Chereads / BINTANG ANARKI / Chapter 2 - BINTANG ANARKI : ANTARA MUSUH DAN SEKUTU

Chapter 2 - BINTANG ANARKI : ANTARA MUSUH DAN SEKUTU

Sudah lebih dari sebulan Arki tidak berkabar dengan bossnya, bahkan juga tak memacu motornya hanya sekadar untuk membeli kebutuhan dalam rumah.

"Selamat pagi, MartKilat! MartKilat! Selamat pagi!" Seorang kurir market online sedang mengantarkan barang pesanan Arki.

"Oh iya bang! Sebentar ya!" Sahut Arki yang beranjak dari kursi kerjanya.

Arki menuju ke arah pintu untuk mengambil pesanan sembakonya.

"Bang, sudah saya bayar pakai WalletKilat ya. Kan ada promo." Kata Arki sambil terkekeh

"Oh iya mas. Terima kasih. " Balas kurir sambil memberikan pesanan sembako Arki.

Arki pun berjalan masuk sambil mengecek kantong belanjaan onlinenya untuk memastikan kelengkapan pesanannya.

"Kenapa kamu?" suara oma Elis membuat langkah Arki terhenti.

"Kenapanya apa oma?" Tanya Arki tidak mengerti dengan pertanyaan oma Elis

"Kenapa kamu tidak pernah keluar-keluar lagi? Kamu dipecat?" Tanya Oma Elis

"Ah... Tidak dipecat Oma. Saya hanya sedang mengambil cuti kerja. Kan Oma yang bilang kalau saya butuh istirahat." Jawab Arki yang melanjutkan langkahnya menuju dapur dan diikuti Oma Elis dengan langkah perlahan

"Lalu kenapa kamu juga tidak pernah keluar rumah? Kalau memang kamu cuti, seharusnya kamu pergi liburan." Lanjut Oma sambil menarik kursi untuk duduk

Arki hanya tersenyum dan terus menata pesanannya di dalam lemari es.

"Kok tersenyum? Kamu bikin Oma khawatir saja. Apa ini ada hubungannya dengan polisi yang datang ke rumah kita?"Oma semakin khawatir dengan cucunya

"Oma. Saya hanya mau cuti saja. Berjalan-jalan hanya menghabiskan tenaga saya saja. Soal polisi, itu kesalahpahaman saja." Jawab Arki untuk menenangkan hati Omanya

"Arki..." Oma Elis mulai menghela nafasnya secara perlahan.

"Oma bukanlah orang bodoh. Oma tahu ada yang tidak beres dengan pekerjaanmu. Jika pekerjaanmu itu membahayakan kamu, jangan lakukan lagi." Sambung Oma Elis dengan nada serius

Arki berdiam diri sejenak, dia merasa Oma Elis sudah mulai mencurigai pekerjaannya.

"Kamu pikir ini akan membuat kematian kedua orang tuamu itu terbayarkan? Kamu tidak bisa hidup dalam masa lalu, masa depanmu yang sekarang jadi prioritas Oma." Oma semakin jauh mengetahui pikiran Arki

"Oma..." Arki hanya bisa mengeluarkan sedikit suara

"Oma sudah ikhlas menerima kematian putra dan menantu Oma, tapi jika sesuatu yang buruk terjadi padamu, maka Oma bisa mati." Suara Oma mulai serak karena menahan air mata

"Tidak ada yang akan mati kali ini Oma, pekerjaan saya tidak menyentuh nyawa siapa pun. Saya tidak bisa meninggalkan pekerjaan ini, karena saya menyukainya." Ucap Arki sambil menatap lembut Oma Elis

Tapi layaknya hati seorang nenek, Oma Elis tetap merasa ketakutan akan nasib cucunya. Rasa trauma di tahun 1993 membuat Oma Elis selalu paranoid dengan polisi.

"Boris!! Boris!! Boris!!" teriak kepala produksi dari pintu ruangannya

Boris segera berlari mendapatkan bosnya.

"Ada apa bos?" tanya Boris

"Arki belum telepon ya?" Bos menanyakan kabar Arki melalui Boris

"Belum bos. Kan waktu itu bos yang janji nelpon Arki duluan." Boris mengingatkan bosnya yang sering lupa akan janjinya

"Alamak!!" Bos menepuk dahi karena lupa akan janjinya

"Ya sudah, Lo kembali bekerja deh!" Sambung bos sambil memberikan isyarat tangan untuk pergi.

