Sudah 6 hari aku berada di mansion ini, setiap pagi sampai sore pasti saja Roman tidak ada di rumah karena dia bersekolah. Jadinya aku hanya bisa bermain bersama Roman saat malam dan hari minggu selama seharian penuh, huh... aku harus bicarakan ini dengan ayah. Walaupun aku baru 6 hari di sini, tetapi aku hanya membaca buku di perpustakaan, jalan-jalan di taman, tiduran di kasur, dan bermain catur sendirian seperti orang aneh.
Lalu sekarang, aku di perpustakaan dan perpustakaan ini lagi—aghh dasar!... waktu masih lama lagi untuk menunggu Roman-kun pulang. Aku bersandar di kursi menyingkirkan rasa bosan dengan dimandikan sinar panas matahari dari jendela ditemani secangkir teh putih yang dicampurkan dengan bunga calendula. Oh iya, selain kegiatanku itu semua aku juga menuliskan sebuah buku catatan harianku sebagai usaha mencari hobi baru. Sontak aku mengambil sebuah pena bulu dan tintanya. "Hmm... kira-kira apa yang kutulis hari ini ya?" gumamku dalam hati.
Tiba-tiba aku teringat akan masa lalu bersama Hazuki-bodoh, di balik rambut putihku ini ada bekas luka jadi... akan aku tulis tentang penyebab adanya bekas luka di kepalaku, setelah diriku mendapatkan ide tersebut jari-jari tanganku mulai menulis dengan lihainya dan cerita pun dimulai.
Saat berumur 11 tahun kami berdua pernah bertengkar hebat, lantaran aku menjadi sangat kesal dengan sifat Hazuki saat itu yang haus ambisi untuk selalu menjadi nomor satu sampai dia rela menjatuhkan saudara kembarnya sendiri, dan itu berawal ketika Hazuki menjadi peringkat 1 selama 5 semester berturut-turut.
Sehingga pada suatu malam aku menantang Hazuki untuk bertarung dengan katana kayu di dojo, dengan rasa angkuh dia menerima tantanganku. Pertarungan antar saudara kembar tidak terhindarkan, memang pada waktu itu dalam hal berpedang Hazuki sedikit unggul dariku sampai-sampai tebasan pedangnya melukai kepalaku sehingga darah menetes. Namun... aku tidak menyerah, aku bangkit dan mengayunkan pedangku sekuat tenaga. Ayunan pedangku itu membuat tulang lengan kanan Hazuki retak.
—Tetapi pertarungan masih dilanjutkan sampai beberapa saat kemudian, karena kami berisik saat bertarung, kedua kakak kami yaitu Kak Ren dan Kazura, Asuka, lalu ibu dan ayah datang mempergoki dan melerai kami. Kak Ren menahan Hazuki sementara Kak Kazura menahan diriku dan menjatuhkan katana kayu yang ada pada tanganku dan saudara kembarku. Karena kami berdua memiliki luka karena ulah masing-masing, tidak lama aku dan Hazuki kelelahan dan akhirnya pingsan. Kami berdua terbangun di dalam kamar tidur. Aku dengan kepala diperban lalu saudara kembarku terbangun dengan tangan kanannya diberi penyangga. Bahkan saat masih terluka saja, aku dan Hazuki masih marah terhadap satu sama lain. Aku mendapati ayah, ibu, dan 3 saudara kandungku yang lain seperti menunggu aku dan Hazuki bangun.
Suara langkah kaki terdengar bersamaan dengan pintu terbuka, itu adalah... Kakek. Dia berkata dengan nada serius " Hazuki, Hikari. kalau kalian mempunyai masalah dengan satu sama lain, terkadang kakek menyuruh kalian menyelesaikannya di Dojo, tetapi jangan sampai melukai apalagi melihat kondisi kalian sampai seperti ini. Hazuki kakek tahu kalau kau orangnya sangat ambisius tetapi jangan menjatuhkan saudara kembarmu sendiri,"
"Hazuki! Hikari! Ibu mohon, jangan melakukan hal seperti ini lagi. Kalian ini ibarat seperti satu hati, jadi Ibu sangat mohon lagi untuk jangan melakukannya lagi. Kalau kalian punya masalah ceritakan saja kepada ibu atau yang lainnya, kami pasti akan membantu." Air mata ibu terlihat menggenang seakan ibu menahan tangisan.
