Rangga yang mendengar suara seperti jendela sedang dicongkel, langsung terbangun. Diapun mengucek mata dan mempertajam pendengarannya.
Ternyata memang benar, Rangga mendengar suara jendela sedang dicongkel dari arah luar.
'apa ada pencuri?' batin Rangga bertanya-tanya.
Rangga bergegas keluar dari kamar dan menuju ruang keluarga terlebih dahulu. Mencoba memastikan apakah isteri dan putrinya tidur di depan televisi apa sudah pindah ke dalam kamar.
Rangga merasa lega saat melihat di ruang keluarga kosong, itu artinya istri dan putrinya sudah pindah ke dalam kamar.
Sekarang tugasnya hanya meringkus pencuri yang berusaha masuk ke dalam rumahnya. Rangga tidak tahu jika mereka bukan ingin mencuri, melainkan ingin melumpuhkannya.
Rangga yang memang jago beladiri tidak merasa takut, jika pencuri itu masuk ke dalam rumahnya dan mencoba menyerangnya.
Rangga hanya takut jika pencuri itu menyakiti istri dan putrinya, itu sebabnya Rangga mengetuk pintu kamar istrinya dengan pelan, dan masuk saat menyadari istrinya tak mengunci pintu kamar.
Sedangkan Dewi yang baru saja selesai melaksanakan salat tahajud, sedikit terkejut saat tiba-tiba seseorang mengetuk pintu dan membuka pintu kamarnya.
Namun sedetik kemudian dia merasa lega saat melihat jika yang masuk kedalam kamarnya adalah Rangga.
Saat Dewi ingin bersuara, Rangga menempelkan telunjuknya pada bibir Dewi. Membuat Dewi merasa heran kenapa Rangga suaminya bertingkah seperti itu.
"Sebaiknya Mama kunci pintu kamar, sepertinya di luar ada pencuri yang mencoba masuk," ujar Rangga berbisik pada istrinya.
Dewi yang mendengarnya langsung terkejut, dia tak menyangka jika ada seseorang yang mau mencuri di dalam rumah . Karena tidak pernah sekalipun ada pencuri yang masuk kedalam rumahnya, meskipun mereka tak memiliki satpam satu pun.
Tetapi kenapa kali ini ada seseorang yang mencoba masuk, membuat Dewi curiga jika itu bukanlah pencuri.
"Apa papa yakin jika itu pencuri? Mama tidak yakin sama sekali," ujar Dewi dengan suara pelan seperti yang Rangga lakukan.
Rangga langsung tersadar, apa yang dikatakan istrinya benar, karena memang tidak mungkin ada pencuri yang masuk kedalam rumahnya.
"Sebaiknya mama kunci pintu kamar sekarang biar papa cek dulu."
Namun, saat Rangga ingin meninggalkan kamarnya, Dewi langsung memegang pergelangan tangan Rangga, dia tidak ingin Rangga keluar dan mengeceknya sendiri.
"Mama ikut," ujar Dewi yang membuat Rangga langsung terkejut.
"Tidak Ma, mama di sini saja dan kunci pintu kamar, biar papa yang keluar."
Dewi menggelengkan kepala pelan, dia tidak setuju dengan yang dikatakan oleh suaminya, karena Dewi begitu takut jika nanti seseorang yang mencoba masuk itu melukai suaminya.
"Sudah Ma, mama tenang saja, jangan khawatirkan Papa," ujar Rangga berusaha menenangkan istrinya.
Dewi akhirnya mengangguk, walau sebenarnya dia begitu berat. Dewi pun berharap jika Rangga baik-baik saja dan seseorang itu tidak melukai Rangga.
"Cepat kunci pintunya Ma, jangan pernah keluar sebelum papa yang menyuruh mama untuk keluar," ujar Rangga setelah dia keluar dari kamar istrinya.
Rangga bergegas ke ruang tamu, di mana suara congkelan jendela masih terdengar, sepertinya seseorang yang yang mencoba masuk sulit untuk membuka jendela.
Namun saat Rangga ke ruang tamu, ternyata mereka sudah berhasil membuka jendela dan terlihat ingin masuk, meski gelap Rangga bisa melihat jika mereka lebih dari dua orang.