"Dasar tua bangka pelupa. Ganggu orang tidur saja." Gerutu Boris sambil membalikkan badannya

"Apa kata lo!" Bos sepertinya mendengar gerutu Boris

"Nangka tua enak bos biar kagak tidur gitu." Boris mengelak

"Ya sudah makan nangka sana. Buat apa lo curhat ke gue?" jawab bos dengan nada ketus

"Iya bos" sahut Boris.

"Udah tua pikun, tuli lagi rupanya." Boris melanjutkan gerutunya sambil berjalan

Bos kemudian kembali ke ruangannya dan membuka laci yang berisi puluhan handphone jadul dari berbagai merk dan series.

"Pakai yang mana ya buat nelpon si Arki?" gumam Bos sambil mengarahkan telunjuknya pada puluhan koleksi handphone jadulnya

"Ah yang ini saja, sesuai nasibnya Arki. Berat dan susah." Bos terkekeh dan mengambil ponsel Nokia 2100

Handphone Arki berbunyi, Arki dengan sigap mengambil handphonenya untuk mengetahui siapa yang menelponnya.

"Nomor baru? Siapa ya?" Arki bingung siapa yang menelponnya, apakah orang partai atau dari Kantornya.

Dengan sedikit keraguan Arki menerima panggilan tersebut..

"Halo.. Oma ada?" pertanyaan pertama yang disampaikan oleh Bos

"Ah... gue pikir siapa?" Arki lega karena bosnya sudah menelpon

"Eh ada oma lo?" tanya Bos lanjut

"Oma lagi keluar jadi bebas bos mau ngomong apapun. Gimana bos, udah bisa masuk?" Tanya Arki

"Udah bisa. Tapi gue mau lo jujur ke gue." Jawab Bos

"Jujur soal apa?" Tanya Arki

"Waktu lo ditangkap polisi terus di bawa ke kantor polisi. Lo cerita soal tempat kita?" Bos masih mencurigai Arki

"Ah... Gila. Kalo gue buka mulut, gak mungkin kita bisa telponan kayak gini." Bantah Arki

"Gue udah lakuin semua sesuai simulasi. Gak ada yang curiga. Tapi siapa yang bocorin soal kurir itu ke polisi?" Sambung Arki dibarengi rasa penasaran

"Baguslah... Gue curiga itu si Melkisedek?" Jawab Bos yang menyebutkan nama baru di telinga Arki

"Melkisedek?" Gumam Arki

"Ah sudahlah, kita lanjutkan di kantor besok. Datang seperti biasa." Ucap si Bos yang kemudian menutup panggilan

"Oke bos." Sahut Arki.

Arki kembali ke tempat tidurnya sambil memikirkan nama Melkisedek. Apakah dia dari partai politik, praktisi media atau Orang pemerintahan.

****

"Permisi! Permisi! Paket! Paket!" suara laki-laki terdengar keras dari balik pagar rumah Arki

"Iya sebentar. Oma kebiasaan pesan barang online suka lupa." Gerutu Arki kemudian berjalan untuk membuka pintu.

Belum sampai di depan pagar, Arki sudah diberikan isyarat wajah untuk mengikuti kurir tersebut. Arki terdiam melihat kurir tersebut dan masih memikirkan arti isyarat tersebut, siapa yang mengirimkan kurir tersebut.

"Brengsek, apaan lagi sih ini." Gumam Arki sambil berjalan ke arah pagar.

Arki mengikuti kurir tersebut hingga tiba pada mobil Van hitam. Arki sedikit terkejut karena bertemu dengan petinggi partai politik yang dia temui sebulan lalu. Arki masuk ke dalam mobil Van tersebut dan kemudian dikemudikan untuk berkeliling komplek rumah Arki.

