Setelah mendapat penjelasan dari kedua saksi, rasa penasaran Nyonya Debora semakin meluap. Keingin tahuannya tentang keluarga Haugert semakin tak terbendung. Ia pun berinisiatif untuk mencari tahun lebih dalam tentang keluarga tersebut. Sesampainya di rumah, ia pun segera memutuskan untuk berunding dengan suami dan anaknya.
"Suamiku," teriak Nyonya Debora.
"Ada apa istriku, kenapa engkau berteriak memanggilku," tanya sang suami.
"Kemarilah, aku ingin berbicara kepadamu," jawab istrinya.
Ayah Luna segera menghampiri istrinya. Ketika Luna hendak beranjak dari tempat itu, tiba-tiba ibunya menghentikan langkahnya.
"Luna, kamu jangan ke kamar dulu. Tunggulah disini," pinta sang ibu.
"Baiklah Bu," ucap Luna.
"Apa yang hendak kau bicarakan denganku?" tanya Tuan Laurent.
"Duduklah dulu Yah, Luna tolong ambilkan kami minuman," ucap Ibunya.
Luna segera melangkahkan kaki menuju dapur, ia segera memasak air untuk membuat teh.
"Ayah, aku sudah membuktikan kebenaran ucapan Luna tentang keluarga Haugert. Aku rasa perjodohan ini harus segera dihentikan," saran Nyonya Debora.
"Kebenaran apa yang kau maksud istriku?" tanya Tuan Laurent.
"Kebenaran tentang kekejaman dan kejanggalan keluarga itu ayah," jawab sang istri.
Obrolan mereka terpotong oleh kedatangan Luna yang mengantarkan dia cangkir teh untuk mereka.
" Ini minumnya Bu," ucap Luna.
"Terima kasih Nak," ucap sang Ibu.
"Kita harus cari cara supaya perjodohan ini batal!" seru Nyonya Debora.
Mendengar keputusan sang Ibu, hati Luna sagat lega. Menurutnya itu adalah sebuah langkah yang tepat sebelum semuanya terlambat.
"Caranya bagaimana Bu. Kita benar-benar harus mempersiapkan semuanya," ucap Sang Ayah.
"Maka dari itu Yah, aku mengajak kalian untuk berunding. Kita harus mencari jalan keluar untuk menghadapi masalah ini," tekan sang istri.
Ketiganya mulai berpikir dan mulai mengeluarkan pendapat masing-masing.
"Ibu bagaimana kalau kita memberikan bukti tentang keluarga Haugert, untuk pertimbangan keluarga besar ayah membatalkan rencana perjodohan ini," saran Luna.
"Bagaimana jika besok kita bertemu dengan keluarga ayah dan mulai membicarakan masalah ini," tambah Luna.
"Berbicara dengan keluarga ayahmu adalah hal yang sia-sia menurut Ibu," ucap ibunya.
Ayahnya hanya terdiam mendengar anak dan istrinya bertukar pendapat.
"Ayo ayah, berpendapatlah. Jangan hanya diam," ketis istrinya.
"Aku diam bukan sedang berfikir Bu," balas sang ayah.
Ketiganya pun mulai berpikir lebih keras lagi, mereka mencari cara atau alasan yang tepat untuk membatalkan rencana pernikahan Luna dan Marck.
"Apa kalian sudah memastikan kebenaran tentang keluarga Marck? Kalian hanya mendengarkan cerita dari orang," sambung sang Ayah.
"Baiklah ayah, Luna akan membuktikan sendiri. Menjelang bulan purnama tiba, Luna akan berangkat ke kota," ucap Luna.
"Tapi Nak, kamu belum pernah kesana sebelumnya. Ibu khawatir terjadi sesuatu dengan kamu," ucap Ibunya.
"Tenanglah Ibu, aku pergi ke kota bersama Alice dan Eryk," ucap Luna menenangkan hati Ibunya.
"Ayah akan temani kalian kesana Luna," sahut ayahnya.
"Kalau begitu Ibu juga ikut," sahut ibunya.
Pembicaraan mereka rupanya di dengar oleh Irene, wanita yang merupakan orang suruhan keluarga besar dari ayah Luna. Ia di tugaskan untuk mengawasi keluarga Luna, Irene pun berencana melaporkan apa yang ia dengar kepada keluarga besar Ayah Luna. Keluarga besar ayah Luna tinggal di desa seberang tak jauh dari desa mereka.
Irene diam-diam keluar dari rumah lewat pintu belakang, ia berjalan dengan cepat menuju desa tempat Kakek Luna tinggal.
