Chereads / BINTANG ANARKI / Chapter 4 - LEPAS DARI MULUT HARIMAU, JATUH KE MULUT BUAYA

Chapter 4 - LEPAS DARI MULUT HARIMAU, JATUH KE MULUT BUAYA

Malam menjelang, tepat pukul 6 sore Arki mulai menyiapkan makan malam untuk oma Elis. Dipastikan lagi rasa makanan yang disediakan dengan sedikit mencicipnya.

"Oma, makanan sudah siap." Arki memanggil oma Elis yang sedang duduk menonton televisi.

Oma kemudian mematikan televisi kemudian berjalan menuju ruang makan. Wajah oma Elis terlihat pucat dan berjalan dengan pelan

"Ada apa oma? Oma sakit?" Tanya Arki yang menyadari perubahan omanya

"Entahlah Oma sepertinya tidak enak badan dari siang tadi. Mungkin kelelahan karena kegiatan lansia." Jawab Oma Elis yang duduk di meja makan, sesekali memijat lengannya sendiri

"Tadi oma makan daging lagi?" Tanya Arki yang curiga kalau kolesterol omanya naik

"Tidak Arki.. Mungkin memang oma saja yang kelelahan." Bantah Oma

"Ya, sudah Arki ijin sehari ya buat jaga Oma. Besok pagi kita ke rumah sakit lagi buat cek." Ucap Arki dengan nada khawatir

"Tidak perlu. Oma bisa jaga diri sendiri. Kamu tidak perlu terbeban dengan oma." Ucapan Oma begitu mencurigakan seakan akan ada pertanda buruk

"Oma bicara apa sih? Menjaga oma sendiri kok dibilang beban?" Arki sedikit tersinggung dengan kata-kata oma

Oma hanya tersenyum mendengarkan ucapan cucunya. Sesekali dia melihat ke arah foto ayahnya Arki semasa kecil yang terpajang di dinding ruang makan. Hari itu Arki memutuskan untuk menjaga omanya dan meminta izin karena tidak bisa masuk kerja pada atasannya.

"Bos hari ini, gue libur ya. Oma gue sakit dan gue gak bisa ninggalin oma sendiri di rumah." Arki minta ijin kepada Hendrik melalui saluran telepon

"Arki, lo tahu kan kita lagi buru deadline?" Hendrik sepertinya enggan memberikan ijin

"Bos, gue gak bisa ninggalin oma gue sendiri. Besok gue bawa oma ke rumah sakit buat cek kesehatannya. Gue janji gue akan maksimal buat pekerjaan gue lagi." Arki masih memohon ijin Hendrik

"Ya sudah, gue ijinin hari ini. Tapi besok gue minta kerja maksimal lo." Hendrik mengiyakan permintaan Arki

"Terima kasih bos." Ucap Arki dengan lega

**********

"Gimana dokter?" Arki menanyakan kondisi Oma Elis

"Kamu ini, sudah saya ingatkan untuk mengantarkan Oma Check-Up rutin tapi tidak kamu lakukan." Dokter menegur Arki yang sering lupa mengantarkan Oma Elis

"Maksudnya?" tanya Arki

"Hari ini Oma rawat inap, tekanan darahnya sangat tinggi. Kadar kolesterol oma juga cukup tinggi." Dokter memberikan penjelasan pada Arki yang masih bingung dengan ucapan dokter sebelumnya

"Dokter memangnya oma jarang check-up?" Tanya Arki lagi

"terakhir kali 3 bulan yang lalu, sebelum libur Natal. Seharusnya setiap bulan buat dicek tekanan darah, jantung dan kolesterolnya." Jawab dokter sambil menulis beberapa resep yang diserahkan kepada perawat

Mendengar keterangan dokter, Arki sangat terkejut karena setiap bulan oma selalu memberitahu bahwa Oma sudah melakukan check-up. Arki sadar semua ini kesalahannya karena lebih fokus pada pekerjaannya dan lupa merawat Oma Elis. Setelah menunggu 1 jam, Oma Elis dipindahkan dari ruang IGD ke ruang rawat inap.