"Bagaimana kabarmu?" tanya petinggi partai tersebut

"Saya baik-baik saja, Pak Malik." Jawab Arki dengan sangat santai terhadap petinggi Partai Politik tersebut

"Arki, kesepakatan kita masih sama bukan?" Tanya Pak Malik dengan tatapan intimadasi

"Tentu pak. Bapak tidak perlu turun langsung untuk mengingatkan saya. Lagi pula anda menggaji banyak orang untuk mengikuti dan mengawasi saya 24 jam bukan?" Sindir Arki yang mengetahui bahwa Malik memiliki mata dan telinga disekitarnya

"Ternyata saya tidak salah pilih." Ucap Malik dengan senyuman tipis

"Sesuai kesepakatan, saya akan mengatur image pemerintah sebaik mungkin. Anda bisa duduk tenang dan menunggu banjiran simpati rakyat di sudut-sudut rumah anda." Arki mulai melakukan gayanya dalam meyakinkan orang

"Bayaran pertama akan kau Terima setelah kau sampai di depan rumahmu." Ucap Malik yang kemudian menoleh ke arah sebuah warung kecil. Selang 5 menit Arki diturunkan kembali ke tempat semula.

"Melkisedek. Dia yang membocorkan tentang kami bukan?" Tanya Arki sebelum pintu mobil itu di tutup

"Melkisedek? Dia hanya mitos buatan Biro Intelijen untuk menakuti partai politik. Aku tak pernah bermain dengan mitos." Jawab Malik yang mengisyaratkan Melkisedek tak ada hubungannya dengan mereka.

"Oh ya. Arki, kau seharusnya lebih sopan dengan Oma mu. Tadi kau tak menegurnya saat kita melewati warung di ujung jalan sana." Malik sepertinya sudah mengetahui semua tentang Arki

Mendengar ucapan Malik, Arki terkejut karena sepertinya tak ada tempat yang aman untuknya dan Oma Elis. Mobil Van tersebut kemudian berjalan meninggalkan Arki yang masih terdiam dan tak percaya apa yang dia dengar.

Ketika sampai di depan pagar rumah, Handphone Arki berbunyi, dia mendapatkan SMS banking bahwa saldonya bertambah 360 juta rupiah, dengan uang sebanyak itu Arki sama sekali tidak tertarik karena keberadaan Oma Elis sudah mulai terancam.

"Brengsek, Korupsi berkali-kali tapi hanya mampu membayarku segini." Umpat Arki yang kemudian berjalan masuk ke rumahnya.

Malam menjelang, Arki kembali bersiap menuju tempat kerjanya.

"Oma, saya jalan dulu. Pintu dan jendela sudah saya kunci. Nanti pintu depan oma kunci seperti biasanya." Arki berpamitan sebelum berangkat kerja

"Arki, jangan memaksakan diri. Jangan cari masalah lagi." Oma Elis menasehati cucunya

"Oma, kali ini Arki akan lebih berhati-hati lagi. Oma tidak perlu khawatir." Arki masih berusaha meyakinkan oma Elis

Arki kemudian pergi menuju kantornya. Perjalanan panjang tetapi cukuplah baginya untuk membayar kerinduan di tempat kerjanya.

"Masih hidup kau?" Ucap Boris yang hendak keluar

"Masih. Lihat aja kaki gue gak ngambang." Balas Arki sambil menunjukkan kakinya

"Eh langsung sapa si Hendrik..itu orang bikin pusing satu kantor semenjak kau dirumahkan." Ucap Boris

"Wah... Kualat lo ama orang tua." Balas Arki

"Terserah, paling kalo masuk neraka, aku pasti bertetangga dengan dia" Boris kemudian melanjutkan perjalanannya

"hahahaha.. Udah gila lo." Arki tertawa mendengar celotehan Boris

Sepanjang lorong tidak ada satu pun yang menyapa Arki, tatapan mata mereka penuh isyarat yang beragam dari terkejut hingga waspada..

"Bos..." Arki menyapa bosnya yang kebetulan berpapasan dengannya.

"Eh Arki langsung menuju ke ruangan." Ucap Hendrik sambil memberikan isyarat tangan

Arki pun berjalan masuk ke dalam ruangan Hendrik.

"Gila, jantung gue hampir copot pas tahu ada yang kurir klien ditangkap." Hendrik membuka pembicaraan sambil menawarkan sekotak camilan kepada Arki.

Dengan isyarat tangan Arki menolak tawaran camilan tersebut.

