis itu adalah adik dari sahabatnya dan mau-tak-mau Aslan seperti memiliki tanggung jawab tambahan untuk melindungi gadis itu meski pun ia harus menahan sabar lebih banyak.
"Aslan, jika Rosie membuat kewalahan, kau bisa memanggilku," ujar Howland. Aslan membalas dengan anggukkan kepala.
Setelah Howland pergi, Aslan berbalik untuk mengajak sang putri berkeliling. Pria itu hampir terkejut melihat sang putri tengah tersenyum ke arahnya.
"Boleh kah aku melihat perpustakaan terlebih dahulu?" anya Rosie kepada Aslan.
"Jika itu yang Yang Mulia inginkan."
Aslan mengulurkan tangannya untuk memberi jalan Rosie. Keduanya jalan bersisian melewati lorong di malam hari. Kastil itu cukup sederhana.
Rosie masih bisa melihat beberapa bagian yang mulai rapuh atau mungkin bekas kejadian dua puluh tahun yang lalu saat terjadi pembantaian keluarga Montgomery oleh kelompok tak dikenal.
Rosie tidak ingin mengungkit tentang masa lalu Aslan. Setahunya, kejadian masa lalu itu telah ditutup oleh Keluarga Villiers karena mereka ingin merenovasi kastil Montgomery agar bisa kembali digunakan oleh Aslan nantinya.
Tiba-tiba saja bulu kuduk Rosie merinding membayangkan kehidupan Aslan seorang diri di kastil yang dingin ini. Pantas saja pria itu benar-benar terasa putus asa saat meminta Savy untuk Howland demi bisa hidup bersamanya.
Setelah mendapatkan kehangatan dari seseorang, Aslan menjadi kecanduan akan kehangatan tersebut dan tidak ingin kembali ke kehidupannya yang dingin.
Aslan tidak tahu apa yang ada di pikiran sang putri tetapi seharian ini ia merasa dirinya telah diperhatikan dengan terlalu intens. Sama seperti saat ini, Rosie yang berjalan di sisinya tak kunjung berhenti memandanginya.
"Yang Mulia, kita telah sampai di perpustakaan Kastil Montgomery," ujar Aslan membuat Rosie tersadar dari lamunannya.
"Oh, keren!"
Aslan pun membukakan pintu perpustakaan tersebut dan Rosie terperangah dibuatnya. Perpustakan itu tak terlalu besar.Hanya seukuran toko buku vintage yang pernah Rosie kunjungi. Suasana temaram dengan rak-rak dari pohon mahogany semakin memberi kesan vintage yang sesungguhnya.
Terdapat meja besar di tengah ruangan.
"Ini seperti surga," komentar Rosie sambil memeriksa deretan buku di sana.
Aslan mengerutkan keningnya bingung. Howland bilang adiknya sama sekali tidak menyukai buku tetapi kesan yang Aslan dapatkan justru sang putri terlihat tergila-gila dengan buku yang ada di depannya.
Yang membuat Rosie semakin antusias adalah ia bisa membaca tulisan dunia fantasi ini dengan begitu mudah! Seperti … dirinya sudah terprogram untuk mengenali karakter-karakter tulisan yang ada di buku tersebut.
"Ini hebat!" seru Rosie bahagia.
Aslan menoleh ke arah sang putri yang sedang kesenangan. Ia tidak mengerti apa yang membuat gadis itu begitu bahagia. Buku-buku di istana jauh lebih lengkap daripada perpustakaan miliknya. Dan tempat ini juga tidak terlalu besar. Apanya yang hebat?
"Wah … ini buku-buku romansa ... buatan dunia ini?"
"Ada buku sci-fi?!?"
"Huh?" Rosie meraih sebuah buku dengan sampul kulit hijau. Setelah dibuka tidak ada satu pun tulisan di sana.
"Ini buku apa?" tanya Rosie kepada Aslan yang sedang ikut melihat deretan buku di rak lain. "Kenapa tidak ada tulisannya?"
Aslan mendekat dan meraih buku tersebut. Ia melihat sampul tersebut kemudian membawa Rosie untuk mendekat ke arah lilin. Aslan membuka satu halaman kemudian meletakkannya di atas lilin dengan jarak yang cukup dekat. Kertas itu tidak terbakar justru memunculkan beberapa karakter kata.
"Whoa … ini hebat. Sebuah catatan rahasia!"
Aslan membiarkan Rosie terpesona akan buku tersebut. Itu adalah teknik ignition. Dulunya digunakan oleh seluruh petinggi kerajaan untuk melakukan komunikasi rahasia tetapi teknik itu sekarang telah meraja lela sehingga digunakakn oleh banyak orang untuk menulis sesuka hati mereka.
Tidak ada yang spesial. Dan mungkin saja lebih banyak buku ignitation di perpustakaan istana. Seharusnya Rosie mengetahui itu, pikir Aslan.
