Chapter 2 - 00.1

Langit begitu putih, butiran-butiran bulat turun dari atas sana, membekukan daratan. Es mengungkung, mengurung peradaban yang ada. Angin kuat bertiup dari segala penjuru, menggoyang kuat batang pepohonan, merontokkan dedaunan coklat yang menghiasi. Tak ada tumpukan salju di atas jajaran pohon, bahkan beberapa dari mereka, masih memiliki daun gembal yang menggantung di dahan.

Aneh.

Sesuatu yang aneh sedang terjadi.

Pasalnya saat ini belum menginjak musim dingin. Bahkan seharusnya, musim gugur belum berlalu.

Namun semua tahu ... kalau dibiarkan, Kota Rittdef akan terkubur salju dalam waktu dekat.

Seorang Baron yang bertanggung jawab atas kota tersebut tampak panik di dalam kediamannya. Ia berusaha mengeluarkan peralatan komunikasi yang dimiliki dan menghubungi para petinggi lain.

Saat ini dia berada di depan Teenph, sebuah alat komunikasi berbentuk seperti kandil yang bekerja dengan batu permata khusus. Jemari tangan kanannya dari tadi memutar lingkaran berangka yang terpahat di ujung Teenph, sedang yang lain membawa corong terhubung kabel ke sisi telinga. Di sini, sang Baron bersumpah bisa mendengar suara tut tut tut sejenak sebelum hening menyapa.

Seolah seseorang sengaja menaikkan harapannya lalu menghempaskannya ke bumi dengan cepat.

"Sialan! Ada yang mempermainkan kita!" lelaki bertubuh tambun itu membanting peralatan berbentuk corong ke arah kaitnya. Muka lelaki itu penuh kekesalan, hidungnya kembang kempis. "Kurang ajar sekali mereka!" dia menggeram, tangan mengepal kuat di sisi.

Lalu cepat, ia memutar badannya. Sembari mengehnatkkan kaki, ia berikan perintah, "panggil gerombolan cecunguk itu. Seret mereka ke depanku dan aktifkan seluruh piranti anti sihir! Aku yakin fenomena ini dibuat oleh antek-antek penyihir tak tahu diuntung itu!"

Mengikuti perintah sang Baron, para pengawal yang berdiri segera berlari ke penjara bawah tanah. Mereka membawa senjata dan bersiaga dengan peralatan masing-masing.

Penjara bawah tanah ini sangat tak terawat. Bau busuk yang menyengat mengoar dari dalam. Bahkan masih di tangga saja, bau itu sudah menggelora.

Heh, bagaimana tidak ... tempat itu tak memiliki akses matahari masuk. Air kotor menetes dari langit-langit, membasahi bahkan menggenangi hampir separuh dari sel dan lorong yang ada. Hal yang menyebabkan batu bata yang menyusun penjara menjadi berlumut dan menjijikkan. Sedang di bagian yang kering terdapat sarang laba-laba menggantung, laba-laba besar menaungi sarang itu. Mata mereka bersinar kendati ruangan itu begitu gelap, seolah dia Raja dan manusia adalah mangsa.

Tapi di tempat sebusuk ini, di dalam sel-sel tahanan tak terawat ...

Terdapat sosok-sosok berbalut jubah putih yang sangat kotor dan mencoklat. Penampilan mereka buluk, bau yang menyengat keluar dari tubuh mereka.

Mereka seperti mayat. Tiada cahya kehidupan di mata mereka.

Dulu, mereka manusia.

Tapi jelas, para penjaga yang datang itu tak peduli dengan keadaan mereka.

Clang! Satu dari pengawal memukul jeruji besi yang mengurung orang-orang mengenaskan itu menggunakan tombak yang ia bawa. Mukanya tertekuk, emosi kentara di sana. "Kalian para bajingan!" serunya sambil mendelik ke arah sosok-sosok menyedihkan itu. Sebelum tiba-tiba, dia melemparkan tombaknya ke dalam sel.

Cicitan menggelegar menggaung dari dalam. Tawanan yang semula bergerumbul saling berpegangan tangan, berhamburan menghindari hujaman tombak. Mata mereka membelalak, tubuh bergetar hebat dan wajah mereka makin memucat. Mereka tampak ketakutan.

"Maafkan kami ... Maafkan kami!" dengan suara sangat kecil, beberapa orang bersujud. Mereka memohon ampun, mewakili yang lain, agar tak ada lagi yang disakiti.

Namun tentu saja para penjaga itu acuh tak acuh.

Heh, beberapa dari mereka bahkan tertawa kencang melihat reaksi menyedihkan itu. Mereka tampak senang bisa menginjak-injak sosok-sosok dalam balutan putih di sana. Meski beberapa pengawal lain yang melihat hanya bisa menghela napas dan menggelengkan kepala, tapi jelas mereka berbagi satu yang sama: mereka membenci para cecunguk itu. Sangat benci.

