Chereads / Pernikahan Itu Indah / Chapter 22 - Pegangan Tangan

Chapter 22 - Pegangan Tangan

"Dia ada di hotel Angkasa," jawab Alex.

"Baiklah, mari kita ke sana!" ajak Fahri tiba-tiba.

"Kemana?" tanya Zoya.

"Menemui Pak Santoso." Fahri segera berdiri kemudian mengambil jasnya dan mengenakannya. Kemudian dia mulai melangkah. Zoya masih bingung dengan rencana Fahri, tetapi wanita itu mengikuti langkah suaminya.

"Kalian tetap di kantor. Biarkan aku dan Fahri yang pergi," ucap Zoya kepada Florida.

Pasangan suami istri itu berangkat bersama. Mereka dalam satu misi yang sama. Meski mereka dan sedang berselisih paham tentang pernikahan yang sedang mereka jalani tetapi saat ini mereka memiliki satu tujuan karena itu mereka harus bersatu.

Ketika mereka sedang melangkah, Fahri mendekati istrinya. Tiba-tiba pemuda tampan itu menggandeng tangan istrinya. Zoya sangat terkejut dengan sikap sang suami. Dia pun menarik tangan dari genggaman Fahri.

"Kamu apa-apaan sih? Berani sekali kamu menyentuh ku?" ucapnya kasar.

"Kenapa? Bukankah kamu adalah istriku. Apa alasannya aku tidak boleh menyentuhmu?" jawab Fahri. Pemuda tampan itu kembali meraih tangan istrinya. Mereka berjalan bergandengan tangan keluar dari perusahaan tersebut. Zoya merasa sangat risih berada dekat dengan suaminya. Tetapi dia tidak ingin menimbulkan keributan di kantor.

"Sudah, terima saja. Saat ini kita sedang berada dalam misi yang sama. Apakah kamu ingin berhasil dalam misi ini?" bisik Fahri di telinga Zoya. Akhirnya wanita itu menurut. Beberapa pasang mata menatap pasangan suami istri itu. Mereka sangat mengagumi ketampanan dan kecantikan pasangan suami istri tersebut. Zoya dan juga Fahri adalah pasangan yang sangat serasi. Zoya merupakan seorang wanita yang sangat cantik. Wajahnya yang terus dan kulitnya yang putih membuat kecantikannya terpancar begitu nyata. Sementara Fahri juga merupakan seorang pria yang tampan. Garis-garis ketampanan di wajahnya begitu jelas. Garis-garis ketampanan itu membuat mereka menjadi pasangan yang paling serasi.

Orang-orang yang itu betulan berpapasan dengan mereka membungkuk kan badan memberi hormat kepada pimpinan mereka. Para wanita menyembunyikan rasa kagum mereka kepada Fahri yang penuh pesona.

Fahri dan juga Zoya berdiri di depan pintu lift. Mereka menunggu pintu itu terbuka. Beberapa orang yang berada di sana mundur beberapa langkah karena mereka ingin memberikan jalan bagi pimpinan ideal mereka untuk mendahului mereka.

Ting

Tidak berapa lama pintu itu pun terbuka. Ruangan itu tanpa kosong, Fahri yang masih menggenggam tangan istrinya melangkah masuk ke dalam. Sementara para karyawan memilih untuk membiarkan atasan mereka berdua saja. Mereka tidak ingin mengganggu kebersamaan itu. Pintu lift tertutup. Kini mereka hanya tinggal berdua di dalam kotak yang berjalan itu.

"Sudah, kamu tidak perlu menunjukkan kemesraan saat tidak ada orang di sini," ucap Zoya seraya mencoba menarik tangannya dari genggaman suaminya. Fahri kembali mendekati istrinya.

"Kenapa? Apakah kamu masih tidak ikhlas menerima aku sebagai suamimu? Apakah aku begitu rendah di matamu hingga kamu bahkan tidak bisa menganggapku?" Fahri berkata dengan nada yang tegas. Suaranya seakan tertahan di tenggorokan. Zoya menjadi salah tingkah, selama ini dia mengenal Fahri sebagai seorang pria yang humoris. Dia suka bercanda dan apa adanya. Zoya tidak pernah mendengar Fahri yang begitu tegas. Dia juga tidak pernah melihat Fahri begitu serius.

Tetapi saat ini, Fahri benar-benar sedang menunjukkan keseriusan nya.

