Nenek tua menoleh ke belakang ketika mendengar suara batuk yang aneh sementara Danish sudah membekap mulut Marsha agar tidak mengeluarkan suara lagi.
"Suara menantu kah itu Danish?" tanya Nenek penasaran.
"Danish Nek," jawabannya.
"Tapi seperti suara menantu?" tanya Nenek lagi.
"Mirip denganku Nenek," tambah ya sedikit tertawa. Nenek tidak melanjutkan dan fokus ke depan sementara itu, Danish tersenyum penuh seringai ketika tatapan mereka dua saling beradu. Marsha geleng-geleng kepala memohon untuk drama ya ini jangan diketahui Nenek bisa-bisa ia akan mendapatkan masalah, cukup sebelum berangkat tadi dirinya sedikit malu dan kali ini tidak.
"Bersiaplah kau tahu kan acara malam ini akan panjang untuk kita dua," bisik Danish. Marsha berusaha bangun dari pangkuan Danish karena tidak mau terjepit dengan situasi saat ini namun, Danish tetap menahan karena posisi mereka sangat menguntungkan ya.
"Tuan aku sudah baik," ucap Marsha pelan.
"Tetap berbaring dari sini kau bisa beradaptasi dengan rudal tegak bengkok ini," bisik Danish sambil mengarahkan tangan Marsha ke balik celana hitamnya.
"Tu-tuan!" pekik Marsha.
Danish tidak mau melepaskan kesempatan ini dia langsung menutup mulut Marsha dengan telapak tangannya yang lebar. Wajah Marsha kali ini bagaikan kepiting rebus perdana menyentuh benda padat tersebut. Tangannya masih berada di sana hendak berteriak namun tidak bisa karena ada Nenek. Cara duduk Danish di belakang mulai gelisah mendapat sentuhan halus, ternyata Marsha bisa membuat gejolaknya naik padahal tadi hanya iseng-iseng aja menggoda Marsha.
"Tuan Muda anda baik-baik saja?" tanya supir tidak sengaja melihat Danish bersandar sambil memejamkan kedua bola matanya karena terlalu menikmati tangan Marsha di bawah sana.
"Ada apa dengan Danish?" tanya Nenek lalu langsung berbalik ke belakang.
"Tidak ada apa-apa Nek. Danish hanya ingin istirahat aja sebelum bercocok tanam nanti," jawabnya singkat.
"Dasar pria aneh!" jerit Marsha dalam hati sambil geleng-geleng kepala berharap Danish melepaskan tangannya dari sana.
"Tapi kau berkeringat, Danish?" tanya Nenek lagi.
"Paman, kenapa suhu mobil jadi panas?" tanya Danish.
"Pendingin hidup Tuan Muda," jawab sang supir tercengang.
"Kau kepanasan, Danish?" tanya Nenek lagi.
"Kedinginan Nek," jawab ya singkat.
"Pria tidak waras!" teriak Marsha dalam hati. Sementara Nenek dan Paman supir terhenyak mendengar jawaban Danish yang tidak jelas.
Akhirnya mobil Danish memasuki perumahan kawasan elit lalu pintu gerbang terbuka lebar menyambut kedatangan mereka. Mobil tepat berhenti tepat di depan pintu masuk dan di sana para pelayan wanita muda berseragam lengkap berjejer begitu rapi. Nenek lebih dulu turun lalu diikuti Danish yang baru aja keluar.
"Danish, bawa masuk menantu ke dalam!" ucap Nenek tegas.
"Tentu Nek. Tidak mungkin Danish biarkan istriku dalam mobil sendirian sementara kami akan melakukan mantap-mantap malam ini, ia kan istri cintaku? Hei kau bangunlah jangan tidur berkepanjangan nanti kau dikira putri tidur yang hinggap di mansion keluarga Maxwell," ucap Danish lalu mendirikan Marsha tepat di hadapannya.
"Apa-apaan kau ini Danish, menantu lagi pingsan kau malah mendirikannya begitu?!" pekik Nenek.
"Dia sudah sadar Nenek," ucap Danish santai.
"Maaf Nenek, saya sudah membuat semua cemas," lirih Marsha sambil merapikan gaunnya yang sedikit berantakan karena ulah Danish.
