"Hai, apakabar?" sapa Manggala yang baru saja tiba.
"Baik, Ayesha tidak ikut?"
"Kamu mengundangku untuk datang seorang diri! Tapi sekarang kamu malah menanyakan Ayesha! Apa aku harus menelponnya untuk datang?"
"Bukan begitu maksudku, aku hanya memastikan saja kalau kamu benar-benar datang sendirian kesini."
"Oya, apa kita bisa pesan makanannya sekarang?" ucap Rayyan.
"Ya, tentu saja."
"Kenapa dengannya hari ini? Sepertinya dia terlihat sangat gugup tidak seperti biasanya." Batin Manggala.
Rayyan memanggil pelayan restoran untuk memesan beberapa makanan yang akan mereka santap.
"Aku harus memulai dari mana?" Batin Rayyan.
"Hal penting apa yang ingin kamu bicarakan padaku Yan?"
"Emm, sebenarnya banyak hal yang ingin aku bicarakan padamu Gal, akan tetapi aku bingung harus memulai dari mana!"
"Rayyan aku melihat kamu begitu gugup hari ini, kamu tidak seperti biasanya yang santai setiap ada masalah."
"Ya! Kamu memang benar, kali ini aku seperti manusia yang bingung melangkah kearah mana!"
Mendengar ucapan itu Manggala yang sedang meneguk segelas air putih menatap tajam kea rah temannya.
"Apakah ini berkaitan dengan Gendis?" Ucap Manggala yang menembak Rayyan langsung ke inti masalahnya.
Sontak saja Rayyan terkejut, sampai dia melebarkan matanya. Benaknya dipenuhi dengan kebingungan, "Bagaimana dia bisa tahu bahwa ini tentang Gendis!" batinnya.
Tanpa menjawab sepatah katapun Rayyan menganggukkan kepalanya sebagai tanda menyetujui ucapan Manggala.
Dia hanya bisa menundukkan kepalanya di depan temannya karena merasa malu atas apa yang tengah di rasakannya sekarang ini.
Dia merasa seperti laki-laki yang egois dan juga serakah, namun hatinya tidak dapat berbohong dan tidak dapat untuk menyangkal perasaan itu.
Perasaan yang semakin hari semakin menyiksanya karena rindu yang teramat terhadap wanita pujaannya.
"Kalau aku boleh tahu, sejak kapan kamu memiliki perasaan terhadapnya?" tanya Manggala.
Kali ini suasana menjadi sangat tegang, Manggala mulai sangat serius membicarakan hal ini. Karena dia juga tidak ingin Rayyan hanya berniat untuk mempermainkan wanita malang itu.
Rayyan mencoba menatap Manggala yang sedari tadi sudah melemparkan pandangan yang sangat tajam ke arahnya.
"Aku juga tidak tahu sejak kapan perasaan itu muncul, yang aku tahu saat ini hatiku selalu gelisah bila aku mengingat dia."
"Terlebih lagi aku merasakan kenyamanan bila berada ditengah-tengah keluarganya." Ucap Rayyan dengan suara lirih.
Ucapan Rayyan terhenti karena pelayan restoran menghampiri meja mereka untuk mengantarkan makanan yang telah di pesan sebelumnya.
"Terimakasih." Ucap Rayyan pada seorang pelayan laki-laki.
"Selamat menikmati hidangannya pak." Ucap pelayan dengan sopan.
"Keluarga mereka memang sangat ramah terhadap semua orang, ibunya yang juga sudah menganggap Ayesha seperti anaknya sendiri serta begitu juga terhadapku." Ucap Manggala.
"Apa kamu benar-benar menyukainya atau hanya kasihan padanya?" tanya Manggala memastikan perasaan Rayyan.
"Aku bingung Gal! perasaan ini semakin kuat dari hari kehari, padahal aku sudah berusaha untuk tidak memikirkannya tapi tetap saja aku tidak mampu."
"Gendis dan keluarganya menghargai dan memperlakukan ku dengan baik, itu semakin membuatku merasa terikat dengan mereka."
"Nehan yang begitu lucu dan pintar bersikap seolah menerimaku dengan baik dan hal itu membuatku semakin terikat."
"Untuk itulah aku ingin bertemu denganmu hari ini, aku ingin mendekati Gendis dengan serius mulai saat ini."
"Lalu bagaimana dengan Aretha? Bagaimana jika dia mengetahui bahwa kamu sedang mencintai wanita lain saat ini!" tanya Manggala tegas.
"Apakah kamu tidak memikirkan dampak yang akan dihadapi oleh Gendis dan keluarganya? Rayyan apakah kamu sudah memikirkan hal itu?"