"Gue sekarang bukan mikirin itu bos. Gue hanya penasaran sama nama Melkisedek itu. Memangnya dia itu siapa?" Tanya Arki dengan rasa penasaran

"Gini ya Ki, pekerjaan kita ini yang tahu hanya founder kita dan klien-klien kalangan elit. Di antara mereka tidak mungkin ada yang berani membocorkan operasi kita kepada polisi. Ya ngapain gitu, mau bunuh diri?" Jawab Hendrik

"Tapi, Melkisedek. Meskipun semua orang percaya bahwa Melkisedek hanya ilusi yang dibuat oleh Biro Intelijen tapi gue yakin dia itu nyata?" Lanjut Hendrik

"Kok bos yakin dia itu nyata?" Tanya Arki

"Arki, kita ini yang meciptakan ilusi di masyarakat luas, masa kita tidak bisa membedakan mana yang ilusi dan mana yang nyata. Gue tahu informasi ini dari seorang informan di Intelijen, katanya nama si Melkisedek ini pernah sampai ke meja Perdana Menteri sebelumnya. Dihadapan Presiden dan Perdana Menteri, Kepala Biro Intelijen bahkan sudah mengkonfirmasi kalo benar Melkisedek itu ada." Jelas Hendrik

"Terus kenapa dia harus membocorkan operasi kita di kepolisian?" Tanya Arki

"Mungkin cara kerja kita mulai mengganggu dia." Jawab Hendrik

Arki masih belum bisa menerima keterangan Bosnya dengan yakin. Dia merasa ada yang tidak beres dengan Malik dan Melkisedek.

"Arki.. Mungkin gue terlihat tidak sehebat lo semua yang anak muda. Tapi gue sudah punya pengalaman lebih dari kalian yang ada di sini. Insting jurnalis gue masih tajam kok." Jelas Hendrik untuk meyakinkan anak buahnya itu.

"Bukan gue gak percaya sama bos. Hanya saja..... " Arki mengelak

"Kalo lo mau ketemu sama Melkisedek, lo tantang dia lewat materi berita yang lo buat nanti." Ucap Hendrik

Arki kaget mendengar saran Hendrik untuknya.

"Orang kayak Melkisedek itu selalu di atas angin, dan mereka paling benci sama lawan yang gak mudah menyerah dan menantang mereka dua kali." Lanjut Hendrik sambil menyodorkan sebuah laptop sebagai simbol mengajak Arki kembali membuat berita-berita yang lebih menantang

Arki pun terpacu untuk menemukan sosok Melkisedek yang dianggapnya dapat menjadi alternatif jika dia gagal menjalankan tugas dari Malik.

*****

Tayangan debat politik makin mendapatkan rating yang tinggi karena hadirnya seorang akademisi yang mampu mengangkat pamor partainya Malik. Masyarakat mulai tertarik dengan pembicaraan politik yang dianggap membawa suasana pendidikan politik di media massa. Simpati rakyat mulai bermunculan dan antipati mulai ditujukan pada Perdana Menteri. Sebenarnya ini tidak menguntungkan bagi Hendrik karena secara tidak langsung materi-materinya menjadi hambar di media massa. Para klien mulai merasa cara kerja Hendrik dan anak buahnya tidak mampu menandingi cara debat Akademisi populer tersebut. Akademisi itu bernama Sten Gregory.

"Aseeeek... Lo semua pada ngapain sih? Makan gaji buta?" Hendrik mulai memarahi anak buahnya dalam rapat

"Kenapa bisa materi-materinya lo semua dimentahkan sama si Sten? Dia punya apa? Cuma ilmu doang gak punya apa-apa kayak kita yang bahkan punya bocoran dari Intelijen" Lanjut Hendrik

"Bos, mungkin kita harus mengubah gaya materi kita lagi deh, atau mengubah sasaran pasar kita." Saran Husni

"Hah? Kalo gitu bubarin aja nih perusahaan, kalau hanya karena satu orang, lu harus merubah visi dan misi kita." Balas Hendrik

"Visi & Misi kita kan hanya uang." Timpah Boris

"Lo tau gak ris, pikiran lo yang kayak gitu yang bikin gue kadang mau mecat lo." Ucap Hendrik

Boris memberikan muka cemberut karena diancam sama Hendrik.