"Ibu benar Hikari, Hazuki. Turutilah kata-kata Ibu," ujar ayah menambahkan.
"Ibu benar kak, jadi jangan melakukannya lagi hmmph!" ucap Asuka-kun.
"ingat kata-kata Ibu, kalau kalian melakukannya lagi kak Kazura tidak akan ragu untuk ikut campur," lagi-lagi kak Kazura menambahkan kata-katanya sementara kak Ren hanya menyimak dan diam saja sambil bersandar di dinding kamar.
Sejak hari itu selama 3 Minggu aku dan Hazuki tidak berbicara satu sama lain, di sisi lain rasa bersalah terus menghujani hatiku karena membuat 1 minggu Hazuki tidak masuk sekolah karena tulang lengan kanannya retak sebab diriku. Oleh karena itu aku bertekad untuk menyelesaikan masalah ini dengan damai dengan memberikan sesuatu kepadanya. sampai pada suatu sore Hazuki duduk di atas kasur dengan cahaya matahari sore yang menyinari wajahnya dari depan. Dia terlihat seperti merenungi sesuatu. Tanpa lama-lama lagi aku menghampirinya perlahan.
"Hazuki-kun... aku ingin bicarakan sesuatu." Aku berjalan ke arahnya seraya menundukkan kepala.
"Baiklah... aku juga ingin membicarakan sesuatu kepadamu." Hazuki memalingkan wajah memelasnya.
"Etto—Hazuki, tidak maksudku Kak... aku minta maaf terhadap apa yang sudah aku lakukan kepadamu. Jadi... aku membawakan ini untukmu." Sebuah makanan kesukaan Hazuki aku berikan kepadanya sebagai rasa minta maaf.
Seketika Hazuki berkata dengan suara terisak-isak "Hikari adikku maafkan aku, maafkan aku. Aku memang saudara yang buruk untukmu, karena diriku inilah kita berdua mendapatkan luka—maafkan aku tidak ada apa pun yang aku berikan kepadamu sebagai rasa minta maaf." Dia menangis sambil menyandarkan kepalanya di dadaku.
"tidak apa kak, sekarang kita adalah satu hati kembali." Aku mengelus kepala Hazuki yang sedang bersandar di dadaku ini.
"Sekarang lupakan masalah kita yang lalu, sekarang makanlah makanan pemberianku ini,"
Hazuki lalu mengangkat kepalanya, awalnya dia bimbang untuk menerima makanan itu dariku, karena aku terus menyuruhnya, lantas dia mengambil makanan itu dengan satu tangan. Baru saja Hazuki mau memasukkan makanan itu ke mulutnya, dia berhenti sejenak dan menyodorkan makanan itu di tangannya, "Tidak enak rasanya kalau hati yang lain tidak ikut memakannya juga hahahaha," gumam saudara kembarku itu sembari tertawa. "Ahh baiklah aku ambil satu ya." Aku mengambil satu makanan itu dan kami memakan makanan itu bersama.
Aahh, akhirnya selesai juga catatan harian hari ini mungkin akan kuberi judul buku ini The Journey Of Hikari. Jujur aku sangat merindukanmu Hazuki, andai kejadian itu tidak terjadi mungkin apa yang kita lakukan hari ini ya?
Lalu suara ketukan dari pintu menyeruak Indra pendengaranku. lantas aku mempersilahkan orang yang mengetuk pintu itu untuk masuk
"Silahkan masuk," ujarku.