"Oma, Arki minta maaf sudah lupa buat merawat Oma." Ucap Arki sembari mengenggam tangan Oma Elis

"Tidak apa. Kamu harus hidup untuk mimpi kamu. Oma yang minta maaf karna sudah membuat kamu memikul beban." Balas oma dengan suara rendah

"Dari mana Oma dapat kata-kata seperti itu? Dari sinetron?" Tanya Arki yang telah meneteskan air matanya

"Tidak ada yang menahan dan ditahan. Kita sudah hidup sewajarnya dan saling menjaga." Sambung Arki

"Oma sudah tahu pekerjaanmu. Kamu menahan semua kemampuanmu hanya karena Oma. Oma takut kehilangan cucu oma, tapi oma juga tidak sanggup melihat cucu oma menjadi orang yang selalu terikat pada rasa takut." Ucap oma Elis

Arki terkejut mendengar ucapan Oma Elis. Sesuatu yang ditakuti olehnya kini terjadi. Dia ingin melindungi Oma Elis dari kehidupan rahasianya.

"Kamu tahu kematian itu tidak buruk, bagi nenek tua sepertiku?" Lanjut Oma Elis

"Oma..." Panggil Arki

"Tidak buruk sama sekali. Hanya saja, ketika oma sadar bahwa kamu akan hidup sebatang kara, membuat Oma memohon sehari demi sehari di hadapan Tuhan agar bisa bertahan hidup." Oma mulai menitikan air mata

"Tidak ada yang akan pergi." Arki berusaha meyakinkan oma Elis

"Aku sangat merindukan putraku, tapi hatiku selalu sakit untuk membayangkan cucuku kehilangan satu-satunya anggota keluarga yang dimiliki." Air mata Oma Elis mengucur dengan deras.

Arki tidak tahan mendengar kata-kata Oma Elis, tetapi tidak sanggup untuk menghentikannya. Dia hanya memandang ke arah dinding untuk menghindari kontak mata dengan Oma Elis, seolah berusaha untuk mengendalikan kesedihannya sebagai seorang cucu

"Jika kali ini oma menyerah, kamu harus kuat menghadapi rasa takutmu sendiri. Kehilangan itu menyakitkan tapi waktu akan membiasakan kamu. Dari kesedihan menjadi kemarahan. Lalu kerinduan..."

"menjadi penyesalan tanpa batas." Arki menyela perkataan Oma. Arki kemudian mengarahkan pandangannya kepada Oma Elis yang paham akan kata Arki

"Aku hidup dalam ketakutan, tapi Oma hidup dalam penyesalan." Lanjut Arki, mendengarkan ucapan sang cucu, Oma Elis hanya bisa memandang lirih.

Arki kemudian melepaskan genggamannya dan beranjak pergi meninggalkan ruang rawat inap. Baru saja keluar dari ruang rawat inap, Arki sudah disambut dengan senyuman Boris yang ternyata mengantarkan beberapa kebutuhan yang dipesan oleh Arki. Dibandingkan semua rekan kerjanya, hanya Boris menjadi teman dekatnya dan terbiasa terhubung dengan kehidupan di luar pekerjaan dengan mereka berdua.

"Oma Elis gimana?" Tanya Boris sesekali menengok ke arah jendela ruangan inap Oma Elis

"Gak begitu baik. Ternyata oma selalu melewatkan jadwal check-up. Tekanan darahnya tinggi, kolesterolnya parah banget. " Jawab Arki yang memberikan isyarat pada Boris untuk duduk di bangku koridor rumah sakit

Boris dan Arki kemudian duduk di bangku koridor. Boris memberikan pesanan Arki yang berisi makanan dan minuman untuk Arki serta beberapa perlengkapan untuk oma Elis.

"Eh kau abis nangis?" Tanya Boris yang melihat mata sembab Arki

"Iya." Jawab Arki

"Oh." Boris tak ingin bertanya lanjut karena tidak ingin membuat Arki lebih sedih. Dia paham bahwa Arki mudah sedih jika sesuatu yang buruk terjadi pada Oma Elis.

"Bang, lo bisa jagain oma selama 1 jam?" pinta Arki

"Bisa. Emang Lo mau ke mana?" Boris menyanggupi permintaan Arki

"Gue balik ke rumah dulu mau ngambil pakaiannya oma, sama Alkitabnya." Jawab Arki

"Terus ini gimana?" Tanya Boris sambil menunjuk ke arah bungkusan pesanan Arki yang dia bawa.