Mereka menghabiskan waktu cukup lama di perpustakaan karena Rosie mengumpulkan banyak buku untuk dipilihnya untuk dibaca jika ada waktu luang.
"Anda akan membaca semua itu?" tanya Aslan yang tidak yakin dengan lima tumpukkan buku yang dibawa oleh Rosie.
Dilihat dari judull yang tertera pada bagian book spine, itu adalah cerita-cerita romansa pada umumnya.
"Aku ingin membaca mereka semua!" jawab Rosie cepat. Ia tidak tahu apakah ia bisa menghabiskan buku-buku itu sebelum kembali pulang atau tidak. Yang terpenting ia akan menumpuk buku dalam list to-be-readnya.
"Kita akan kemana lagi?" tanya Aslan yang mengambil buku-buku pilihan Rosie dari atas meja. Ia tidak mungkin membiarkan gadis itu membawa semuanya seorang diri.
"Hm … aku sudah melihat taman, perpustakaan, dining hall, kamar dan sekarang … bisakah aku melihat training ground?"
"Training ground? Malam-malam seperti ini?"
Rosie mengangguk sekali lagi. Aslan memperhatikan gadis itu mencoba mencari tahu apa yang akan gadis itu lakukan di training ground. Kastil Montgomery tidak memiliki banyak pengawal dan ksatria tetapi mereka termasuk ksatria-kstaria pilihan yang selalu menempati posisi terdepan jika ada peperangan.
Aslan mengajak Rosie ke tempat training ground yang telah sepi. Gadis itu melihat ke sekeliling tempat tersebut dna mengangguk seakan-akan puas dengan apa yang dilihatnya.
"Ada apa, Yang Mulia?" tanya Aslan curiga.
"Ini adalah tempat yang cocok untuk aku belajar berkuda."
"Maaf?"
Rosie menoleh ke arah Aslan sambil tersenyum lebar membuat pria itu tidak nyaman. Ia tidak bisa mengerti isi kepala sang putri. Ia cukup terkejut mendengar keinginan Rosie yang ingin belajar berkuda.
Sepengetahuannya, Howland pernah bercerita jika tubuh sang putri sangatlah lemah jadi raja selalu melarang sang putri untuk melakukan aktifitas keras.
"Aku bercanda … aku terlalu lemah untuk berkuda," ujar Rosie sambil berbohong.
Ia tahu jika Roseanne Villiers adalah wanita yang lemah, maka dari itu ia selalu dimanjakan oleh kayak dan kedua orang tuanya. Roseanne Villiers adalah perwujudan asli seorang putri kerajaan karena ia sama sekali belum merasakan gaun yang kotor oleh tanah, berbeda dengan Roseanne Meyer yang sudah hidup susah sedari ia kecil.
Rosie tidak ingin membuat Aslan khawatir. Jadi ai menganggap ucapannya barusan sebagai sebuah candaan belaka.
Aslan belum bisa menghapus kecurigaan. Ia akan menambah banyak pengawal besok pagi sebelum berangkat.
"Hm … kira-kira sudah semua. Aku bisa berkeliling besok lagi," ujar Rosie yang kemudian berbalik ke arah mereka datang.
(tolong jangan) balas Aslan di dalam hatinya.
"Mari saya antar Anda ke kamar."
"Terima kasih."
Keduanya kembali berjalan beriringan di bawah rembulan. Rosie mencuri pandang ke arah Aslan dan tersenyum simpul.
"Duke Aslan," panggil Rosie.
"Ya, Yang Mulia?"
"Berapa usia Anda?"
"Seperti kakak Anda, tiga puluh tahun."
"Ah … lebih muda dua tahun dariku," gumam Rosie membuat Aslan mengernyitkan keningnya. Lebih muda? Bukankah Putri Roseanne baru berusia dua puluh tahun? Aslan menggeleng menghapus kebingungannya. Seharian ini ia dibuat bingung oleh gadis itu dan Aslan sama sekali tidak bisa mengerti jalan Rosie.
"Aku jarang membaca buku dengan protagonis pria yang lebih muda tapi jika itu dirimu aku akan menyukainya."
"Maaf, Yang Mulia. Bukankah Anda baru berusia dua puluh tahun? Empat tahun yang lalu Howland mengundang saya dalam pesta debutante Anda tetapi saya tidak bisa hadir."
Ow, sial! Rosie hampir lupa bahwa dirinya adalah Roseanne Villiers yang baru berusia dua puluh tahun.
Secara mental mungkin ia telah berusia tiga puluh dua tetapi secara fisik ia adalah Roseanne Villiers. Hal itu membuat Rosie tersenyum cerah dan memegangi kedua pipinya.
"Kesempatanku untuk menikmati masa mudaku untuk kedua kalinya!" seru Rosie sambil berlari merentangkan tanagnnya.
"Huh?" Aslan tak bisa berkata-kata sekarang.
Ia tidak tahu jika adik sahabatnya itu seaneh ini.