Mata Arielle perlahan terbuka. Ia melihat sekelilingnya dengan perasaan panik. Saat tangannya menyentuh sesuatu yang lembut dan hangat Arielle menjadi lebih lega. Kini ia tengah berada di sebuah ruangan besar. Ranjang yang ditempatinya jauh lebih nyaman dari ranjangnya di Nieverdell.
Tunggu dulu! Ia berada di atas ranjang yang bukan miliknya? Arielle mengangkat selimut untuk memeriksa tubuhnya yang masih mengenakan gaun tidur. Sebuah tangan besar beristirahat di atas perutnya membuat jantung Arielle hampir berhenti berdetak.
Matanya menyusuri pemilik tangan tersebut dan seorang pria besar tertidur di sampingnya.
"Kyaaaa!!!!"
Arielle berteriak cukup keras membuat pria berambut hitam pekat itu mengernyitkan kedua alisnya. Arielle yang ketakutan memukuli sang pemilik tangan tanpa ampun namun pria itu tak kunjung mengangkat tangannya.
Arielle panik bahwa dirinya telah tertangkap oleh para bandit. Air matanya tumpah kala mengetahui nasibnya yang jauh lebih buruk menjadi tahanan para bandit. Jika seperti ini kemungkinan Arielle tak akan pernah bisa pulang ke Nieverdell.
Lalu bagaimana dengan Tania? Apa yang terjadi pada Tania?
Arielle menangis terisak membuat pria yang masih tertidur di sampingnya itu perlahan membuka matanya.
Pria itu bangun kemudian mengambil sebuah topeng hitam dari atas nakas dan mengenakannya kembali.
"Sudah bangun, Tuan Putri?"
Arielle tak menjawab dan terus menangis memeluk selimut di dekapannya.
"Apa yang sedang kau tangisi?" tanya pria itu.
"Ke-kembalikan aku ke … Nieverdell …." ucap Arielle masih tergugu.
Pria bertopeng hitam itu masih terlihat tenang. Ia bangkit meninggalkan ranjang besarnya kemudian mengenakan jubah tidurnya yang tergeletak di atas lantai marmer. Pria itu juga menuangkan segelas air putih kemudian memberikannya kepada Arielle yang masih menangis.
"Tidak bisa Tuan Putri, perjanjiannya adalah Anda menjadi tahanan kami sampai Nieverdell bisa memberikan kepada kami bayi serigala yang baru lahir sebagai pengganti serigala yang Pageran Alexis bunuh.."
"Huh?"
Arielle menghentikan tangisannya dan menatap pria di depannya dengan bingung. Bukankah perjanjian itu hanya diketahui oleh kedua keluarga Kerajaan?
Bagaimana bisa seorang bandit bisa mengetahui perjanjian rahasia itu?
Atau jangan-jangan …
Arielle menatap sekeliling lebih seksama. Tak ada bandit di dunia yang memiliki ranjang besar dengan aksen emas. Di dekat kedua sisi perapian berdiri dua patung emas berbentuk serigala yang terlilit sulur berduri. Itu adalah lambang dari keluarga Blackthorn.
Gadis itu kembali memperhatikan pria di depannya. Dari balik topeng hitam itu terdapat sepasang mata merah yang berkilau.
"Selamat datang di Northendell, Putri Arielle …."
Setelah menyadari sesuatu. Arielle segera turun dari ranjangnya kemudian bersujud di lantai.
"Maafkan aku, Yang Mulia Raja Ronan D. Blackthorn. Aku kira kami telah ditangkap oleh para bandit."
Ronan D. Blackthorn, raja dari Kerajaan Northendell. Tak banyak cerita mengenai pria bertopeng hitam itu. Arielle hanya pernah mendengar desas-desus mengenainya namun saat Arielle mencoba mencari tahu lebih, tak pernah membuahkan hasil. Bahkan pelayan penginapan saat itu juga seperti enggan memberitahunya tentang pria di depannya itu.
Yang pernah Arielle dengar adalah Northendell pernah diserang oleh sekelompok naga yang entah datang dari mana. Raja Ronan beserta seluruh prajuritnya mengejar kelompok naga tersebut hingga ke Gunung Birwick, gunung suci utara yang tak pernah disentuh oleh manusia.
Konon katanya gunung itu melindungi para makhluk mistis. Sesampainya di Gunung Birwick, Raja Ronan langsung berkonfrontasi dengan beberapa ekor naga dan berhasil membunuh salah satu dari mereka.
Sampai sekarang tak ada satu pun orang yang tahu cara Raja Ronan memenggal kepala naga tersebut bahkan pengawal terdekatnya sekalipun. Desas-desusnya Raja Ronan dibantu oleh sekelompok serigala yang menetap di Gunung Birwick.