"Eh gue gak mau tahu ya, lo pelajari semua tentang Sten, terus lo cari materi yang diluar pengetahuan dia. Ingat kalo kita mau merubah target market kita maka kita harus menyingkirkan tulang dalam daging, karena kita gak bisa jalan lebih jauh kalau masih ada yang menusuk kita." Lanjut Hendrik yang kemudian berjalan meninggalkan ruang rapat.

Para staf makin tidak paham dengan kemauan Hendrik tetapi bukan itu lagi masalahnya bagi mereka. Mereka justru kebingungan untuk mengubah cara kerja mereka dari analisis berita menjadi analisis profil mendalam tentang seorang akademisi yang baru baik daun pasca penyerangan terhadap salah satu anggota parlemen. Hanya Arki sendiri masih terlihat santai dan terus melanjutkan pekerjaannya. Boris merasa bingung dengan Arki, biasanya Arki yang selalu vokal dalam memberikan ide tapi kali Arki diam seribu bahasa.

"Kenapa kau? Trauma kau ya? Hahahahahah!" Boris mulai mengganggu Arki

"Kagak, Cuma lagi buntuh aja nih pikiran." Jawab Arki

"buntah buntuh, alasan saja kau. Kau kayaknya kurang hiburan, mau kau kuajak ke lapangan baruku?" Boris mengajak Arki ke sebuah tempat hiburan, tempat di mana Boris sering bertemu kliennya.

"Gue sih aman-amanlah, kan masih bujang. Lah elu? Kagak ngeri kemarin karaokean di kelurahan dibanting sama bini lo?" Sindir Arki

"Eh darimana kau tahu?" Boris kaget karena Arki tak pernah pergi ke kompleks rumahnya

"Masa lo kagak tahu, waktu itu kan si Zul posting video lo di akun Facebooknya. Tapi lucu, lo tahu gak si Zul bikin caption apa?" Arki mulai berbalik menggoda Boris

"haduh! pakai caption pula. Apa captionnya." tanya Boris

"Laki Lucknut dihajar istri." Jawab Arki, sambil berjalan dengan cepat untuk menaiki tangga ke lantai atas.

Boris terdiam dan tak menyangka jika citranya telah dihancurkan oleh Zul

"Bresengsek si Zul, perkara tumbuk-tumbukan rumah tangga orang dihambur ke media. Kalau kudapat dia, ku kunyah jarinya satu-satu." Gerutu Boris sambil mengikuti Arki secara perlahan

Pukul 4 pagi, Arki kembali ke rumah. Dalam perjalanan dia cegat oleh beberapa orang, salah satunya orang bernama Yakob, orang kepercayaan Malik.

"Pak Malik ingin bertemu dengan anda, Pukul 9...." Belum selesai Yakob berbicara langsung dipotong oleh Arki

"Gue capek, beritahu dia, Hari minggu pukul 10, kebaktian kedua gereja Trinitas." Balas Arki yang sudah lelah

"Kalo memang anda tidak bisa bertemu di luar maka kami akan mengatur pertemuan di rumah Anda." Yakob dengan tenang menyampaikan alternatif pertemuan.

"Ya Tuhan... Oke. Di mana?" Arki menyerah dengan ancaman Yakob

"Supermarket Olympia. Tepat pukul 9 pagi. "Jawab Yakob dengan nada tegas

Yakob dan rekan-rekannya kemudian meninggalkan Arki. Arki sebenarnya ingin membuat dirinya tidak gampang diperintah oleh Malik, tapi Oma Elis adalah kelemahan Arki. Suka tidak suka, Malik telah berhasil "merantai" kaki Arki.

Tepat pukul 8.55 pagi, Arki memasuki supermarket Olympia dengan tampilan celana pendek dan Hoodie berwarna abu-abu, dengan santai menyusuri rak-rak yang tersusun di supermarket. Sambil melihat rak makanan ringan.

"Prak!!" suara benda jatuh di dekat Arki yang membuatnya kaget. Ternyata sekotak susu UHT yang jatuh, cipratan susu tersebut mengenai kaki hingga celana Arki.

