Chereads / Saat Fajar Bertemu Senja / Chapter 2 - Penumpang Cantik Itu Jingga.

Chapter 2 - Penumpang Cantik Itu Jingga.

Suasana hening masih sangat terasa menyiksa, saat Ibu Sisca guru fisika , dengan santainya bicara, "Kalian selesaikan essai saja, saya sedang ada acara,"

Huft...!

Bu Sisca emang sukanya semen-mena!

Kalo ngasih tugas,gak kira-kira....! , kayaknya sengaja biar sekelas seperti minggu kemarin, dikerjain sampai pulang jam dua.

Eh, pas udah jam dua, cuma nitip pesen sama guru olah raga, "Maaf anak-anak, tadi...,Bu Sisca cuma sekedar bercanda!" kan sudah peraturan sekolah, pulang jam satu seperti biasa.

Sekarang, alasannya apa coba... ?!

Jam dinding sepertinya lagi persiapan mau tertawa, hampir menunjukkan pukul satu kurang dua...,

Dan..benar saja.!?

Teeeeet...., Teeet..., Teeet...!!

Tepat pukul satu bel berbunyi sesukanya, dasar petugas piket rada gila mencet bel pake lama.....!

Pintu kelas tiba-tiba terbuka, muncul lagi wajah bu Siska dan berkata, "Maaf anak-anak, tadi ibu cuma bercanda,"..lantas balik badan sambil tertawa.

Hadeeeeh...!!

Sampai di parkir masih harus ngantri keluar, lagi-lagi hati merana. Si Oren, pacar ke dua lagi mojok sama pot bunga, Gegara dateng kepagian apa mau di kata, dapet tempat parkir nomer pertama.

"Senja, nanti lewat mana?" tanya Bimo anak kelas tiga.

"Lewat jalan yang biasa, emangnya kenapa?"

"Bareng, ya? pintanya

" Boleh, " jawabku santai karena hari ini memang lagi ngga ada rencana.

Motor melaju dengan kecepatan sedang, melambat saat mendekati persimpangan. Namun saat perempatan lampu merah, motor berhenti sejajar dengan Bimo dan pengemudi lainnya,persis di garis tanda marka.

Tiba-tiba...!

"Anterin aku ya, dek!"

"Udah, kamu lurus aja!" Perintahnya

"Waduh!" serba salah nih ... "Nurut aja dulu ah!? "pikirku. Ku lihat Bimo mendahului sambil sesekali tertawa.

Tangannya menunjuk satu jalan masuk perumahan yang ternyata tempat dimana Bimo tinggal,"mungkin mau pesan katering seperti Bimo tampaknya," pikir positif ah.

"Ayuk, masuk aja!" sambil menarik tanganku.

"Duduk?!" perintahnya lagi.

Lalu masuk ke dalam tanpa melepaskan helm yang dikenakannya. Terdengar suara Bimo dari kamarnya sambil tertawa, "Kakak sepupu gue, lebih jahil di banding lo, Sen !"

"Hadeeeh..., ternyata...

" Mama kamu yang punya katering ini ya? "ujarnya menunjukan menu dan kartu nama sembari menyajikan jus lemon.

" Oh iya,.., aku Jingga sepupu Bimo, kampus ku yang tadi dekat lampu merah. Tadinya janjian sama Bimo disana, tapi karena kebetulan, sekalian aja."

Duh.! Hebat! .. Nih cewek ngomong satu tarian napas...

Ku sambut uluran tangannya sambil memandang wajahnya," Oh, Ternyata benar... cerita bidadari tuh nyata! " gombal ah dikit... He... He... He..

" Senja," ucapku memperkenalkan diri. Lalu

" Iya, kalo mau pesen lewat saya juga ngga apa-apa," lanjut aku masih terpesona...

"Senja, sudah punya pacar belum?"....,

"What!".... wooy katering,.... Katering...!

pikirku dalam hati.

"Belum.... Emangnya kenapa?

" Mau, di jadiin pacar?!" eeh rem pake blong lagi!?

