Chapter 3 - 00.2

Elstaf di Rittdef menahan napasnya melihat apa yang terjadi di hadapannya. Dia baru saja berkelakar untuk membebaskan penyihir-penyihir tawanannya jika mereka mau membantunya menangkap dalang dari situasi aneh yang memeluk kota tempatnya tinggal, tapi sungguh ... di bayangan terliarnya, dia tak pernah memikirkan bila tiba-tiba dia akan membeku.

Elstaf tahu pasti jika penyihir memiliki Raynen dan Raire untuk mengontrol diri dan elemen di sekitarnya. Oleh karena itulah dia menginstal banyak sekali peralatan yang dapat menahan kemampuan itu tanpa mempengaruhi orang-orangnya.

Lalu mengapa ...

Mengapa kini ... di tempat ini ...

Napas lelaki tambun itu tercekat. Matanya membelalak. Dingin yang ia rasa membekukan seluruh tubuhnya. Es yang mengurung hingga leher ini, membuat ia mati rasa. Namun kepalanya perlahan panas. Panas!

"Akkh--" erangan meluncur dari bibir sang Baron. Hanya saja, belum juga ia mengeluarkan seluruh kesakitan yang ia rasa dalam jerit, seseorang mendahului. Suaranya memekakkan telinga, tajam sekali dan menggigit, "AAAAAAAKKKKKHHHHH!! MATAKU! MATAKUUUU!!"

Sang Kepala Keluarga tentu langsung menoleh. Dan seketika ia merasakan disambar petir di pagi hari. Dia melihat, di wajah anak sulungnya, tepatnya di mata putra lelaki kesayangannya itu ... darah mengalir deras.

Anaknya meronta. Dia berusaha menggerakkan tangan, mungkin ingin menutupi mata, tapi balok es menghalang. Mereka jadi boneka es kini, gerakannya terbatas.

"Granoa! Tutup matamu! Pusatkan aliran Raynenmu ke mata!" Elstaf memanggil nama anaknya, petuah diberikan. Nadanya penuh urgensi. "Tenang! Jangan gegabah, kau harus pelan-pel--"

"SAKIIIIT! SAKIIIT! SAKIIIIIIIIIT!" kini lengking jeritan menggelegar dari sisi yang berlawanan. Meskipun menolehkan kepala tak semudah yang itu, menahan sakit yang menusuk di leher, Elstaf kini memandang anak perempuan satu-satunya.

Dan darah mengalir dari telinga putrinya!

Darah merah yang ... sangat banyak!

Lalu bak apa yang terjadi pada dua anaknya adalah pelatuk, teriakan demi teriakan melengking dari seluruh tenggorok mereka yang ada di sana. Tubuh mereka bergetar, keringat mengucur deras, sederas darah yang mengalir entah dari lubang mana di tubuh mereka.

Elstaf pun merasakannya ...

Tak ada yang tidak menjerit.

Tidak, kecuali mereka.

Elstaf berani bersumpah, sebelum matanya tak bisa melihat dan cairan pekat mengalir dari sana, ia melihat sinar biru mengelilingi para penyihir itu. Di sini, dia menggemeretakkan gigi. Berusaha mengumpat, meski alih-alih makian, jeritan yang meluncur.

Namun satu hal yang pasti terjadi.

Seseorang dengan kemampuan sihir di atas peliharaannya ... telah datang.

Lantas seperti membenarkan pikirannya, detik berikutnya, Elstaf merasakan hawa di sekelilingnya berubah. Langkah kaki yang begitu awam pun mengikuti. Ringan sekali langkah mereka, tapi penuh tekanan.

Dia bisa mendengar cicitan tertahan beberapa orang, mereka seperti terkejut. Sayup, ia pun menangkap cicit tertahan putrinya, "Anzui!"

Seketika sang Baron mematung.