Pertarungannya dengan para naga itu menyisakan luka besar di wajahnya membuat Raja Ronan mulai mengenakan topeng semenjak itu.Namun tanpa menganalisis terlebih dulu, Arielle justru mengira seorang raja ternama di seluruh daratan Foresham adalah bandit yang menculiknya.
Arielle menggigit bibirnya menahan gugup saat teringat bagaimana ia memukul pria itu dengan bantal saat ia tengah tertidur.
"Bangunlah, bukan sikap seorang putri dari kerajaan besar untuk bersujud."
Raja Ronan menarik lengan Arielle untuk bangkit kemudian membawanya ke sofa terdekat. Ia kembali menyodorkan segelas air hangat untuk Arielle. Gadis itu menerimanya dengan hati-hati. Di kepalanya masih berkeliaran banyak pertanyaan. Arielle pun memaksakan dirinya untuk berani bertanya.
"Um … Yang Mulia … bagaimana caranya aku bisa sampai di sini?"
"Aku menemukanmu di bawah tumpukan salju. Pengawal yang tengah bertugas untuk menjemputmu datang tepat waktu saat para bandit itu hampir menyeretmu pergi bersama mereka."
"A-apakah ada wanita lain yang kalian temukan!?" tanya Arielle berharap mereka juga menyelamatkan Tania.
"Kami tidak menemukan wanita lain selain dirimu. Sisanya adalah para pengawal Nieverdell yang sudah tak sadarkan diri di dekat kereta milikmu."
Jantung Arielle hampir berhenti berdetak. Ia teringat bagaimana teriakan terakhir Tania yang menggema di kepalanya.
Tanpa ia sadari air matanya kembali tumpah menyesali bahwa dirinya selamat sedangkan Tania tidak. Wanita itu telah banyak berjuang untuknya. Tania adalah sosok orang tua sekaligus saudari yang tak pernah Arielle dapatkan dari keluarganya yang asli.
"Apakah dia begitu berharga buatmu?" taya Raja Ronan.
Arielle mengangguk lemah kemudian menghapus air matanya kembali.
"Baiklah, aku akan mengerahkan beberapa prajurit untuk mencari keberadaan wanita itu."
"Be-benarkah?" tanya Arielle dengan semangat. Wajah murungnya berubah menjadi cerah.
"Tapi kami tak menjamin apa pun. Semalam salju turun dengan sangat lebat dan seluruh jejaknya mungkin saja telah terhapus oleh salju."
Wajah ceria itu kembali berubah menjadi murung. Ronan memperhatikan semua perubahan itu dengan seksama. Wanita yang aneh pikirnya. Sebagai seorang putri kerajaan sudah seharusnya belajar untuk mengontrol ekspresi wajah mereka namun putri yang satu ini sama sekali tak ragu untuk menunjukkan emosinya.
Pintu kamar diketuk dan seorang pria muncul. Ronan hanya menoleh singkat kemudian bangkit untuk meninggalkan Arielle tanpa membicarakan apa pun lagi.
Arielle membuka mulutnya kemudian menutupnya lagi, merasa ragu untuk bertanya. Gerakan kecil itu juga tak lepas dari perhatian Ronan. Merasa Arielle tak lagi ingin menyampaikan apa pun, sang raja kemudian melangkah pergi.
Namun, baru beberapa langkah diambilnya, jubahnya terasa ditarik pelan dari belakang. Ronan memberi isyarat pengawalnya untuk meninggalkannya sendiri.
"Ada apa Tuan Putri?" tanya Ronan tanpa berbalik.
"A-apakah semalam kita …" Arielle tercekat tak kuasa melanjutkan kata-katanya. Sejujurnya ia belum pernah sedekat ini dengan seorang pria. Apalagi tidur di satu ranjang yang sama.
"Apa pun yang tengah kau khawatirkan, itu tak terjadi. Tadi malam suhu badanmu turun begitu drastis, aku hanya membantu menghangatkan tubuhmu tanpa melakukan apa pun."
"Oh…"
Wajah Arielle berubah semerah tomat. Ia melepaskan kaitan tangannya pada jubah tidur milik Raja Ronan. Pria itu pun menghilang di balik pintu meninggalkan Arielle sendiri dengan detak jantung yang lebih kencang dari biasanya.
Ia memeluk tubuhnya yang tiba-tiba terasa dingin, kemudian mendekat ke perapian untuk mencari kehangatan. Kamar ini jauh lebih mewah dari kamarnya di Nieverdell.
Jika statusnya adalah sebagai seorang tahanan, mengapa ia diberi ruangan semewah ini? Lalu sikap Raja Ronan juga terasa cukup ramah … ah, bahkan mungkin kelewat ramah sampai harus menghangatkan tubuh Arielle yang kedinginan.
Arielle menghapus ingatannya mengenai lengan kokoh yang memeluknya tadi pagi. Ia harus fokus bertahan hidup di tempat dingin ini juga berdoa agar Tania segera ditemukan.