"Aduh kak, maaf. Maaf, saya tidak sengaja." Ternyata seorang gadis tanpa sengaja menjatuhkan kotak susu tersebut. Sementara sedang membersihkan celana dan kakinya yang terkena cipratan susu, Arki melihat Malik sudah memasuki supermarket tersebut dan memberikan isyarat untuk mengikutinya. Dalam pikirannya ini adalah kesialan beruntun di pagi hari.

"Maaf ya kak.. Maaf ya kak." Gadis tersebut terus meminta maaf kepada Arki

"Oh tidak apa-apa. Hanya terkena sedikit. Sudah tidak apa." Ucap Arki yang kemudian berlalu mengikuti Malik.

Arki menyusul Malik kemudian diikuti Yakob dari belakang.

"Kerja bagus Arki. Saya tidak percaya kamu bisa membuat elektabilitas parpol pengusung perdana menteri menurun." Malik memuji Arki

"Itu bukan apa-apa. Sekarang apa mau anda?" Tanya Arki tanpa basa-basi

"Terus sudutkan Perdana Menteri dan naikan tingkat kepercayaan masyarakat untuk Presiden dan partai kami." Pinta Malik

"Itu pekerjaannya dobel." Balas Arki

"750juta. Ditambah 180juta sisa pembayaran kemarin." Tawaran Malik semakin tinggi

"Masa korupsi triliunan, tapi hanya membayar saya segitu? Bukankah saya menekankan dana kampanye anda?" Arki menolak harga yang ditawarkan Malik

"Lalu berapa?" Tanya Malik

"1 Miliar, dan tambahan 500juta." Arki mulai menentukan harga dari skill yang dia jual.

Mendengar itu Malik tertawa dengan geli kemudian melirik ke arah Yakob.

"LihatLah! kita berhasil membentuk pribadi serakah yang baru." Ejek Malik yang terus menertawakan tawaran Arki

"Iya atau tidak sama sekali." Arki mulai tersinggung

"Oke, pastikan pihak bank tidak memblokir rekening anda, karna akan saya kirimkan sekaligus melalui bank di Macau." Malik menyetujui harga yang ditawarkan Arki

Setelah itu Malik pergi sambil mengambil 400 gram daging dari mesin pendingin supermarket dan diserahkan kepada Yakob sebagai alibi mereka.

Arki pun ikut-ikutan mengambil daging karena tidak tahu harus membeli apa di sana. Setelah menunggu 5 menit Malik pergi, Arki mengantri untuk membayar daging tersebut.

"Wah dagingnya banyak sekali kak." Ucap seorang gadis yang mengantri di belakang Arki. Ternyata gadis yang tadi menjatuhkan susu kotak di dekat Arki.

"Iya. Kebetulan saya mau makan daging." Jawab Arki yang menoleh ke belakang

"Tapi kan oma Elis punya riwayat kolestrol." Ucapan gadis tersebut sontak mengagetkan Arki. Arki tidak percaya gadis yang baru saja dia temui ternyata mengetahui riwayat penyakit Oma Elis

Dengan raut wajah yang bingung Arki kembali menanyakan tentang identitas gadis tersebut.

"Kamu siapa ya? Kok bisa kenal oma Elis?" tanya Arki

"Eh! Kak sudah giliran kakak." Ucap gadis tersebut sambil menunjuk ke arah kasir

Arki kemudian berbalik dan berjalan ke arah kasir untuk membayar daging belanjaannya. Sesekali dia melihat ke arah gadis tersebut yang terus tersenyum ke arahnya. Hidup Arki seperti mulai diteror oleh orang-orang berpengaruh. Bahkan informasi pribadinya menjadi konsumsi mereka dengan bebas. Belum sampai ke pintu supermarket, Arki dicegat oleh gadis itu.

"Kak, sebagai permintaan maafku aku akan traktir kakak makan bubur ayam. Gimana?" tawar gadis tersebut sambil tersenyum.

"Oh tidak perlu, saya harus makan pagi di rumah dengan oma saya." Arki menolak karena merasa takut dengan gadis tersebut.

"Oma sudah makan jam 7 pagi, itu kebiasaan oma. Sedangkan kakak biasa sarapan pagi pukul 10 pagi." Ucap gadis tersebut dengan ekspresi wajah berubah datar.