Anzui? ANZUI?! Anzui yang itu? Organisasi pembunuh terkenal yang tak diketahui mereka darimana, dimana tempatnya tapi selalu ada di seluruh penjuru dunia di bawah Kekaisaran Viwyth?

"T-Tuanku," satu dari peliharaannya berbicara. Dia memanggil seseorang sebagai 'Tuan', tapi Elstaf tahu, itu tak diarahkan padanya. Para keparat ini tak pernah memanggilnya Tuan meski apa pun yang ia lakukan pada mereka!

Kalau begitu ...

"ANZUI BIADAB! HADAPI AKU SECARA JANTAN KALAU KAU BERAN--AAAAKKKHHH!" menahan rasa takut yang bercongkol dengan munculnya musuh tak terlihat, Baron Tambun berusaha memprovokasi. Namun belum juga dia selesai berbicara, tiba-tiba dia mendengar suara meledak.

Salah. Kakinya meledak.

Dan kini Elstaf menggelundung di lantai.

"AYAH!!"

"SUAMIKU!!"

Pekik melengking dari segala sisi ketika Elstaf menggelundung. Dia merasakan dunianya berputar, sakit menggigit dari seluruh penjuru. Ia ingin menjerit tapi tak bisa. Sebelum tiba-tiba ia berhenti menggelundung, seseorang menahannya--tidak. Seseorang kini duduk di atasnya.

Sedetik kemudian air menggerujuk muka sang Baron tambun tak berkaki. Air itu mengalir tepat ke matanya, seperti membilas darah yang ada di sana. Lalu berikutnya, Elstaf yakin dia mendengar tawa kecil. Tawa elegan sebelum tertutup jeritan keluarganya.

"Jangan duduki ayahku!"

"Hentikan, kau keparat!"

"Berdiri dari atas tubuh ayahku!"

Elstaf menggeleng. Dia berusaha membersihkan darah yang ada di mata, mengerjap-kerjap agar bisa kembali melihat.

Dan ketika samar ia bisa melihat kembali, sang Baron melihat dengan jelas, lelaki berbalut serba hitam dengan topeng berbentuk naga duduk di atasnya. Ia sedang melemparkan kacang dan telak, mengenai tenggorok keluarganya.

Mereka yang semula menghardik pun melolong kesakitan.

"HENTIKAAAN!" sang Baron menjerit. Dia berusaha bergerak, menghempas orang di atasnya.

Sayang lelaki itu bergeming. Dia bahkan santai menunduk, memandang ke arah Elstaf. Di sini Elstaf menegang.

Baru kali ini dia melihat secara langsung seorang Anzui. Kelereng yang menatapnya dari balik topeng itu gelap, pengap, begitu dingin. Dan di sekeliling tubuhnya terpancar aura biru mencekam.

"Ah! Sudah bisa melihat sekarang, Pak?" pertanyaan ringan meluncur dari bibir sang Anzui di atasnya. Senyum melengkung di bibir lelaki itu. Simpel sebenarnya lengkung yang terbentuk, tapi entah mengapa terkesan mengerikan. Kontras dengan nada main-main yang dilontarkan bibirnya.

"Dasar Penyihir Bajing--AAAAAA!" Elstaf menjerit. Napas kontan memburu. Dia baru saja mau mencaci Anzui sialan yang mendudukinya ini, tapi tiba-tiba sesuatu menusuk pipinya.

Sesuatu ... Es.

Seketika tubuh Elstaf bergetar kencang. Dia tahu orang ini tak akan berpikir dua kali untuk membungkamnya. Ketakutan mencekik lelaki tua itu. Anzui dengan es ... hanya orang bodoh yang tak tahu siapa.

"Jangan kasar-kasar kalau bicara, ada anak kecil," lelaki itu berdendang sembil melirik bocah kecil di kalangan penyihir berjubah putih yang tengah duduk dan meminum sup panas.

Sup panas?!