Pintu itu pun dibuka oleh seseorang yang tidak asing bagiku, siapa lagi kalau bukan Ayah.
"Eh Ayah? ada apa kau menghampiriku?" tangannya terlihat membawa sebuah koper coklat berukuran dengan logo yang mirip dengan logo sekolah akademi Roman.
"Ayah sudah mendaftarkanmu di sekolah akademi sihir kerajaan, jadi mulai besok pagi kau akan pergi bersama Roman untuk bersekolah dan kalian juga sekelas,"
"Woaah benarkah? terima kasih banyak Ayah." Seketika aku memeluknya karena merasa sangat senang.
—Dia kembali memeluk tubuhku sejenak lalu melepaskan pelukannya seraya berkata, "sudah-sudah.. ini seragammu ada di dalam koper, sudah termasuk seragam biasa dan olahraga. Mungkin kau coba terlebih dahulu apakah ukuran seragam ini pas denganmu." Tangan bangsawan itu menyerahkan koper seragam itu kepadaku. Lantas aku menerimanya dan mencoba kedua seragam itu di ruang ganti pakaian, setelah mencobanya aku kembali mendatangi Ayah untuk berkata bahwa kedua pakaian itu pas di badanku. "Baiklah Ayah juga sudah siapkan buku dan peralatan sekolahmu ya, jadi tinggal di bawa saja saat besok pagi. Namun sekarang ayah masih ada urusan kerajaan, jaga dirimu baik-baik sampai jumpa." Dia tersenyum sejenak sebelum melangkah keluar ruangan perpustakaan ini.
Karena hari juga sudah malam, padahal aslinya aku ingin mengajak Roman main tapi... mungkin dia lelah karena bersekolah. Jadi aku batalkan niatku itu dan pergi ke kamar, berganti pakaian biasa ke piyama, lalu membaringkan badanku di kasur dengan diselimuti kain dan rasa mengantuk yang pada akhirnya aku tertidur pulas.
Esok paginya, aku terbangun dengan pancaran sinar hangat matahari pagi. Di atas meja samping kasur sudah disiapkan sarapan salad daging yang dicampur mayonaise. Sebelum sarapan aku berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dengan air hangat, lalu keluar dari kamar mandi, berganti pakaian dan memakan sarapan di atas meja tadi.
Suara ketukan pintu seketika menggerogoti masuk Indra pendengaranku, sontak aku mempersilahkan masuk seseorang yang mengetuk pintu. Seseorang yang mengetuk pintu itu adalah Roman.
"Hei Hikari, ayo cepatlah kita berangkat bersama," dari intonasi suara roman tampaknya dia sedang senang.
"Iya sabarlah sedikit, sedikit lagi sarapanku ini habis." Aku mempercepat makanku dan segera bergegas untuk berangkat di hari pertama sekolah akademi sihir ini.
Saat keluar mansion Roman berkata kepada salah satu pelayan untuk menjaga dan membersihkan mansion seperti biasa, dan pelayan itu menuruti perintah Roman. Seketika tanganku ditarik oleh Roman untuk segera berlari ke sekolah. Di perjalanan kami ke sekolah, kami melewati tempat yang di sisi kiri-kanannya banyak terdapat toko makanan dan pakaian, tidak lama kemudian kami berdua melewati sebuah jembatan besar—lantas aku melihat ke bawah jembatan dan mendapati pantulan diriku dari air sungai di bawahnya. Sekitar beberapa menit kemudian sampailah kami di sebuah tangga yang di atasnya berdiri sebuah bangunan megah abad pertengahan dengan sebuah tugu tulisan bertuliskan Akademi Sihir Kerajaan Zigfrids, bangunan ini memiliki sebuah jam besar mirip menara jam di kota London yang menunjukkan sekarang waktu pukul 07.55 pagi.
"Hikari! Ayo jam pelajaran akan di mulai!" seru Roman kepadaku.