Sudah menjadi rahasia umum jika di dunia ini, terdapat dua blok besar yang tak bisa bergaul dengan baik. Blok 'penyihir' dan blok 'pendekar', dengan pemimpin Viwyth Empire dan Slaceor Kingdom. Bahkan kendati mereka telah mengirimkan perwakilan untuk diikat dalam 'pernikahan politik' atau pun mendatangi traktat, masyarakat mereka tak pernah bisa bersatu.

Di sini, Slaceor Kingdom, merupakan Kerajaan yang berpegang teguh pada kemampuan olah diri dan membenci sihir. Bagi mereka, penyihir adalah sosok-sosok rendahan yang tak mau bekerja keras. Mereka para pemalas yang menyalahi hukum alam dengan mengembangkan teknik memanipulasi elemen untuk membantu kehidupan.

Peperangan lima belas tahun tanpa henti yang terjadi 80 tahun lalu telah membuat mereka yang memiliki sihir dan terdeteksi sebagai penyihir oleh kelompok anti sihir di wilayah Slaceor, akan diperlakukan layaknya hewan.

Dipakaikan pakaian lusuh yang telah ditentukan, tangan kaki diikat rantai khusus yang bisa mengosongkan tubuh dari aliran Raynen—atau disebut Qi di berbagai tempat—dan menutup potensi tubuh mengambil Raire (mana) dari luar. Lalu rantai itu disatukan dengan jarak hanya 2 meter. Kemudian kalau mau pergi kemana pun harus atas izin dan digembala. Bahkan jika mau ke belakang pun harus bersama-sama. Bagaimana perlakuan ini bukan perlakuan pada hewan? Bahkan hewan pun akan diperlakukan lebih wah daripada mereka!

"Cepat, jalannya!" satu pengawal berteriak kencang sambil melotot ke arah tawanan-tawanan itu. Kecepatan jalan mereka super lambat, itu membuat lelaki berbalut zirah itu emosi. Padahal mereka harus cepat ... tapi para cecunguk ini ... hah!

Menghentakkan tombak besi di tangannya ke atas lantai keras, ia beseru lagi. Ancaman kental di suaranya, "Aku hitung sampai dua puluh, jika kalian semua belum keluar dari sini ... yang tersisa akan dicambuk sampai mati!"

Ancaman itu rupanya membuahkan hasil luar biasa. Para makhluk rendahan itu mempercepat langkah. Tak mempedulikan kondisi mereka bagaimana, yang jelas mereka seperti berlomba-lomba untuk keluar dari penjara itu. Jelas sekali mereka ketakutan dicambuk sampai mati. Tubuh lemah mereka yang bergetar menunjukkan semuanya.

Kemudian, setelah keluar dari penjara bawah tanah, mereka pun digiring ke kantor sang Baron. Tak ada ekspresi melawan sedikit pun di muka-muka pucat itu. Mereka tampak sudah menyerah, pasrah.

Fenomena aneh yang terjadi ini, diduga adalah hasil karya penyihir. Atau setidaknya itu adalah apa yang dipercayai oleh Baron. Jika Baron menempatkan manusia-manusia peliharaannya di ruangannya, maka penyihir yang menyerang akan berpikir dua kali untuk melukai Baron dan orang-orangnya.

Bagus, kan?

Jika dia bisa mengelabuhi sang penyerang ini, dia bisa punya peliharaan baru pula!

Hahaha! Memikirkan itu, sang Baron tertawa gembira!

"Silakan, silakan~ Silakan masuk ...," Kepala Keluarga Rittdef Barony menyapa peliharaannya ketika mereka dilempar ke tengah ruangan. Senyum tersungging di wajah tua bergelambir itu. Senyum yang cukup membuat peliharaannya ketakutan.

Fufufu. Menggemaskan!

"Ah~ Kenapa kalian terlihat takut? Tenang, aku tak akan melukai kalian~" sosok berambut klimis berperut buncit itu berkata. Nadanya meliak-liuk senang. Dia memandang peliharaannya satu per satu sembari meraih pedang di atas meja. Lalu sembari memainkan jemari di mata pedang yang berkilau, ia berkata lagi, "Kalian tahu budak-budakku ... aku punya proposal untuk kalian~" jeda terbentuk. Sang Baron mengamati perubahan di mimik 'hewan-hewan'nya.

"Aku akan membebaskan beberapa dari kalian, tapi ..." katanya lagi seraya melengkungkan senyum ketika mendapati tak sedikit dari mereka mendongak, menatapnya dengan kilat tertarik. "Tapi kalian harus menangkap tikus menyebalkan yang membuat salju di sekitar sini. Oh, tentu saja tanpa membunuhnya. Gimana?"

Dia bisa melihat beberapa peliharaannya saling pandang. Bahkan ada yang mengangguk seolah membuat kesepakatan dalam diam.

Namun sebelum dia mendapatkan balasan dari penyihir yang ada ... lingkaran biru muncul di tengah ruangan.

Sedetik kemudian semua yang ada membeku.

Tanpa terkecuali.

Bahkan sang Baron pun membeku, hanya kepalanya yang tidak.

[]