Arielle menghapus sisa air matanya. Ia merasa malu menangis di depan seorang raja. Arielle bukanlah orang yang emosional. Ia tak pernah menangis. Seburuk apapun perlakuan yang didapatkannya, ia selalu bisa menemukan secercah harapan untuk tetap bahagia.
Namun kekosongan hatinya tanpa Tania adalah sesuatu yang baru. Tania selalu ada di sisinya. Saat para saudaranya mengucilkannya, Tania akan datang dengan cat-cat baru dan mengajari Arielle teknik melukis.
Bahkan pernah suatu hari, saat ia berulang tahun kesepuluh, Tania mengundang seorang pelukis untuk mengajari Arielle melukis. Katanya pelukis itu adalah kenalannya sehingga mereka tak perlu membayar.
Sejak saat itu Arielle menghabiskan waktu luangnya dengan membuat sketsa di atas kertas kosong atau melukis jika mereka memiliki uang untuk membeli kanvas.
Terdengar aneh memang. Bagaimana bisa seorang putri kerajaan besar seperti Nieverdell tidak mampu membeli sebuah kanvas? Yang tak banyak diketahui oleh orang di luar istana adalah …. Arielle hanyalah putri bungsu yang keberadaannya tak dianggap.
Ia hanya mendapatkan hadiah ketika raja atau ratu berulang tahun. Bahkan ulang tahunnya sendiri tak pernah dirayakan kecuali pada pesta debutante karena meskipun begitu ia tetap masih keturunan bangsawan yang sudah seharusnya diperkenalkan ke masyarakat.
Ah, pesta debutante Arielle sungguh mimpi buruk. Ratu terlihat setengah hati mengadakannya jadi ia mengundang beberapa orang saja. Yang hadir hanyalah bangsawan-bangsawan kelas bawah yang Arielle tak kenal.
Raja dan Ratu juga tidak hadir. Hanya ada Pangeran Alexis yang hadir untuk menyapa teman lamanya. Kemudian setelah bertemu temannya, Alexis langsung menghilang entah kemana. Saudari perempuan Arielle sibuk menghasut para tamu lain untuk tidak menerima Arielle ke dalam lingkaran pertemanan mereka.
Arielle bangkit dan melepaskan mantel tebal milik Raja Ronan.
"Hm?"
"Ah, aku rasa mantel milikku sudah cukup hangat," kata Arielle dengan sopan.
Ronan memperhatikan pipi Arielle yang semakin memerah dan uap mulai muncul dari mulutnya ketika bernapas atau berbicara.
"Hari sudah semakin sore, artinya suhu perlahan akan turun," ujar Ronan sambil kembali memasang mantel miliknya pada Arielle. Ia bahkan memakaikan bagian tudung sehingga membuat Arielle tenggelam oleh mantel besar itu.
"Apakah Tuan Putri sudah selesai berdoa?"
"Sudah…."
"Adakah yang ingin dilakukan lagi?"
Arielle berpikir sejenak. Jemarinya saling bertaut. Ia merasa ragu untuk menyampaikan permintaannya. "Um… mungkin lebih baik aku kembali ke kamarku sambil menunggu kabar tentang Tania.
"Jika itu yang Tuan Putri inginkan, maka mari kuantarkan."
Arielle berjalan di belakang Ronan. Keduanya melewati beberapa bangsawan yang baru datang untuk berdoa. Orang-orang itu berdiri kemudian menunduk ke arah Ronan. Arielle yang belum pernah mendapatkan perhatian dari banyak orang, menyembunyikan wajahnya dengan mantel milik Ronan.
Saat keluar keduanya berpapasan dengan seorang pendeta yang bertanggung jawab dalam pemberkatan sore hari. Setelah Arielle diberkati secara singkat, Ronan mengajaknya berjalan menuju bangunan barat tempat istana Whitethorn berada.
Seorang pria tampak berlari tergesa ke arah Ronan. Hal ini membuat Arielle harus ikut menghentikan langkahnya, menunggu Ronan berbicara dengan pria tersebut. Pria itu adalah William, salah seorang Ksatria juga tangan kanan dari Raja Ronan.