"Abang tolong bawa ke dalam ruangan. Sambil temani oma di dalam." Jawab Arki yang kemudian memakai hoodienya

"Oke, tadi Ester bilang nanti kalo memang kau kesulitan di sini, biar dia datang bantu jagain oma Elis." Tawar Boris

"Ah, gak apa-apa. Kasihan kak Ester bolak-balik. Paling hanya beberapa hari saja." Arki menolak bantuan Boris dan Istri

"Ya udah bang, gue balik dulu." Pamit Arki

"Hati-hati di jalan." Balas Boris yang kemudian masuk ke ruangan Oma Elis

Arki berjalan ke arah parkiran untuk mengambil motornya. Ternyata Jaleswari sudah menunggunya dengan gaya santai, Jaleswari menawarkan segelas minuman dingin. Arki tidak begitu senang dengan kehadiran Jaleswari. Ekspresi kekesalan begitu terlihat dari raut wajah Arki. Arki melangkah maju ke arah dengan cepat ke arah Jaleswari dan kemudian mendorongnya ke tembok pembatas dengan keras.

"Ngapain lo ke sini?" Tanya Arki

"Gue Cuma mau bantu antarin pakaian buat Oma Elis." Jawab Jaleswari

"Gak perlu. Lo gak teliti baca profile Oma gue? Dia gak suka makai pakaian yang dipilih orang lain, apalagi orang asing kayak lo." Balas Arki dengan ketusnya

"Kebiasaan lama lo gak hilang-hilang ya?" sindir Jaleswari

"Apa?" Arki tak percaya dengan sindiran yang dia dengar

"Lihat dulu baru simpulkan, Oma lo suka atau enggak." Lanjut Jaleswari sambil membuka bungkusan pakaian yang ternyata pakaian Oma Elis sendiri. Kekesalan Arki memuncak karena Jaleswari sudah terlalu memasuki kehidupan pribadinya dan Oma Elis. Tanpa peringatan Arki memukul tembok tepat di samping telinga Jaleswari. Tak ada ekspresi terkejut apalagi ketakutan yang ditunjukkan oleh Jaleswari. Raut kekesalan Arki dibalas dengan senyuman tipis dan tatapan intimidasi ala Jaleswari.

"3 hari yang lalu Oma Elis menggunakan jasa laundry. Pakaian yang diberikan cukup banyak. Nih catatannya. Jangan kaget, akte kematian aja bisa gue bikin dalam waktu 5 menit apalagi nota laundry." Ucap Jaleswari sambil menyodorkan nota laundry milik Oma Elis.

"Seorang Jaleswari tertarik pada wanita tua dan nota Laundry." Arki mulai merasa geli dengan cara Jaleswari mengikuti Oma Elis

"Tapi gue lebih tertarik Oma Elis bertemu dengan Malik di tempat Laundry." Balasan Jaleswari membuat Arki terkejut

"Oma lo keren juga bisa janjian ketemu sama Malik." Sambung Jaleswari.

"Bajingan." Gumam Arki yang kemudian berjalan mundur secara perlahan

"Dari awal udah gue bilang, lo jangan ikut permainan Malik. Dia lebih brengsek dari semua politikus." Jaleswari kembali menceramahi Arku

"Oma gue juga udah tahu semuanya. Soal pekerjaan gue." Ucap Arki yang masih mencari kesimpulan dari kejadian yang dia alami. Tetapi, kembali Jaleswari menyeringai keadaan Arki.

"Ambil nih! Gue gak bisa lama-lama. Masyarakat lagi dijajanin kehidupan privasi orang sama Media. Gue mau beresin." Ucap Jaleswari sambil menyodorkan bungkusan pakaian Oma Elis

"Siapa lagi?" Tanya Arki

"Biasa artis bokep sama pacarnya, buat nutup kasus korupsinya Mahendra." Jawab Jaleswari

"Setelah itu apa?" Arki kembali bertanya seolah tahu bahwa Mahendra punya amunisi pengalihan isu

"Pejabat yang bermasalah visa, Artis selingkuh sama pejabat partai Marinduri. Oh ya sama Kasus penipuan investasi." Ujar Jaleswari yang kemudian pergi dengan santai dari hadapan Arki

Arki sendiri bingung bagaimana harus memperlakukan Jaleswari, sebagai kawan atau lawan karena dia seperti telah masuk dalam politik media massa.