Lantas aku langsung menyusul Roman dan dia mengajakku untuk ke kelas 8-A sekaligus kelas yang akan menjadi kelasku. Aku menyusul Roman berlari ke arah kelas. Kemudian tibalah aku di kelas, suasananya sangat ramai dan berisik. Lalu aku ditunjukkan kursiku oleh Roman dan menaruh tasku.
Detik demi detik berlalu, suara lonceng jam pun berbunyi yang membuat gendang telingaku bergetar. Hentakan langkah kaki terdengar dari luar kelas, bersamaan seorang pria masuk sambil membawa buku di tangannya.
"Berdiri!" Roman menyuruh semuanya untuk berdiri, sehingga aku juga mengikuti perintah saudara angkatku itu.
"Memberi salam!"
"Selamat Pagi Sensei !" sorak kami sekelas.
"yaa selamat pagi semua, jadi hari ini kita kedatangan murid baru, silahkan maju ke depan untuk memperkenalkan diri," ujar Sensei itu.
Aku maju ke depan dan memperkenalkan diri " Halo semua, perkenalkan Namaku Yozora Hikari. Kalian bisa memanggilku Hikari, dengan ini semoga kita bisa akrab dan mohon bantuannya." Aku membungkukkan badan seperti biasa orang Jepang memperkenalkan dirinya, namun mereka semua seperti tampak bingung tentang kebiasaanku ini.
"Ahh... Halo Hikari-san, perkenalkan namaku Nathan Mikhail panggil saja aku dengan kata 'Kakak' kecuali pada saat salam dan penutup pelajaran ya hehe, silahkan kembali ke tempat dudukmu," tampaknya Sensei atau maksudku Kak Nathan juga kebingungan dengan kebiasaanku ini—tapi...it doesn't matter to me.
Aku kembali ke tempat dudukku kembali dan pelajaran sihir pun dimulai, pelajaran pertama yang kudapat dari Kak Nathan adalah sihir tentang menembakkan sebuah aliran listrik dari tangan untuk ditembakkan ke sebuah boneka beruang sebagai target. Aku mendapati semua orang di kelas ini kesulitan mempelajarinya. Lalu saat aku mencoba mempraktikkan sihir itu dengan kekuatan pikiran yang berpusat di jari untuk mengeluarkan suatu objek. Jari tanganku berpose layaknya seperti orang mau menembak, yang terjadi adalah... jariku berhasil mengeluarkan sihir tembakan listrik itu. Tetapi tembakanku terlalu kuat sampai menghancurkan boneka itu dan membekas pada dinding kelas.
Pusat pandangan semua orang di kelas menuju ke arahku dengan tatapan kaget dan tercengang termasuk Roman dan Kak Nathan sendiri. Dadaku kembali mengeluarkan hawa dingin sebagai tanda bahwa dadaku kembali mengeluarkan cahaya, namun karena tebalnya seragam sekolah sehingga cahaya itu tidak menembus pakaianku.
" Eee.. bagaimana bisa? ehem! Itu usaha yang bagus tapi cobalah untuk mengendalikan jumlah dayanya ya." Kak Nathan terkejut sejenak, tetapi setelahnya langsung menegurku. Lalu pelajaran kembali di lanjutkan dengan pelajaran lain sesuai jadwal. Hawa dingin masih berasa di dadaku, aku berpikir bahwa itulah yang menyebabkan kuatnya tembakan sihirku tadi, tidak lama setelah itu hawa dingin di dadaku perlahan menghilang.
Beberapa menit kemudian bel lonceng istirahat berbunyi, aku dan Roman beristirahat di kantin di temani oleh orang-orang dari kelasku yang ingin berkenalan denganku. Termasuk seseorang yang berkata dirinya adik dari Kak Nathan, dia bernama Ivan Mikhail. Memang dari penampilan fisik mirip Kak Nathan, ditambah nama belakangnya juga bernama 'Mikhail'. Aku melihat sepertinya Roman dan Ivan sangat akrab, Woah.. tampaknya aku akan punya banyak teman baru di sini. Kami semua berbincang satu sama lain, bahkan beberapa saat kami juga tertawa bersama seakan sudah lama berkenalan.