"Pelayan Putri Arielle telah ditemukan. Beberapa pengawal tengah mengistirahatkannya di penginapan dekat alun-alun kota. "
"Tania?" tanya Arielle terkejut.
Pria tersebut menoleh ke arah Arielle yang mencengkram lengannya begitu tiba-tiba.
"Benar. Wanita itu bilang namanya adalah Tania Wilson."
"Tania… di-dimanakah Tania sekarang? Tolong bawa aku ke sana."
"Tuang Putri…."
"Yang Mulia. Kumohon… jika itu benar-benar itu Tania, aku ingin menemuinya sekarang juga…." Arielle memohon kepada Ronan.
Putri yang panik ini kini meraih lengan Ronan dan mencengkeramnya erat. Sang raja menggenggam tangan Arielle agar gadis itu bisa tenang.
Ia tidak dapat membiarkan Arielle pergi keluar dari istana sekarang. Malam akan segera tiba dan suhu Nortendell malam hari selalu berada di bawah 0 derajat Celcius. Orang yang berasal dari kerajaan bermatahari tentu tidak akan bisa bertahan lama di luar dalam cuaca sedingin itu.
"Tenangkan dirimu terlebih dahulu. Hari sudah semakin gelap dan Tania juga telah dijaga oleh pengawal istana yang artinya kau akan bertemu dengannya segera. Sekarang lebih baik Tuan Putri beristirahat dan biarkan kami membawanya kemari."
"Tapi … Tania …."
Kedua mata Arielle mulai berair. Ia melepaskan tangannya dari genggaman Ronan. Kepalanya menunduk merasa sedih. Arielle hanya ingin bertemu Tania sesegera mungkin. Bukannya ia tidak percaya akan ucapan Raja Ronan, hanya saja ia sudah khawatir setengah mati tanpa mendengar kabar pelayannya itu.
Arielle menggigit bibirnya menahan diri untuk tidak menangis. Ia sadar bahwa ia harus tahu diri. Ia hanyalah tahanan di sini. Jangan sampai ia melewati batas setelah menerima kebaikan mereka.
Sudah seharusnya, sebagai tahanan, ia bersyukur karena sudah diperlakukan baik. Ia tidak boleh merepotkan mereka lebih jauh lagi.
Ia mengangguk, "A-aku akan kembali ke kamarku…"
Ronan terus memperhatikan punggung Arielle yang berjalan menjauh. Jika selama berjalan tadi, Arielle memegangi bagian bawah mantel miliknya yang kebesaran, kini gadis itu membiarkan bagian bawah mantel milik Ronan menyapu lantai.
Ronan berpaling kepada William, pengawal pribadinya sekaligus asistennya.
"Siapkan kudaku. Aku akan ke alun-alun membawa Puteri Arielle."
"Yang Mulia, maafkan aku namun hari ini Anda belum bekerja sama sekali. Di kantor sudah menumpuk beberapa permintaan para Duke tentang permasalahan mereka. Dan laporan mengenai masalah di perbatasan Thibes perlu perhatian dari Anda."
"William… aku tak suka mengulangi perintah."
William mendesah panjang kemudian mengangguk. "Baiklah, Yang Mulia. Akan segera dilaksanakan."
"Bagus."
Setelah William pergi, Ronan melangkah menelusuri lorong istana Blackthorn. Di tempatnya berdiri, ia bisa melihat Arielle yang berjalan dengan lesu. Ia tersenyum melihat Arielle yang berhenti beberapa kali saat menaiki anak tangga. Entah kenapa, melihat sosok itu membuatnya terpukau.
Ronan melangkah pelan tanpa suara. Ia mengangkat telunjuknya saat pelayan menatapnya berjalan pelan di belakang Arielle. Ronan meminta mereka untuk diam dan memberikan jalan kepada Arielle yang berjalan tanpa mengangkat kepalanya sama sekali.