"Masuklah dan bersiap karena dokter Alex akan datang cek apa kau sudah bisa hasilkan generasi penerus keluarga Maxwell." Marsha tergelak tubuhnya seketika merosot
Danish masuk ke dalam lebih dulu dan tidak peduli Marsha saat ini sedang kesulitan menarik gaun ya yang kebesaran di tubuh kecilnya. Sebagai sesama wanita, Nenek tidak sengaja melihat kelakuan Danish kepada Marsha hanya bisa geleng-geleng kepala padahal istrinya butuh bantuan.
"Menantu cepatlah masuk kau lambat sekali!" ucap Nenek sambil masuk.
"Ia Nenek sebentar," balas Marsha sedikit panik.
"Kau butuh diberi nutrisi lihatlah tubuhmu itu pendek, kurus gaun yang kau kenakan itupun tenggelam," tambah Nenek lalu meninggalkan Marsha di sana.
"Oh ya Tuhan mereka sama aja." Marsha geleng-geleng kepala sambil menahan perasaannya saat ini sesak setiap kali mendengar perkataan Nenek dan Danish.
Di ruang tengah seorang pria terlihat dewasa duduk sambil menyilangkan kedua kakinya serta melihat foto pernikahan Danish dan Marsha yang sudah beredar di masyarakat. Alex Vigo cekikikan melihat raut wajah Danish dan Marsha yang terlihat lucu.
"Kakak ipar ternyata cantik juga apalagi kalau tatapannya seperti bayi sangat menggemaskan," kekeh Alex Vigo.
"Siapa yang kau sebut cantik dan menggemaskan?" tanya Danish yang sudah berdiri di hadapan Alex.
"Danish, di mana istrimu?" tanya Alex Vigo tanpa peduli pertanyaan Danish.
"Kau mau apa dengannya?" tanya Danish ketus lalu duduk juga tepat sebelah Alex Vigo.
"Kau lupa Nenek tua menghubungiku tadi untuk memeriksa kakak ipar. Nenek menyuruhku datang sebelum kalian tiba, coba banyangkan dari rumah sakit aku menuju ke sini sepuluh menit harus tiba jika tidak Nenek tua akan menurunkan jabatanku di rumah sakit," keluh Alex Vigo lalu dia menyeruput kopi hitam tanpa gula.
"Itukan emang tugasmu kalau tidak mau bekerja profesional aku bisa rekomendasi pimpinan rumah sakit sekarang," ucap Danish santai lalu dia merogoh kantong celananya dan mengeluarkan ponsel miliknya.
"Danish hei kau mau apa? Jangan nekat ya melakukan itu?" pekik Alex dan langsung menahan tangan Danish tidak menghubungi pihak rumah sakit tempat dia bekerja.
"Kau sepertinya sudah bosan bekerja Alex," balas Danish santai.
"Danish kau mengerikan sebagai sahabat," tambah Alex Vigo lagi tetap menahan tangan Danish.
"Lepaskan tanganmu Alex!" Alex geleng-geleng kepala sambil mengedipkan kedua bola matanya. Danish tergelak melihat wajah Alex yang menggelikan.
"Minggir kau Alex aku-" Alex tetap tidak mau lalu dengan cepat dia memotong ucapan Danish.
"Aku berjanji akan bekerja lebih giat lagi biar gajiku juga semakin tinggi," balas Alex Vigo tanpa sadar.
"Oh astaga teman apa yang kau berikan ini Tuhan," kesal Danish geleng-geleng kepala. Perdebatan mereka dua terhenti karena Nenek masuk dengan wajah terlihat lelah, apalagi usianya saat ini sudah renta. Nenek langsung duduk dan menatap dua pemuda dewasa ini seksama.
"Apa yang kalian dua lakukan? Jangan mencoreng nama baik keluarga Maxwell karena kedekatan itu," tuduh Nenek.
"Danish jangan menyentuhku," ucap Alex lalu beranjak ke bangku dia tempat semula duduk.
"Kau?!" pekik Danish melotot.
"Maaf saya terlambat masuk," potong Marsha yang baru aja tiba dengan napas yang sedikit ngos-ngosan.
"Halo Nenek tua dan kakak ipar. Selamat atas pernikahannya," ucap Alex Vigo sopan dan halus. Danish berdecak kesal melihat akting Alex di hadapan Marsha.
"Hai Tuan terima kasih," balas Marsha gugup.
"Menantu kau duduklah karena sidang akan dimulai dengan dokter Alex!" ucap Nenek tegas.
"Bahasa apa lagi ini? Seperti mau sidang skripsi aja aku dibuat mereka," dengus Marsha.