"Yahh, mungkin aku terkesan serakah karena ingin memiliki dua wanita sekaligus, tapi kamu juga tahu bagaimana Aretha memperlakukanku selama ini!"
"Aku sudah mencoba untuk bicara dengannya tentang sikapnya padaku, tapi dia selalu merasa semua tindakannya padaku itu sudah benar dan tidak ada yang salah."
"Rayyan aku hanyalah orang luar dan tidak berhak untuk ikut campur atas urusan rumah tanggamu, akan tetapi kamu tidak boleh melupakan satu hal."
"Satu hal!" Rayyan tidak mengerti apa yang diucapkan Manggala. "Maksudmu apa?".
"Maksudku, kamu tidak boleh lupa bahwa dulu kamu menikahi Aretha atas dasar cinta."
"Dan sekarang kamu bilang memiliki perasaan dengan seorang janda. Kalau aku boleh berkata jujur, sesungguhnya aku sangat meragukan perasaanmu itu."
"Cinta ataukah nafsu yang sekarang ada dalam benakmu Yan?" Manggala berusaha memberikan pengertian pada temannya.
"Lalu apa yang harus aku lakukan saat ini? Aku sungguh tidak bisa melupakannya apalagi Nehan."
"Yan berbicara tentang Nehan yang harus kamu ingat dia adalah seorang anak kecil yang memiliki perasaan yang sangat tulus kepada orang lain."
"Jika kamu mendekatinya hanya untuk mengambil simpati Gendis lebih baik kamu berhenti saat ini juga." Ucap Manggala sedikit mengancam.
"Apa kamu sekarang berusaha untuk mengancamku Gal?"
"Aku tidak bermaksud begitu, aku hanya tidak ingin kamu menyakiti perasaan Nehan. Yah… seperti yang kamu ketahui bahwa saat ini dia sangat membutuhkan sosok laki-laki yang bisa menjadi pengganti papanya."
"Dan aku melihat dia sangat respect terhadap kamu! Aku hanya tidak ingin seorang anak kecil ini harus mengalami kepahitan karena keegoisan orang dewasa."
"Sebelum kamu melangkah lebih jauh, aku sangat berharap sebagai laki-laki dan juga sebagai temanmu. Kamu pikirkan baik-baik bagaimana dampaknya suatu hari nanti pada anak ini."
"Kalau Gendis mungkin dia seorang wanita kuat dan aku rasa dia mampu untuk berjalan diatas duri jika itu memanglah pilihannya. Karena Gendis yang selama ini aku kenal memiliki sifat seperti itu."
"Akan tetapi bagaimana dengan Nehan? Aku sungguh sangat mengkhawatirkan hal itu Yan. Aku mengetahui watak isterimu itu bagaimana."
"Yah aku tahu itu Gal, dan aku juga tidak memanfaatkan Nehan seperti yang kau ucapkan tadi. Aku benar-benar tulus mencintai Gendis dan juga keluarganya."
"Bukan karena nafsu atau cinta sesaat, bahkan aku merasa lengkap jika berada di tengah-tengah keluarga itu."
"Apa kamu sudah pernah mengutarakannya pada Gendis?" tanya Manggala yang sangat penasaran.
Dengan mennganggukkan kepalanya dia menjawab, "Emm pernah saat kita di Malang, tetapi Gendis menolakku secara halus."
"Dia hanya mengucapkan bahwa aku memiliki bidadari yang sangat sempurna. Awalnya aku menyetujui ucapannya dan berusaha kembali mencoba membuat Aretha sadar akan sikapnya."
"Namun lagi dan lagi hasilnya nihil, bidadari itu terlalu sempurna untukku sehingga dia selalu memandangku dengan sebelah matanya."
"Sejak dia memiliki karir yang semakin sukses dia semakin merasa seperti wanita mandiri yang tidak membutuhkanku untuk berada disisinya."
"Aku memahami situasimu Yan! Tapi aku ingin mengetahui satu hal darimu dan ini kamu harus jawab dengan jujur dan sesuai kata hatimu."
"Apa itu Gal?"
"Apa kamu benar-benar mencintai Gendis dan anaknya?"
"Ya seperti yang telah aku berusaha jelaskan padamu Gal, aku benar-benar mencintai mereka."
"Lalu apakah kamu hanya ingin mendekatinya atau kamu akan menikahinya?"
"M E N I K A H ?" ucap Rayyan mengulang perkataan Manggala.
"Ya, menikah! Apakah kamu siap?"
"Aku belum memikirkan tentang pernikahan, aku tidak ingin terjebak dalam pernikahan jika akhirnya dia bersikap sama seperti Aretha!"
"Lalu, kamu butuh waktu berapa lama untuk memastikan hal itu?"
Rayyan hanya diam dan tidak menjawab sepatah katapun, dia hanya menarik nafas dalam.