Hari pertama bekerja sangat di luar ekspektasi Arielle. Merapikan kamar yang basah bukan perkara mudah. Dikumpulkannya seprei juga selimut ke dalam keranjang kemudian seorang murid Cathedral hadir atas perintah Pendeta Elis untuk membantu Arielle mengeringkan kamar tersebut.
Saat melanjutkan ke kamar sebelah, semuanya berjalan lancar. Arielle hanya cukup merapikan, menyapu, dan mengumpulkan beberapa sampah jika ada. Kembali ke kamar yang selesai dikeringkan, Arielle menemukan banyak kertas-kertas bergambarkan trigram.
Melihat itu, membuat Arielle iri. Seandainya ia bisa membaca ia juga ingin tahu lebih banyak tentang Trigram dan ilmu-ilmu baru. Arielle memilih untuk bersabar, ia akan melakukan ini untuk mendapatkan uang berapa pun jumlahnya. Jika pun ia hanya mengumpulkan sedikit, Arielle setidaknya bisa belajar beberapa hal dasar. Untuk buku… Arielle akan cari cara untuk mendapatkannya setelah kembali ke Nieverdell nanti.
Arielle menyelesaikan pekerjaannya dan memastikan semua sesuai dengan apa yang Pendeta Elis inginkan.
Arielle kemudian menuju ruangan Pendeta Elis untuk mengambil kembali mantelnya. Ia mengetuk pintu tersebut kemudian bertemu William yang juga keluar dari ruangan Pendeta Elis.
"Hormat saya, Tuan Putri," sapa William sambil menundukkan kepalanya.
Arielle yang cukup terkejut membelalakkan matanya. Ia menatap Pendeta Elis dan William bergantian.
"Oh, Wi-William? Um…. A-apa yang kau lakukan di sini."
William mengangkat tangannya untuk memperlihatkan beberapa kertas. "Saya ditugaskan menyampaikan beberapa hal penting. Tuan Putri telah selesai berdoa?"
"Ah… ya! Aku baru selesai berdoa."
Arielle melihat Pendeta Elis yang tersenyum simpul. Ia tahu bahwa pria itu tak akan bisa berbohong jadi biarkan Arielle saja yang berbohong. Dan jangan sampai Pendeta Elis mendapatkan masalah setelah memberikannya bantuan.
"Kalau begitu izinkan saya mengantar Putri Arielle kembali ke istana Whitethorn."
"Terima kasih, William. Tapi ada hal yang ingin aku bicarakan sebentar dengan Pendeta Elis."
Salah satu alis William terangkat. Ia kemudian menoleh ke belakang dan mendapati Pendeta Elis juga tersenyum ke arahnya. Sang pengawal raja menjadi ragu apakah rajanya perlu mengetahui hal ini atau tidak. Ia pun keluar dari ruangan Pendeta Elis dan memberikan jalan untuk Arielle masuk.
"Aku akan menunggu di depan sini," katanya saat melangkah pergi.
Arielle sebenarnya tidak ingin merepotkan William tapi pria itu terlihat kukuh akan keinginannya untuk mengantar sang putri kembali ke istana Whitethorn. Arielle mengangguk dan pintu ruangan ditutup oleh Pendeta Elis.
"Apakah William tahu tentang pekerajaanku? Ia tidak akan melaporkannya kepada Raja Ronan kan?"
Pendeta Elis tertawa kecil kemudian menawarkan secangkir teh.
"Duduklah terlebih dahulu, Tuan Putri."
"Tapi William…"
"Ia pasti mengerti," jawab Pendeta Elise menenangkan Arielle.
Gadis itu ragu untuk duduk. Namun, melihat Pendeta Elis yang sudah duduk terlebih dahulu, Arielle merasa tak sopan jika ia meneruskan berbicara sambil berdiri.
"Tuan Putri tak perlu khawatir. William tidak mengetahui tentang pekerjaan yang Tuan Putri lakukan di sini. Namun, ada hal penting yang perlu saya sampaikan…"
Arielle menerima cangkir berisikan teh hangat dari Pendeta Elis. "Terima kasih, Pak Pendeta."
"Berdasarkan penanggalan lunar, esok hari adalah hari ke-14 di tengah bulan. Pada pertengahan bulan, tanggal 14-15, penjagaan di gunung Birwick akan melemah sehingga memudahkan beberapa hewan buas dari gunung tersebut untuk turun gunung. Maka dari itu selama tanggal tersebut kami sama sekali tidak diperbolehkan meninggalkan rumah kami. Dan semua pencahayaan akan dipadamkan di malam tersebut. Jadi, untuk dua hari ke depan akan menjadi hari libur untuk Yang Mulia."
Arielle masih memroses informasi tersebut. Apa yang dikatakan oleh Pendeta Elis sama seperti yang dikatakan oleh pelayan pria yang ia temui di penginapan dalam perjalanan ke utara.
"Apakah aku dilarang keluar kamar selama dua hari itu?"
"Yang Mulia diperbolehkan untuk berkeliling istana Whitethorn tapi saya harap Anda tidak meninggalkannya."
"Tapi ini kan istana? Bagaimana bisa hewan buas masuk ke dalam lingkungan istana?"
Justru di malam seperti ini istana akan menggunakannya untuk mengurung hewan buas tersebut agar tidak menyerang penduduk lain, Yang Mulia…
Pendeta Elis tidak ingin membuat Putri Arielle ketakutan. Sang Raja pun sudah dipastikan tidak ingin orang luar istana mengetahui hal tersebut.