" Ya, udah... Mulai detik ini kita resmi pacar!?" ucap Jingga

" Whaaat.....!? Shock dalam hati.

"Setuju...!!!"

Perasaan tadi malem ga mimpi yang aneh aneh cuma ngejepret cicek-cicek di dinding.

Bimo..., !!

Besok lu gue traktir combro di kantin.

****

Maaf ya..., Widya.

---------------------

Si Oren memang nampakmempesona, sehabis cuci serta poles tubuhnya, terlihat semakin bercahaya.ku putuskan untuk beranjak mengganti baju karena sedikit basah.

"Senja, kamu jadi antar motor kamu ke Om Dirga hari ini?" tanya Mama.

"Iya, Ma!"

"Ini juga lagi mau ke sana, masih nunggu Widya pulang dari les bahasa", jawabku lagi.

Lantas aku beranjak masuk kamar untuk segera mengganti kaus basah yang kukenakan, dengan kemeja flanel kotak Jingga, biar sepadu padan dengan si Oren,

Terdengar gawai berdering,ku dapati pada layar sebuah panggilan video dengan wajah sebagai tampilan. "Ah, ternyata kamu," ucapku dalam hati sambil menggeser layar.

"Senjaaa..., anterin gue sekarang!" ujarnya lalu kembali melanjutkan.

"Dasar..!!

" Cowok Peeaa loh!! "

Teriak fajar terlihat memaki, membuatku jadi bingung.

" Kenapa? " tanyaku santai aja

" Heh...! ""

"Tau diri kenapa..., pake dong tuh celana sama bajunya!" terdengar sedikit histeria.

Ups ...!!

Baru sadar kalo belum sempetpake apa-apa, cuma celana boxing sponge Bob kuning menyala,

he...,he...,he...,

"Ooh, Iya...!"

sambil menutup muka dengan satu tangan nahan malu...., tapi pura-pura.

Layar gawai langsung terlihat menghitam, tiba-tiba...!! di putus secara sepihak rupanya.

Ha, ha, ha...!

Fajar sepertinya senewen tak terhingga ngeliat pemandangan tak terduga.

Menurun tangga karena memang kamar ku ada di lantai dua, sama seperti Widya.

Adik tercantik yang memang sudah kelas tiga, waktunya serius buat dia meniti sekolah pavorit yang di incarnya.

"Mas, ini uang pemberian Mama untuk Oom Dirga." Widya menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah dari genggamannya.

"Widya duluan, ya?, nanti di tempat Oom Dirga kalo nyariin, Widya di tempatnya Dina". Terangnya sambil menyalakan Oren meninggalkan aku yang masih harus beberapa kali menstarter si Vespa lama.

***'

Setibanya aku di tempat Oom Dirga, di sambut dengan jejeran beberapa Vespa sejenis yang telah di Renovasi serta modifikasi olehnya.

" Senja, sini coba lihat sini! " Oom Dirga memperlihatkan konsep restorasi vesvaku pada laptopnya.

" Gimana?,, sesuai warna juga karakternya?"

"Ajiib Oom!" balas ku antusias. Lalu menyerahkan uang pemberian Mama kepada Oom Dirga adik bungsu kesayangan ya ini.

Tak beberapa lama, gawai yang ku genggam terasa bergetar, panggilan video tertera.

"Senjaaa.... Lagi dimana!" Duh, Neno...!! Gawat... Sampe lupa!!

"Oom, nitip Widya...., kalo ngga, pulangnya nanti anterin dia ya?!" langsung cabut meninggalkannya dengan mulut masuh menganga tak percaya

***

Hati Ini Terbelah Dua.

--------------------------

"Emangnya, kita mau kemana, sih?"

Sambil mematikan serta menyadarkan si oren di bawah pohon mangga, tempat dimana Neno sedari tadi, resah menungguku hingga mengeluarkan kedua taringnya,...

hiiii takut!!

"Lama banget sih, emang tadi di mana!"

"Bisa hilang deh manis gue, kelamaan nungguin di sini...!"

"Untung semutnya ga nakal-nakal banget,"

"Ya bagus dong," timpalku

"Jadi terhindar dari resiko diabetes! ",

Ha, ha, ha, ha".