Sesampainya di rumah Tuan Christ atau kakek Luna, ia meminta sang penjaga pintu pagar untuk membuka pintu.
"Hay lelaki tua, tolong buka pintunya. Ada hal penting yang ingin kusampaikan kepada Tuan besar," pinta Irene.
"Apa kau sudah membuat janji?" tanya penjaga dirumah itu.
"Sampaikan kepada Tuanmu, aku Irene datang ingin bertemu," ucap Irene.
Penjaga itu segera menemui Tuannya dan menyampaikan pesan Irene.
"Permisi Tuan, di depan ada seorang wanita bernama Irene ingin bertemu dengan Tuan," ucap penjaga itu.
"Persilahkan dia untuk masuk, aku tunggu ia di taman belakang," ucap Tuannya.
"Baik Tuan," ucap penjaga itu.
Ia kemudian kembali menghampiri Irene.
"Silahkan masuk Nyonya, Tuan menunggu anda di taman belakang," ucapnya.
Irene berlari memasuki rumah tersebut, ia segera menuju taman belakang.
"Selamat siang Tuan," ucap Irene terengah-engah.
"Ada apa Irene, sepertinya ada hal penting yang ingin engkau sampaikan,"
"Anak dan cucu Tuan sedang berusaha mencari cara untuk menggagalkan perjodohan dengan Marck. Mereka berencana mengumpulkan bukti tentang keanehan keluarga Marck untuk bahan pertimbangan agar keluarga yang lain mau menerima permintaan mereka," papar Irene.
"Omong kosong apa ini Ayah?" tukas Brad.
Ia merupakan anak sulung dari lima besaudara, sedangkan Ayah Luna merupakan anak bungsu di keluarga tersebut.
Pernyataan Irene membuat anggota keluarga yang mendengarnya naik pitam.
"Apa kau tidak salah dengar Irene?" tanya Tuan Christ.
"Tentu tidak Tuan," jawab Irene dengan yakin.
"Ayah, sungguh ini tidak bisa di biarkan," sela Amanda, anak kedua Tuan Christ.
"Benar kata Amanda Yah, ini tidak bisa dibiarkan," sambung Ken, anak ketiga Tuan Christ.
"Kalian tenanglah dulu. Irene kembalilah kau kerumah Laurent sebelum mereka mencurigaimu," ucap Tuan Christ.
Istana Tuan Christ dihuni ia beserta oleh beberapa anak, menantu serta cucunya. Istrinya sudah meninggal dia puluh tahun lalu, sedangkan anak ke empat dan ke lima memutuskan tinggal di rumah mereka sendiri.
Irene pun bergegas kembali menuju rumah Tuan Laurent. Sesampainya di rumah orang tua Luna, ia segera melakukan pekerjaan rumah seperti biasa.
"Kau darimana Irene? Sejak tadi aku mencarimu," tanya Nyonya Debora.
"Saya keluar sebentar untuk membeli sayur Nyonya," jawab Irene.
"Oh begitu," ucap Nyonya Debora.
"Ada perlu apa Nyonya mencari saya?" tanya Irene.
"Tidak ada yang penting, hanya saja saya tidak melihatmu hari ini. Oleh sebab itu aku mencarimu, aku kira kau kemana," ucap Nyonya Debora.
Tanpa curiga, Ibunda Luna mempercayai ucapan wanita itu. Kemudian Nyonya Debora melangkahkan kaki menghampiri sang putri di kamarnya.
"Luna, sedang apa kau?" tanya sang ibu.
"Aku sedang menyiapkan keperluan yang akan aku bawa menuju kota Bu," ucap Luna gembira.
"Sepertinya kamu bersemangat sekali, bulan purnama masih satu minggu lagi Luna. Itu artinya keberangkatan kita menuju kota masih minggu depan" ucap sang ibu mencubit pipi putrinya.
"Luna sudah tidak sabar ingin membuktikan kejanggalan keluarga Marck. Oh iya Bu, bagaimana kalau kita mengajak Alice dan Eryk, karena merekalah yang mengetahui kediaman keluarga Haugert. Jadi kita tidak perlu mencari alamat mereka," papar Luna.
"Baiklah Luna, nanti ibu akan coba bicarakan dengan ayahmu," jawab ibunya.
Kebahagiaan yang terpancar dari wajah putrinya membuat perasaan Nyonya Debora lega. Ia berharap rencana dapat berjalan sesuai keinginan dan membuahkan hasil, sehingga pernikahan yang tak di harapkan oleh sang putri tidak terjadi.