********

"Ki, makan dulu. Ester sudah siapkan makan buat kau." Bisik Boris pada Arki

"Gue belum lapar bang." Balas Arki

"Belum lapar gimana? Dari kemarin kau belum makan apa-apa. Ayolah makan dikit aja. Atau aku temani kau makan? " Bujuk Boris sambil memegang bahu Arki

"Gak usah bang. Gue gak apa-apa." Arki kembali menolak

"Ki, orang yang bersedih juga butuh tenaga. Oma Elis juga gak akan mau kau seperti ini." Ucap Boris

Arki sadar akan perkataan Boris, kalo dia tidak bisa terus-terusan dalam kondisi seperti ini. Dia harus bertahan agar kematian Oma Elis tidak sia-sia. Setidaknya Oma Elis menyerah demi membuat Arki lebih berani menghadapi orang-orang yang bertanggungjawab atas kematian kedua orang tuanya. Arki pun beranjak dari tempat tidurnya dan menuju ke ruang makan. Ester sendiri sudah menyiapkan makanan untuk Arki.

"Arki, sudah kumasakan makanan buat kau. Habiskan ya!" Celoteh Ester

"Iya kak, Terima kasih."balas Arki

"Eh... Ngapain kau ambil piring sendok?" Tanya Ester yang melihat Boris mulai mengambil piring dan sendok

"Ya buat makanlah. Masa mau ngaduk semen?" Balas Boris

"Jangan aneh-aneh ya. Jangan bikin pikiran orang aku istri yang malas. Nanti katanya tak kau masakan suamimu di rumah?" Marah Ester

"Halah... Di sini hanya ada tetangganya Arki, bukan tetangga kita. Kau banting piring di sini juga paling dibilang oh itu kucing." Jawab Boris dengan gaya santainya

"Jangan kau ajarkan aku ya soal ilmu pengetahuan bertetangga ya bang." Ester mulai kesal dengan jawaban Boris

"Ini saya jadi makan atau tidak?" Tanya Arki

"Eh... Lupa. Makan Arki, maaf kebiasaan buruk rumah tangga." Jawab Ester sambil menyodorkan Bekal nasi dan lauk untuk Arki

Arki mulai memakan makanan yang dibawa Boris dan Istri ke rumah. Arki sebenarnya masih mengalami kesedihan karena kehilangan Oma Elis. Oma Elis meninggal dalam tidurnya setelah selesai mendoakan Arki dari tempat tidur rumah sakit. Selama ini Oma Elis bertahan untuk melindungi Arki, tapi setelah dia tahu bahwa dirinya dijadikan taruhan agar Arki tunduk kepada pejabat seperti Malik, dia menyerah dan menghentikan pengobatan. Dua minggu setelah kematian Oma Elis, Arki kembali bekerja, tidak lagi dengan rasa takut ataupun terintimidasi tapi dengan rasa percaya diri dan lebih berani.

Seperti biasa pukul 6 Sore, Arki mulai memacu motornya menuju ke tempat kerjanya. Sesampainya di tempat kerja, Arki langsung menuju ke ruang Hendrik. Sebagai pemimpin redaksi, Hendrik tidak ingin membuat Arki tertekan di tengah rasa duka.

"Ki, tulisan lo udah selesai?" Tanya Hendrik dengan intonasi yang rendah

"Udah bos. Coba dicek dulu." Arki menyodorkan tulisannya

Hendrik memeriksa tulisan Arki, baru membaca judul dan setengah paragraf, Hendrik langsung mengernyitkan dahinya. Dia merasa tulisan Arki terlalu frontal menyerang Mahendra Datta, dan klien mereka pasti menolaknya.

"Ganti deh, Mahendra orang yang menakutkan. Gue takut dampaknya kena kita nanti." Ujar Hendrik menolak

"Bos, lo mau kita dipercaya klien lagi kan? Ini kuncinya" Ujar Arki sambil menunjuk ke arah kertas tulisannya

"Benar. Tapi klien kita juga orang-orang partai. Lo pikir Mahendra gak tahu soal mereka?" Tanya Hendrik

"Let's be honest, kita gak bergantung pada rakyat. Kita bukan media resmi. Kita bergantung pada klien, tugas kita membuat mereka terkenal tanpa terancam. Kalo gini caranya gue gak lolosin tulisan lo. Sorry, bikin berita ecek-ecek aja. Artis selingkuh kek, konflik sesama artis kek, terserah. Asal jangan Mahendra Datta." Lanjut Hendrik yang kemudian mengembalikan tulisan Arki