"Udah ah, yuk anterin," rengek Neno sambil tangannya mengangkat potongan dahan mangga yang sudah kering.

"Berangkat !!"

*****

Empat puluh lima menit berkendara, sengaja tanpa melalui jalan utama. Menembus beberapa perumahan serta jalan swadaya, Di selingi canda serta tawa hingga akhirnya.

"Di sini rumahnya?" tanyaku

Perumahan Ini kan persis di belakang sekolah hanya terhalang tembok pembatas Pikirku kemudian.

"Iya" jawab Neno singkat.

Lalu segera membuka pintu pagar utama , tanpa berbicara Neno masuk kedalam rumah yang di tinggali oleh Tantenya.

Suasana rumah tampak sunyi, tak terdengar kegiatan ataupun pertanda keberadaan si empunya rumah. Hanya terdengar gemercik air kolam di tengah taman sederhana ini.

"Sen?"

panggil Neno sambil menghampiriku yang tengah asyik memberi pakan ikan koi. Tangannya membawa dua gelas teh manis tampaknya, lalu bersanding duduk di sebelahku.

Sambil ikut memandangi air dalam kolam Neno berucap, "Tante ku udah berangkat, belum lama ... sepertinya perginya kali ini lumayan jauh. "

" Memangnya pergi kemana?"

" Kerja atau urusan apa? "tanyaku.

" Iya, urusan kerja di Australia," Ucapnya datar, kemudian menerangkan bahwa Tante nya adalah seorang "Desain interior" sama dengan pekerjaan sang suami terkadang mengerjakan proyek kliennya.

Saat berbicara matanya menatapku sambil tersenyum.

Ada getaran aneh yang kurasakan, saat Neno berbicara lembut. Hilang sudah kata-kata, hanya diam menatap matanya. Tak lama...,

"Senja...., mau ngga jadian?!"

Huuaa....!!!!

"Apa...?, tanyaku setengah tak percaya.

" Iya, kita jadian," ucapnya mengulangi pernyataan.

Aku jadi salah tingkah bingung harus berbuat bagaimana..

Akhirnya, "Neno kamu kan baru kelas dua sedangkan aku SMA," sekedar beralasan sekenanya.

"Emangnya kenapa?, udahdeh kita jalanin aja!" sorot matanya tajam penuh harap sambil tangannya memegang tanganku.

"He...., eh!"

jadi tambah salah tingkah, tak di sangka sebuah kecupan mendarat di pipi kiriku.

"Jawab dong, Senja... Ya!?"

Neno kembali bertanya.

"Ternyata, ngga sepenuhnya benar, pernyataan yang menyebutkan bahwa wanita tidak dapat mengungkapkan perasaannya," Bahkan tindakan ini bukti bahwa ,

"Wanita memang lebih cepat berkembang dewasa di bandingkan pria,". Pikirku.

Ku kecup kening Neno, matanya terlihat terpejam, hanya ini jawaban yang ada sebagai satu pertanda yang aku yakin dirinya pasti telah mengerti.

Dan begitulah kira-kira, minggu terberat yang aku terima.

Berharap selanjutnya akan baik-baik saja,walau hati terbagi dua.

Sudahlah, mungkin benar apa yang di bilang, "Jalani saja dulu".

Neno kembali kedalam rumah untuk membuatkan kembali minuman yang baru saja kuhabiskan. Mengikuti langkahnya dari belakang dan kembali duduk di sofa teras, tak lama berselang minuman kembali datang namun sang Bibi yang menyajikan. "Neno sedang mengepak pakaian, kalau mau bantu, silahkan!" ujarnya menawarkan. Sempat juga Bibi menjelaskan, sementara rumah ini di tinggal pergi pemiliknya bepergian.

Suaminya akan datang untuk menjaga dan membantu mengurusi rumah yang ditinggalkan.

Bibi memanduku ke dalam dan menunjukan kamar tempat Neno sedang merapikan beberapa barang.

"Mana aja yang mau di paketin, No?" tanyaku kemudian.