Ketika Arielle meraih gagang pintu, Ronan tiba-tiba mengumumkan kehadirannya. Pria itu mengambil satu langkah lebar dan berhenti tepat di depan Arielle membuat sang putri menabrak tubuhnya.
Arielle segera mendongak. Melihat siapa yang ditabraknya, Arielle langsung mundur, kemudian menunduk untuk meminta maaf.
"Tak perlu meminta maaf. Aku kemari ingin mengajakmu ke alun-alun kota."
Ekspresi murung Arielle seketika menghilang digantikan senyum lebar.
"A-alun alun kota? Maksudnya… Yang Mulia mengajakku bertemu Tania?"
Ronan mengangguk dan Arielle melompat kegirangan. Tanpa pria itu sadari senyumnya tercipta lebih lebar dari biasanya.
"Kau bahagia?" tanyanya.
"Lebih dari apa pun!"
"Kalau begitu, mari ikut aku. Kita akan berangkat sekarang."
Tanpa menunggu lebih lama, Arielle berjalan mengekor Ronan. Mereka melewati taman istana. Langit benar-benar menggelap. Meskipun sudah mengenakan dua mantel tebal, miliknya dan milik Raja Ronan, Arielle masih merasa dingin saat angin berhembus.
Ia pun melepaskan mantel milik Raja Ronan untuk dikembalikan kepada sang pemilik asli.
"Yang Mulia pasti akan kedinginan. Kenakanlah kembali mantel ini."
Ronan yang melihat bibir Arielle perlahan bergetar kembali memasangkan mantel tersebut lebih erat. Belum sempat Arielle menolak, pria itu mengangkatnya untuk duduk di atas kuda. Setelahnya Ronan ikut menyusul duduk di atas kuda yang sama.
"Aku sudah terbiasa dengan suhu ini. Tuan Putri tak perlu khawatir."
"Terima kasih, Yang Mulia."
Ronan tersenyum kemudian menarik tali kekang kuda untuk mulai berjalan. Kuda berlari begitu kencang membuat angin berhembus lebih kencang. Arielle pun mulai menggigil.
Ronan yang merasakan tubuh Arielle mulai bergetar, melepaskan salah satu tangannya dari tali kekang kuda untuk merengkuh tubuh Arielle dari belakang.
"Sebentar lagi kita akan sampai."
Beberapa orang yang mereka lewati perlahan mulai menyalakan lampu minyak di depan rumah mereka. Arielle tak bisa melihat kota Northendell dengan jelas karena Ronan melajukan kudanya begitu cepat sehingga semua yang dilihatnya menjadi buram.
Saat memasuki kawasan yang lebih padat penduduk, Ronan memperlambat laju kudanya. Ia masih memeluk Arielle erat di dekapannya. Keduanya pun sampai di sebuah penginapan dekat alun-alun kota. Ronan membaca nama penginapan memastikan mereka sampai di penginapan yang sama seperti yang William informasikan.
"Apakah benar Tania ada di sini?"
Ronan turun dari kuda terlebih dahulu kemudian membantu Arielle turun. "nama penginapannya sama dengan yang disampaikan William. Kita lihat ke dalam."
Arielle memegangi lengan Ronan karena ia masih merasa kedinginan. Saat keduanya masuk ke dalam penginapan, Arielle mendesah lega karena tubuhnya merasa hangat kembali.
Seorang pengawal yang menyadari kehadiran rajanya segera berdiri dari bangku dekat perapian untuk memberi hormat.
"Tania ada di mana?" tanya Arielle tak sabar.
"Ada di lantai dua."
Ronan dan Arielle ikut naik ke lantai dua. Setelah pengawal tersebut menunjuk sebuah kamar, Arielle langsung masuk tanpa izin. Tubuhnya terasa lemas melihat kondisi Tania.
Kepala wanita tua itu diperban. Terlihat beberapa bekas luka kecil di wajahnya. Tangan kanannya dibebat ala kadarnya.
"Tania… Apa yang terjadi padamu?" tanya Arielle dengan suara lirih. Ia tak bisa lagi menahan tangisnya. Perlahan ia mendekat. Ia memegang tangan Tania yang masih tertidur.