"Saya hanya menyampaikan kemungkinan terburuknya."
Arielle hanya terdiam. Ia adalah orang luar Northendell yang tak tahu apa-apa. Ia akan menuruti perkataan Pendeta Elis karena Pendeta Elis telah tinggal di sini lebih lama darinya. Pastinya pria itu lebih mengerti kondisi di Utara.
Arielle menerima mantelnya kemudian dikenakannya kembali. Pendeta Elis ikut mengantarkan Arielle sampai di depan ruangan. William masih setia berdiri menunggu. Saat pintu dibuka, ia menegakkan tubuhnya dan meminta Arielle untuk mendahuluinya.
Keduanya berjalan dengan canggung. Arielle sendiri belum pernah berbincang dengan pengawal pribadi Raja Ronan. Ia hanya sesekali berpapasan seperti tadi pagi, pria itu melambaikan tangannya melalui pantulan kaca saat ia ketahuan bersembunyi.
Arielle merasa William terlalu diam saat berjalan di belakangnya.
"William?" panggil Arielle.
"Iya, Tuan Putri?"
"Um… maukah kau berjalan di sampingku?" Arielle menoleh dengan tertawa canggung. Ia menambahkan, "Aku tidak terbiasa berjalan di depan seseorang."
"Sebuah kehormatan bagi hamba, Yang Mulia," balas William yang kemudian melangkahkan kakinya lebih lebar. "Apakah Tuan Putri meminta hal yang sama pada Lucas? Karena aku selalu melihat Lucas berjalan di samping anda."
Arielle mengangguk. William merasa senang bertemu seorang bangsawan sejenis Arielle. Terkadang beberapa putri bangsawan cukup susah ditangani.
Untuk seseorang yang memiliki status putri dari raja kerajaan sebesar Nieverdell, Arielle bisa dibilang cukup ramah dan rendah hati, walaupun terkadang terlihat canggung. Itu adalah kesan pertama yang William dapatkan.
"William, bolehkah aku bertanya sesuatu?"
"Silakan, Yang Mulia."
"Tentang malam ke-14 dan ke-15 penanggalan lunar, apakah istana pernah diserang oleh binatang buas?"
"Ah, apakah Pendeta Elis telah mengatakannya kepada Anda?" William balik bertanya, Arielle mengangguk sebagai jawaban. William mendeham dan baru menjawab, "Benar, istana telah beberapa kali diserang oleh binatang buas. Jadi saya harap Anda tidak akan meninggalkan istana Whitethorn selama dua hari ke depan."
Saat keluar dari gerbang Cathedral, Arielle dan William berpapasan dengan Lucas yang membawa dua kanvas baru juga tambahan cat yang ia pesan tadi.
"Oh Lucas!" panggil Arielle meninggalkan William seorang diri.
Melihat Lucas yang kesusahan dengan barang bawaannya, Arielle bergegas mendekati pria itu untuk membantunya.
"Tidak perlu, Yang Mulia. Biar saya saja yang membawa semuanya…." Lucas menolak dengan halus.
Arielle menjauhkan tubuhnya saat Lucas ingin meraih kanvas yang telah diambilnya.
"Ini kan untuk aku gunakan juga, aku tidak ingin merepotkanmu lebih jauh lagi," ucapan Arielle membuat Lucas terdiam.
"Tapi, Tuan Putri… itu adalah tugas saya." Ia masih berusaha menolak.
"Dan aku ingin meringankan tugasmu," imbuh Arielle keras kepala.
William yang ditinggalkan di belakang seorang diri tersenyum melihat interaksi kedua orang tersebut. Jika saja itu adalah rajanya, sudah dipastikan William akan membawa semua barang-barang pria itu.
Perlahan, William mulai melihat kharisma dari putri sederhana itu… Kini, kurang lebih ia bisa paham mengapa rajanya bisa tertarik oleh gadis canggung itu.
William tak ingin ketinggalan. Ia meraih kanvas di tangan Arielle untuk membantu gadis itu.
"Wi-William? Aku bisa membawanya sendiri," ujar Arielle, meminta agar kanvas tersebut dikembalikan kepadanya.
William menolak dengan halus. "Tidak apa-apa, Yang Mulia. Biarkan saya yang membawa ini."
"Tidakkah Raja Ronan tengah menunggumu?" tanya Arielle.
William hanya tertawa kemudian menggeleng pelan. "Jika Yang Mulia Raja tahu saya terlambat datang menemuinya karena saya mengantarkan dan juga membantu Putri Arielle kembali ke kamarnya, yang ada gaji saya justru akan ditambah," jawab William penuh tawa. Ia lalu menoleh ke arah Lucas dan mengerling jenaka, "Benar, kan, Lucas?"
"Sangat benar apa yang dikatakan oleh William, Yang Mulia," jawab Lucas.
Arielle tersenyum lebar, ini adalah pertama kalinya ia dibantu oleh orang lain, selain Tania. Ah, mengapa di saat-saat seperti ini ia selalu membandingkan dengan kehidupannya di Nieverdell. Arielle khawatir jika ia terus terlena akan kebaikan utara maka ia akan melupakan kehidupannya di Nieverdell.
Mungkin Arielle akan membiarkan Lucas dan William membantunya kali ini saja. Ke depannya ia harap bisa kembali melakukan semuanya secara mandiri.
"Terima kasih Lucas… dan William."
"Dengan senang hati, Yang Mulia," balas Lucas dan William bersamaan.