"Hahu--" sang Baron mendelik. Kebencian merajah wajahnya. Lekat ia pancarkan tatapan membunuh pada lelaki yang sedang memainkan kacang polong di tangan kanan sedang tangan kiri membuka-tutup, memanggil dan menghilangkan bilah-bilah es itu.

Bajingan. Dia adalah komandan tertinggi Anzui! Sial!

Harusnya sejak salju mengurung kotanya, Elstaf tahu siapa yang datang.

Harusnya dia langsung meminta bantuan pada Viscount atau bahakan Count! Tak seharusnya dia meremehkan penyihir!

"Kau tahu ... aku akan mengambil penyihir yang kau tahan. Bukan begitu caranya merawat tamu, Baron," masih memainkan benda bulat di tangan, lelaki bertopeng naga dengan tanduk di bagian atas itu berkata. Bibirnya seperti tunjukkan ekspresi sedih.

Pah! Yang benar saja! Anzui terkenal tak memiliki hati!

Namun Elstaf tak mengutarakan hal itu. Ia tak bisa bicara, kalian ingat? Bibirnya ditusuk dengan es!

"Oh! Bagaimana jika kau dan keluargamu diperlakukan sama seperti mereka? Kau setuju?" seperti ekspresi sedih tadi adalah fana, lelaki itu kembali menunduk ke arah Elstaf dan kini mukanya berseri. Ia berani bersumpah bisa melihat kilat jenaka di bilah jelaga lelaki di atasnya itu.

Dan seketika ia disetrum juta ketakutan.

Dia dan keluarganya ... diperlakukan sama? Tunggu! Apa maksud--

"Baik. Keputusan sudah bulat," lelaki itu berdiri perlahan. Keeleganan dari perangainya terpancar kuat. Elstaf hanya bisa menegang melihat hal ini. Dia menggeleng. Gelengannya makin kuat ketika seruan perintah pada Anzui lain terkumandang, bahwa seluruh orang di kediaman ini akan diungsikan.

Ke penjara bawah tanah Kekaisaran Viwyth.

"Kami mohon Tuanku, jangan lakukan ini! Baron hanyalah Bangswan kelas rendah dan seperti yang Tuanku tahu, kami di sini hanya mengikuti perin--" ucapan panjang kepala butler yang dari tadi diam langsung terbungkam. Kacang bulat meluncur dan melesak menghantam jakun lelaki itu. Seketika dia muntah darah.

Dan apa yang Anzui itu katakan?

"Berisik."

Hanya itu.

Seketika tak ada perlawanan dari semua yang ada di sana. Mereka tahu bila ... akhir telah datang.

Elstaf pun hanya bisa berpasrah ketika dia diberdirikan--masih dalam es--lalu dikelompokkan dengan boneka-boneka es berkepala manusia yang lain--keluarganya. Dia tak tahu apa yang dilakukan oleh orang itu, sosok yang masih tampak muda tapi adalah Komandan dari segalanya. Yang jelas Elstaf terus mengamati pergerakannya seperti menggeledah ruangan, mendengar laporan dari anggotanya dan manggut-manggut mengatakan bagaimana dia paham.

Dia diam ...

Terus diam ...

Sampai sesuatu menarik perhatiannya.

Rambut sang Komandan, dia tak asing dengan warna rambut cerah itu. Pirang ke merahan yang nyaris oranye. Warna yang hanya dimiliki oleh ...

"Hang Huliha ..."

Meski tak begitu kentara, Elstaf yakin dia melihat gerakan sang Komandan Anzui terhenti sebentar.

Dan cukup dengan itu dia tahu jika dugaannya benar.

Menutup mata, sang Baron merasakan tubuhnya mendadak lelah. Dingin dari es sepertinya telah membuatnya lumpuh dan entah bagaimana dia tak peduli.

Karena mau bagaimana pun ... masa depannya adalah mati.

Yang ditakutkan Raja Wyrein menjadi nyata.

Pesta balas dendam berdarah kini terselenggara.

Dan sayang sekali, keluarganya adalah target pertama.

[]