"Bos... Yakin gak mau Terima tulisan gue?" tanya Arki

"Gak. Terserah lo mau apain tulisan lo." Jawab Hendrik

"Oke. Kalo gitu gue ambil ya, jangan diklaim kalo udah booming." Ujar Arki

"Iya yakin. Jam 3 subuh deadline lo buat bikin tulisan penggantinya. Empat tulisan tentang Asuransi kesehatan dan Maladministrasi di Rumah Sakit Sayap Amerta. Jangan bawa masalah Investasi pulau Pandan lagi ya ke meja gue." Balas Hendrik sambil melanjutkan pekerjaannya di depan laptop

"Oke bos.. Jam 3 subuh." Jawab Arki yang kemudian keluar dari ruangan Hendrik.

Arki sendiri memiliki ide untuk menyebarkan tulisannya, ditambah dia memiliki bukti adanya pelanggaran dalam investasi pulau Pandan. Bukti yang dia dapatkan dari seseorang yang terpercaya, walaupun tidak ada gratis tapi setidaknya ada kemajuan bagi dirinya untuk menghancurkan Mahendra Datta. Kali ini Bintang Anarki sudah berubah menjadi mata pena yang tajam dan tak harus terikat pada apapun.

Pukul 5 pagi, Arki telah sampai di rumahnya. Malam yang panjang baginya untuk mengejar target dari Hendrik. Sesampainya di depan pagar rumah, Arki dikagetkan oleh ajudannya Malik yang ternyata telah menunggu di depan rumah Arki.

"Pak Malik ingin bertemu. Di tempat biasa, pukul 9 pagi." Pemberitahuan yang sangat singkat padat dan jelas dari seorang ajudan yang kemudian pergi seperti tidak terjadi apa-apa

"Brengsek, gue cuma istirahat 3 jam lebih. Dia pikir dia sendiri yang sibuk apa?" Gerutu Arki sambil membuka kunci pagar rumahnya.

*********

Seperti biasa Arki, datang ke Supermarket Olympia. Malik menghampirinya dengan gayanya yang angkuh.

"Arki, bagaimana ini? Saya mulai didesak karena uang yang saya keluarkan tidak sebanding dengan kualitas yang kamu berikan." Ujar Malik

"Bukankah Sten Gregory sudah cukup?" Tanya Arki

"Sten Gregory, hanya cemilan yang tidak begitu mengenyangkan. Saya membutuhkan hal lainnya. Bahan tulisan kamu seharusnya menjadi bonus tambahan untuk harga yang saya bayarkan." Ujar Malik

"Apa anda yakin? Saya takut anda tidak akan sanggup menerima konsekuensinya." Arki menantang Malik

"Coba saja, mungkin itu akan sedikit mengobati kekecewaan saya." Balas Malik

"Baiklah kalau begitu. Duduk dan tunggulah." Ucap Arki yang kemudian berlalu. Kali Arki yang berjalan terlebih dahulu ke arah kasih sambil membawa daging kemasan yang dia pilih. Malik tertawa sinis melihat perilaku Arki yang mulai berubah seperti seorang serigala

Dua hari setelah pertemuan Arki dan Malik, bergulir sebuah thread di media sosial yang membongkar kasus pelanggaran Hak Asasi Masyarakat Pulau Pandan. Seketika kasus itu menjadi berita yang viral dalam sehari saja. Dalam seminggu media nasional membahas thread tersebut. Jaleswari tidak begitu terkejut dengan tindakan Arki, hanya saja dia merasa sedikit kesal dengan perbuatan Arki seperti seorang pencuri show.

"Bajingan brengsek, gue yang membersihkan jalan tapi dia yang menguasainya." Umpat Jaleswari sambil membaca thread Arki di media sosial

Awalnya kasus tersebut dibantah oleh Partai pengusung Mahendra Datta, tetapi kemudian melalui Threadnya, Arki mengunggah berbagai bukti melalui rekaman audiovisual dan dokumen pendukung lainnya.