"Oke! Kamu siapa sebenarnya? Orang suruhan Malik atau perdana menteri?" Arki mulai kesal dengan gadis tersebut.

"kita sarapan pagi dulu kak, baru bicara." Gadis tersebut tetap menawarkan sarapan pagi

Keduanya berjalan menuju warung bubur ayam yang terletak tidak jauh dari supermarket. Setelah memesan bubur ayam, Arki kembali menanyakan identitas gadis tersebut.

"Siapa kamu sebenarnya?" tanya Arki

"Kau mencari Melkisedek?" Gadis tersebut kembali mengejutkan Arki

"Iya... Eh bagaimana kau tahu?" Arki masih kebingungan

"Itu aku." Jawab gadis tersebut dengan gaya bicara yang lebih tegas

"Beritahu Malik, leluconnya kurang menarik." Arki tidak percaya dengan pengakuan gadis tersebut.

"Penguntit yang dikirim Arki sedang ditilang polisi, jadi kau bisa lihat disekitar sini, tidak ada orang-orangnya Malik." Ucap Gadis tersebut

"Melkisedek itu seorang perempuan?" tanya Arki

"Memangnya kau ada masalah apa dengan perempuan?" Tanya gadis tersebut

"Tidak ada masalah apa-apa, hanya jauh dari ekspektasi saya tentang Melkisedek." Jawab

Percakapan itu disela oleh pedagang bubur ayam yang mengantarkan pesanan mereka. Walaupun tangannya bergerak mengaduk bubur tersebut, tetapi matanya terus mengamati gadis tersebut.

"Makanlah sebelum dingin." Ucap gadis tersebut

"Kenapa anda membocorkan kantor kami ke polisi?" Tanya Arki

"Hanya ingin memberi sedikit peringatan." Jawab Melkisedek dengan santai sambil menyantap bubur ayam di depannya

"Kami hanya melakukan pekerjaan kami." Bantah Arki membenarkan pekerjaannya

"Kalian melewati batas yang sudah saya tentukan." Kata Melkisedek

"Batas yang mana?" tanya Arki

"Berkongsi dengan media hingga menghambat program pembangunan daerah tertinggal. Mengangkat isu agama untuk menghalalkan orang seperti Malik naik ke pucuk pimpinan.You didn't educate the people at all." Jawab Melkisedek dengan tatapan tajam

"Come on, don't be a hypocrite. You do the same as us." Arki membela pekerjaannya

"I'm sly but not petty. Saya membuat para politisi itu saling bertarung untuk memperoleh simpati rakyat tapi kalian membuat rakyat saling bertarung demi manusia serakah seperti mereka." Bantahan Melkisedek membuat Arki terdiam karena apa yang dia katakan itu benar adanya

"You are a smart person, but being smart is not enough if you don't have empathy for the people. This is my last warning, there is no next time for you." Ancaman Melkisedek membuat Arki justru tertantang.

"Ternyata kau orangnya perdana menteri." Arki kembali menuduh Melkisedek

"Mahendra Datta? Kau punya masa lalu yang buruk dengannya bukan? 1993? Di tahun itu aku sepertinya baru berusia 3 tahun." Melkisedek mulai menunjukkan cakarnya yang lebih tajam.

"Bagaimana kau bisa tahu?" Arki kembali terkejut dengan semua informasi yang dimiliki Melkisedek.

"Arki dengar. Saya berbeda dengan Malik. Saya bisa menjatuhkan Malik dengan mudah tapi saya pikir dalam dunia ini kita butuh orang baik dan orang jahat. Orang baik membuat kita bersyukur dan orang jahat membuat kita belajar." Melkisedek membuat kalimat panjang sebelum pergi meninggalkan Arki.

Melkisedek beranjak dari tempat duduknya dan memberikan isyarat kepada penjual bubur ayam untuk membayar dua porsi mangkok yang dia santap bersama Arki.

"Saya biasa mengerjakan pekerjaan saya hingga selesai. Jadi saya tidak jamin bahwa saya akan mengikuti saran anda." Ucap Arki sebelum Melkisedek benar-benar pergi

"Terserah anda saja.." balas Melkisedek sambil tersenyum.