"Oh Iya, nanti para guru akan ada rapat. Jadi jam pelajaran setelah istirahat menjadi jam kosong untuk para murid di sini," gumam Ivan-san.
Aku merasa senang mendengar hal tersebut, karena sekalian aku ingin mencari tahu banyak tentang akademi ini. Ivan meninggalkan kami berdua karena ada urusan OSIS. Sementara aku ingin segera mencari tahu tentang akademi ini di temani Roman. Roman memperkenalkanku dengan tempat-tempat di sini, dimulai dari laboratorium sains dan sihir, taman, lapangan sekolah, teater seni, arena latihan, dan terakhir perpustakaan akademi. Saat di perpustakaan akademi, Roman meninggalkanku untuk buang air besar. Alhasil aku membaca buku sendiri lagi di perpustakaan.
Aku sangat asyik membaca buku tentang sejarah dunia ini dan sihir. Seketika di tengah-tengah aku membaca buku, aku di datangi seorang gadis cantik seumuranku, sepertinya dia sekelas denganku karena aku sempat melihatnya di kelasku tadi. Gadis itu memiliki fisik tinggi sedikit pendek dariku dengan rambut panjang pirang keemasan berkilau di depan mataku.
"Namamu Hikari ya? boleh aku ikut membaca buku bersamamu," gumam gadis itu.
"Boleh kok, silahkan hehe." Lalu kami melanjutkan membaca buku masing-masing sambil berbincang asyik sedikit.
Aku berpikir gadis ini bukan gadis biasa, karena penampilan pakaian dan fisiknya begitu bersih dan rapi, tutur setiap kata gadis itu juga halus dan lembut seperti malaikat. Itu mengingatkanku kepada mendiang ibuku. Sesekali aku melirik ke jendela kaca perpustakaan, mataku melihat siswa-siswa termasuk Roman dan Ivan mengintip dan mendengar pembicaraanku dengan gadis di depanku ini. Sehingga aku memang yakin bahwa dia bukan gadis biasa di sekolah ini.
3 jam kemudian, bel lonceng jam pulang berbunyi. Di perjalanan menuju kelas untuk pulang, gadis itu memperkenalkan namanya. Dia bernama... Elena Zigfrids, nama belakangnya sama dengan nama kerajaan ini. Lalu saat sampai di kelas, Roman sebagai ketua kelas mengucapkan salam penutup pelajaran hari ini kepada Kak Nathan. Setelah mengucapkan salam kami semua pulang ke rumah masing-masing.
Roman berbicara kepadaku di perjalanan pulang ke mansion.
"Hikari, apa kau tidak sadar siapa gadis yang sebenarnya kau ajak bicara?" tanya Roman.
"Oh Elena, memang dia siapa?"
"Huh dasar, dia itu putri raja tahu!" jawab Roman.
Mendengar roman berkata itu, perasaanku seakan meledak bukan main. Di tengah hembusan angin sore ini, aku malah di beritahu hal mengejutkan lagi. padahal sikapku bisa lebih baik lagi saat bersama dia tadi. baiklah aku akan memperbaiki sikapku ini saat bersama Elena di waktu lain.
Setelah berjalan cukup lama, kamu berdua sampai di mansion dengan di sambut para pelayan yang salah satunya berbicara bahwa makan malam sudah di taruh di meja. Roman mengajakku nekat makan malam tanpa mandi terlebih dahulu. Dia bilang karena ayah tidak ada di sini, makanya dia mengajakku makan dengan masih memakai pakaian seragam sekolah. Perut kenyang hati pun senang, setelah makan malam Roman dan aku saling mengucapkan selamat malam sebelum pergi ke kamar masing-masing untuk mandi dan berganti pakaian ke piyama lalu tidur dengan nyenyak.