"Begini pak, bapak saya dibunuh tapi mereka buat seolah-olah kecelakaan. Kami juga ingin berkembang tapi jika kami diusir seperti ini dari kampung halaman kami, bukankah ini keterlaluan? Masyarakat mana yang mau mereka kembangkan? Masyarakat pulau ini atau masyarakat di luar pulau?" Rekaman wawancara dengan putra kepala desa dari Pulau Pandan. Tak hanya rekaman tersebut, Arki juga menyebarkan hasil autopsi jenazah kepala desa tersebut yang mengidentifikasi bahwa kepala desa Pulau Pandan, tidak meninggal karena kecelakaan melainkan karena penganiayaan berat. Bukti audiovisual adanya kekerasan terhadap warga asli pulau Pandan yang masih mempertahankan hutan adat mereka agar tidak ditebang oleh pekerja dari perusahaan milik menantu Mahendra Datta. Arki seperti mengeluarkan seluruh amunisinya untuk menghancurkan Mahendra Datta.

Malik yang membaca semua thread viral tersebut seperti memakan buah simalakama, Arki berhasil memenuhi keinginannya tetapi dirinya sendiri telah mengecewakan Mahendra. Merasa tak enak hati, Malik langsung menemui Mahendra Datta secara sembunyi-sembunyi di kediaman pribadinya. Kedatangan Malik disambut hangat oleh istri Mahendra yang telah menganggap Malik seperti anak sekaligus adiknya sendiri.

"Malik, bagaimana kabarmu?" tanya istri Mahendra

"Baik kak, bagaimana kabar kakak?"Ucap Malik

"Baik. Kamu sudah makan atau belum, nanti kakak siapkan makanan buat kamu." Istri Mahendra menawarkan makan malam untuk Malik

"Tidak perlu kak, saya tidak bisa lama-lama di sini. Kak, abang di mana ya?" Malik menanyakan keberadaan Mahendra.

"Ya sudah kalau begitu nanti kakak kirim makanan buat Nasyah ya? Anggap saja sebagai hadiah dari kakak buat putri kamu karena berhasil masuk kedokteran." Istri Mahendra memperlakukan Malik dan keluarga dengan sangat baik

"Oh ya, abang kamu lagi di halaman belakang sama Mahanta." Sambung Istri Mahendra sambil menunjuk ke arah taman belakang rumah megah mereka

"Kalau begitu saya ke sana ya kak." Ucap Malik yang kemudian berjalan ke arah taman belakang

Di taman belakang, Mahendra sedang bermain dengan cucu pertamanya. Mahanta adalah penghibur hati Mahendra ketika dia dibuat pusing oleh urusan politik dan negara. Walaupun hanya setengah jam tetapi tawa cucunya sudah seperti pemberi semangat baginya. Tertawa Mahendra terhenti saat melihat kehadiran Malik.

"Nak, main dulu sama nanny ya, kakek ada tamu." Ujar Mahendra.

"Tapi nanti kakek jadi beliin Anta hadiah kan?" tanya polos Mahanta

"Iya nak. Nanti kakek beli yang banyak, sampai Anta bosan." Jawab Mahendra yang kemudian memberikan isyarat pada pengasuh Mahanta untuk mengambil cucunya

"Janji ya kakek." Ucap Anta dengan gaya imutnya

"Iya. Anta main di dalam ya." Mahendra memberikan Anta kepada pengasuh yang kemudian masuk ke dalam rumah mereka. Malik berjalan ke arah Mahendra setelah diberikan anggukan oleh Mahendra.

"Bagaimana Malik?" tanya Mahendra sambil mengambil boneka Mahanta yang tertinggal.

"Bang, saya minta maaf soal Bintang Anarki." Ucap Malik dengan menyesal

"Sudah kubilang, anak muda zaman sekarang tidak punya integritas. Mereka tidak hanya membutuhkan uang tapi juga pengakuan." Balas Mahendra dengan ekspresi datarnya

"Saya tidak tahu kalau dia akan sefrontal ini." Lanjut Malik

"Jadi, ada solusi untuk menyelesaikan masalah?" tanya Mahendra, tetapi Malik masih terdiam seperti belum menemukan solusi

"Jika tanganmu hancur dalam kecelakaan, maka dokter akan mengamputasinya agar tidak terinfeksi dan mengancam nyawamu dikemudian hari. Malik?" Sambung Mahendra

"iya bang." sahut Malik

"Jalankan operasi untuk menangkap mereka semua. Hendrik dan para pengikutnya harus ditangkap atas dasar penyebaran kebohongan publik terhadap pemerintah dan menjalankan kegiatan jurnalis secara ilegal." Perintah Mahendra