"Aku tahu aku hanyalah pria miskin. Karena itulah kamu memiliki keberanian untuk menghindari buku. Aku tahu jika status dan keadaan kita jauh berbeda. Tetapi di mana kesalahanku? Pernikahan ini juga tidak aku inginkan. Aku hanya ingin menunaikan permintaan terakhir ayahku. Apakah itu salah?" saat ini pemuda tampan itu benar-benar serius dengan semua kata-katanya. Sesungguhnya hatinya begitu sakit menerima semua hinaan yang diberikan oleh Zoya kepada dirinya. Tetapi hati pemuda tampan itu lebih sakit saat mendengar penghinaan yang diberikan wanita itu kepada ibunya. Dia ingin mengakhiri semuanya, namun dia masih mempertahankannya karena sebuah nasehat ibu yang masih terngiang di telinganya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tetap melanjutkan pernikahan dengan konsekuensi akan tetap mendapatkan hinaan darimu. Atau aku menyudahi pernikahan ini dan membuat Allah membenciku. Jika aku bertanya kepadamu, apa yang harus aku lakukan? Apakah kamu bersedia untuk menjawabnya?" tak ada kata yang bisa diucapkan oleh Zoya. Dia menyadari bahwa pemuda tampan itu juga korban dari semua takdir yang menimpa mereka. Selama ini Zoya hanya memikirkan kehidupannya sendiri. Dia hanya memikirkan kesedihannya sendiri sementara dia tidak pernah memikirkan kehidupan orang lain apalagi Fahri.

Keadaan begitu canggung saat mereka berdua berada di dalam lift tersebut. Ada rasa bersalah yang tiba-tiba masuk ke dalam hati Zoya, rasa bersalah yang tiba-tiba menelisik ke dalam relung jiwa nya. Rasa bersalah yang membuat dia menjadi tidak nyaman. Namun saat dia ingin mengatakan sesuatu kepada Fahri, pintu lift itu terbuka.

"Ayo," ajak Fahri.

Pemuda tampan itu kembali meraih tangan istrinya. Semua ini memang hanyalah sebuah drama. Tetapi dia ingin menjalani drama dengan sepenuh hati nya. Ketika dia berperan sebagai suami maka dia ingin menjadi suami yang terbaik bagi istrinya. Kata-kata sang ibu terus membayangi kehidupannya. Kata-kata itu selalu menjadi motivasi tersendiri bagi Fahri. Dia mencoba tersenyum dalam kesedihan yang dirasakan oleh hatinya. Dia ingin mempertahankan pernikahan itu seperti impian dan keinginan ibunya.

Kali ini Zoya juga tidak memberontak. Dia diam seribu bahasa membiarkan Fahri menggenggam erat tangannya. Zoya tak ingin membuat hati Fahri semakin sakit dengan tindakannya. Keromantisan pasangan suami istri itu di pertontonkan di depan begitu banyak karyawan yang ada di sana.

Seorang pria sedang memperhatikan keduanya. Pria itu adalah Bernard yang merupakan kekasih dari Zoya. Bernard merasa kesal melihat keromantisan yang tampak di matanya. Dia tidak mengetahui masalah apa saja yang terjadi antara Zoya dan juga Fahri. Tetapi yang dia ketahui adalah bahwa pasangan suami istri itu sangat romantis.

"Dasar wanita tak tahu diri. Dia terus mengatakan bahwa dia tak ingin menikah dengan pria itu tetapi mereka justru terlihat sangat romantis. Dasar wanita munafik." Bernard bergumam kepada dirinya sendiri. Melihat keromantisan yang terjadi diantara Zoya dan juga Fahri membuat dirinya merasa khawatir. Bernard takut jika hubungan itu justru semakin kuat dan dia akan kehilangan kesempatan yang untuk menjadi pria kaya raya seperti yang direncanakan.

"Aku harus segera bertindak. Aku tidak bisa membiarkan wanita itu jatuh ke tangan pria tak tahu diri tersebut." dia kembali berbicara kepada dirinya sendiri. Satu-satunya rencana di dalam kehidupannya adalah menipu Zoya. Selama ini wanita itu juga lah yang telah membiayai semua kebutuhan hidupnya. Jika dia kehilangan wanita itu maka itu sama artinya dia kehilangan kehidupannya karena Bernard tidak memiliki apapun di dunia. Pria itu hanya menghabiskan hari harinya dengan ber foya-foya dan bersenang-senang tanpa memperdulikan seberapa banyak uang yang harus dia hambur kan.