Rangga langsung menyalakan lampu, membuat ketiga pria yang berhasil masuk ke dalam merasa kaget. Mereka pun saling pandang antara Rangga dan ketiga pria tersebut.
Rangga tak menyangka jika ada seseorang yang berani masuk ke dalam rumahnya. Dia terus menatap tajam kearah ke-3 pria yang ada di hadapannya, begitu juga sebaliknya.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Rangga berusaha tenang menghadapi ketiga pria yang tidak tahu apa tujuannya.
Pria yang berjaket tersenyum menyeringai, ternyata seseorang yang akan dilumpuhkan nya adalah pria yang terlihat lemah, dan sepertinya akan sangat mudah dilumpuhkan. Bahkan jika dirinya sendirian tanpa teman-temannya, pikir pria yang berjaket hitam sembari terus melihat mangsanya.
"Kamu pikir kami kesini ngapain?" tanya seseorang yang memegang senjata tajam juga menganggap Rangga remeh, karena Ranga terlihat lemah seperti pria pada umumnya.
"Kalau aku tahu pastinya aku tidak akan bertanya."
Rangga pun tersenyum dan menuju kursi yang ada di ruang tamu.
Mereka semua langsung memasang ancang-ancang saat Rangga mulai berjalan. Namun, mereka kaget dengan apa yang dilakukan Rangga, karena Rangga ternyata malah duduk di kursi sembari terus melihat ke arah mereka dengan tersenyum.
"Sebaiknya kalian pergi jika tidak ada urusan lagi, sebelum aku marah dan menghajar kalian."
"Cuih." Pria yang memakai jaket meludah ke samping, karena ternyata mangsanya menganggapnya remeh, padahal mangsanya hanya sendirian.
Namun, keberaniannya pantas untuk diacungi jempol.
"Sebaiknya kita selesaikan sekarang," ucap salah satu dari mereka.
Mereka mengangguk setuju, dan mulai maju mendekati Rangga, membuat Rangga waspada. Karena sepertinya mereka memang bukan pencuri, melainkan seseorang yang ditugaskan untuk mencelakainya.
Terbukti, mereka semua tak membahas harta sama sekali. Sedangkan jika mereka adalah pencuri, tentunya mereka sudah memberi perintah untuk menyerahkan barang berharga.
Dewi yang mendengar percakapan mereka terhenti, langsung merasa khawatirkan. Sepertinya mereka mulai mendekati suaminya dan ingin menghajarnya.
Dewi berdoa agar tidak terjadi apa-apa dengan Rangga, karena hanya itu yang bisa dia lakukan untuk saat ini.
"Di mana Papa, Ma?"
Tiba-tiba Intan terbangun dari tidurnya. Dewi yang masih berada di belakang pintu langsung terkejut, setelah mendengar suara putrinya yang terbangun dan menanyakan papanya.
Semalam memang Dewi membawa Intan masuk ke dalam kamarnya, karena Intan tertidur di depan televisi.
Dewi yang tidak ingin mengganggu suaminya, terpaksa membawa Intan masuk ke dalam kamar. Itu sebabnya, ketika terbangun Intan menanyakan papanya, karena biasanya intan tidur dengan papanya.
Intan mengucek mata dan melihat ke arah ibunya, terlihat ibunya begitu cemas, dan Intan tidak mengerti raut cemas itu.
Dewi langsung mendekati intan yang duduk di atas ranjang, sepertinya Intan bingung karena tertidur di kamarnya, pikir Dewi.
"Papa ada di kamarnya, dek," ujar Dewi tidak ingin memberitahukan Intan, karena Intan tidak akan pernah mengerti dengan situasi seperti ini.
"Sebaiknya adek tidur lagi ya," ucap Dewi lagi.
"Tidak, Ma. Adek mau tidur dengan Papa."
Intan langsung menyibak selimut dan ingin pindah ke kamar papanya, karena memang Intan sudah terbiasa tidur dengan papanya.
Setelah mama sakit, tidak pernah tidur lagi dengannya, Ella memutuskan untuk selalu tidur dengan papanya.
"Papa sudah tidur, Dek. Adek tidur dengan Mama saja," ujar Dewi berusaha membujuk Intan agar tidak keluar.
"Tidak Ma. Intan mau ke kamar papa."
Intan langsung berlari ke arah pintu kamar dan berusaha membuka pintu kamar tersebut.