"Baik bang!" Malik mengiyakan perintah tersebut

"Satu hal lagi. Jangan datang ke rumahku hanya untuk membicarakan masalah sepele seperti ini. Bahkan pohon di luar sana pun memiliki mata dan telinga. Kau harus menyelesaikan masalah seperti ini sendiri" teguran Mahendra untuk Malik

"Maaf bang. Saya akan lebih berhati-hati." Ujar Malik

"Kalau begitu kau bisa pergi sekarang. Salam untuk ibu dan keluargamu. Maaf, saya belum sempat memberikan hadiah kelulusan untuk Nasyah." Ujar Mahendra walaupun dia adalah orang yang kejam tetapi Mahendra selalu memperhatikan keluarga dari orang-orang yang mengikutinya.

"Tidak apa-apa bang. Terima kasih atas kebaikannya. Saya pamit pulang dulu." Malik berpamitan pada Mahendra yang kemudian dibalas dengan anggukan kepala Mahendra.

Suasana di kantor Arki, berjalan seperti biasanya tetapi tepat pukul 9 malam, kantor rahasia mereka digrebek oleh pihak yang berwajib. Hendrik dan anak buahnya ditangkap, termasuk Boris. Arki yang kebetulan sedang mengantarkan materinya ke klien justru terhindar dari penangkapan tersebut. Beruntungnya Hendrik sudah mempersiapkan semuanya sehingga anak buahnya tidak harus mengalami banyak masalah akibat penangkapan tersebut. Semua data anak buahnya dipalsukan sehingga seolah-olah mereka tak memiliki keluarga yang terkait. Mereka ditangkap atas dasar menjalankan usaha ilegal dan penyebaran berita bohong. Dalam waktu 30 menit semua klien Hendrik yang tak lain adalah beberapa media massa nasional pun kelabakan karena takut jika nama mereka diseret, terutama para pemilik media massa yang berafiliasi dengan partai politik.

Arki yang baru tiba pun terkejut melihat deretan kendaran petugas sejauh satu kilometer dari kantornya. Bergegas dia mulai mengubah rute perjalanannya. Hanya ada dua orang yang dia curigai sebagai dalang informan, yang pertama Mahendra, yang kedua Jaleswari.

Arki memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah. Dia meninggalkan motornya di sebuah tempat rahasia yang sudah disiapkan sebelumnya. Menumpangi bis malam dan berhenti di depan jalan masuk sebuah losmen. Malam itu Arki memutuskan untuk menginap di losmen, walaupun dia terkejut tapi setidaknya dia sudah menyimpan bukti-bukti yang dia kumpulkan di tempat yang aman. Namun, malam begitu panjang baginya yang terbiasa bekerja di malam hari. Arki tidak dapat memejamkan mata, karena mengingat nasib teman-temannya.

"Ah.. Sial! Kenapa bisa seperti ini?" gumam Arki. Dalam pikirannya dia membayangkan jika Hendrik, Boris, Zul dan lainnya harus turut menanggung akibat karena dirinya. Dia akhirnya memutuskan untuk kembali meminta bantuan pada "Sumber terpercaya"

"Gue harus menyelamatkan teman-temannya gue. Kalau pun gue harus mencium kaki orang, gue gak peduli. Kali ini gue harus tepatin janji gue ke Oma, gak akan ada yang terluka." Ujar Arki dalam kesunyiannya.

Pagi harinya Arki bersiap untuk bertemu sumber terpercayanya, menggunakan handphone biasa yang dia beli di toko handphone jalanan dia menelpon sumber terpercayanya.

"Halo pak, ini saya Arki." Arki memperkenalkan dirinya di telpon

"Iya...." jawab seorang pria dengan suara yang berat

****BERSAMBUNG****

ARKI SEPERTI TERLALU BANYAK MENCIPTAKAN LINGKARAN "PERTEMANAN" MEMBUAT SEMUANYA SALING BERTINDIH DAN BERIRISAN SATU SAMA LAIN. TETAPI DARI SEMUA KEMELUT INI APAKAH DIA BERHASIL MEMBEBASKAN TEMAN-TEMANNYA DARI CENGKARAMAN MAHENDRA DAN MALIK? TUNGGU CERITA SELANJUTNYA YA READERS

TERIMA KASIH SUDAH MAMPIR UNTUK MEMBACA CERITAKU. SALAM HANGAT BUAT KALIAN SEMUA