Neno menunjukkan dengan jarinya beberapa peralatan kerja yang tampaknya harus di bongkar beberapa bagian,

sementara dirinya sedang memilih beberapa pakaian adat yang ada dalam lemari pakaian.

Sesekali Neno bercanda, lalu saling berbalas cubitan.

Tanpa disangka....!

Neno memeluk tubuhku dari belakang, tangannya melingkar erat dengan kepala bersandar di punggungku.

"Nenoo! ..., malu ah sama orang!" cegahku kemudian.

"Bi Munah lagi pulang,tadi suara motor kedengeran," Neno sudah tahu bi Munah akan pulang untuk menjemput suaminya. Entah kapan kembali.

Neno memutar tubuhnya memeluk dari depan dengan wajah saling berhadapan, dan....!

Dengan cepat bibir tipisnya menangkap bibirku yang masih diam termanggu.

" Neno...!?

Cegahku, serta berusaha menjauh.

Selangkah ke belakang kaki ini menyentuh tepi spring bed.

Tangannya kembali memeluk hingga membuat kami jatuh pada spring bed dan terduduk di tepian.

Tanpa melepaskan pelukan, bibir tipis itu kembali melancarkan kecupan bertubi-tubi,dari mulai kening, pipi, leher, dan berakhir pada bibirku. Entah kenapa aku diam saja menuruti, hingga saat bibir itu melumatku, meremas dengan bibirnya sesekali cumbuan ini terasa meniti setiap inci bibirku.

Aku menikmatinya.

Kembali Neno mendorong tubuhku dengan tangannya, merebahkan tubuhku mendudukkan raganya di atas tubuhku, entah mengapa terasa panas, saat wajahku dilekatkan oleh bibirnya.

Kali ini tak bisa menahannya,entah apa yang sedang Merasuki jiwa kami berdua, kulakukan hal yang sama pada dirinya.

"Pintu sudah di kunci, tenang saja!" bisiknya seakan mengetahui akan khawatiraku.

Bisikan yang di selingi sentuhan lembut jari mengarah bibir, tak kuasa kembali kulumat bibir tipis itu.

Tubuhnya seakan kian rapat diatasku, seperti hilang kesadaran ku beralih posisi. Menghujani dengan lebih berani, tiba-tiba...!!

Tangannya menyentuh bagian paling sensitif pada tubuhku...

Aaargh!!

rupanya sengaja, karena terkukis di wajahnya tersenyum penuh makna.

Kemudian bangkit, dan membuat ku terpana. Satu demi satu dilepasnya kunci penutup raga , melepas seluruhnya menyisakan katun segi tiga saja. Dan dengan cepat hal serupa pada dirinya. Mataku terpana saat ia melepas busana lantas berkata, "Bagaimana?" dan menyodorkan ke wajahku.membiarkanku menikmatinya. Hingga akhirnya kami mengerang bersama..... Aaarghhh! Neno... nikmatnya..!!

****'

Kembali Neno merapikan kemeja yang ku kenakan dan bergegas mengambil tisu yang tengah jatuh dari tanganku. Lantas berkata

"Senja, sama halnya dengan kamu..., ini juga hal pertama buatku," Matanya berkaca.

"Terpenting kan aku masih dapat mempertahankan," ucapnya sambil mengecup bibirku kemudian kembali tersenyum.

Hening sesaat , hanya berpandangan saling menatap tanpa berusaha berfikir apa yang telah kami perbuat. Naluri telah mengalahkan nurani ini dengan hebat.

Tak lama terdengar suara kendaraan di beranda depan, bi Munah bersama suaminya telah datang.

Pekerjaan pun telah selesai di lakukan hanya menunggu esok untuk petugas paket menjemput kiriman sesuai dengan permintaan tante.

Karena waktu telah menandakan jam delapan malam, kami segera berpamitan,

kejadian ini tak akan hilang serta membekas dalam ingatan.

Di depan pagar rumahnya , hanya sampai itu aku mengantar Neno.

Ku cium kembali di keningnya sebelum pamit dan berkata padanya.

Selamat malam.