Chereads / Pernikahan Gila Nona Arogant / Chapter 13 - La Luna Celo

Chapter 13 - La Luna Celo

Laurent melihat jam digital yang melingkar dipergelangan tangan sudah menunjukkan pukul dua siang. Yang artinya, sudah dua jam berlalu dari kedatangan Kenric. Tidak ada tanda-tanda Maria keluar dari ruangan atau memberi perintah padanya. Padahal, hari ini Maria memiliki jadwal penting yang memang harus diurus langsung olehnya.

Harusnya, Maria pergi mengunjungi pulau fango untuk lahan pembangunan villa dan resort dalam proses peletakkan batu pertama sebelum pembangunan dimulai. Dari seluruh aset yang dia miliki, tak pernah satupun ada yang terlewatkan dari proses itu. Tapi kali ini, dia tak melakukannya.

Laurent masih tenggelam dalam pikiran. Dia tak menyadari Maria telah melangkah keluar ruangan tanpa menghiraukannya. Maria bergegas berjalan, tampak terburu-buru menuju koridor lift yang dikhususkan untuknya.

Laurent yang segera menyadari, langsung berdiri dan ingin mengejar langkah Maria. Namun, langkahnya terhenti, dia mengurungkan niat dan membiarkan Maria.

Karena menurutnya, Dia hanya akan membuang tenaga untuk bertanya pada Maria. Sudah jelas, dengan keadaan Maria yang seperti itu, dia akan diabaikan.

***

Terdengar suara pintu terbuka, seorang laki-laki yang memiliki lensung pipi juga rambut coklat masuk kedalam apartemen mewah yang dinamai La Luna Celo dengan segala funiture model terbaru. Ruangan yang hangat, dengan design dinding full kaca dari bawah hingga atas ditutupi hordeng putih.

Pria itu menoleh kekanan, memeriksa dibagian-bagian ruangan untuk mencari seseorang. Sepertinya, ini bukan kali pertama ia datang ke apartemen ini. Sebab, sudah sangat mengeneli perbagian denah nya.

Tak menemui apa yang dicari dilantai ini, ia melanjutkan langkah menuju anak-anak tangga yang berbentuk dengan desaign huruf s. Hingga ia berhenti didepan pintu kamar yang memang hanya ada satu-satunya pintu kamar dilantai itu.

Ia membuka pintu yang kebetulan tak terkunci, membuat badannya setengah masuk dengan tangan sebelah masih menahan knock pintu. Beberapa detik dia berdiam dalam posisi itu. Lalu, memutuskan untuk masuk, menutup pintu.

Kamar yang tak nampak asing. Terlihat rapi, berdesaign modern, nuansa serba putih dan terdapat beberapa lukisan abstrak. Ya, ini adalah kamar Maria. Tidak salah lagi. Tapi, mengapa ada seorang lelaki. Berarti yang sedang dicarinya adalah Maria.

Lelaki berlesung pipi itu tersenyum lebar, setelah ia mendapati kamar Maria kosong tanpa Maria.

"Kau sipenggila kerja. Mana mungkin aku bisa menemukan mu di jam segini." Sambil melihat jam tangan quarts dengan lambang NxM. Itu artinya, jam itu merupakan edisi terbatas atau biasa disebut dengan limitid edition.

Bentuknya sederhana, namun, elegant dan klasik. Memang, sangat cocok dipakai olehnya. Si lelaki lesung pipi dengan wajah yang teduh dan karismatik. Juga selalu senang mengenakan baju kaos over size.

"Kenapa kau menjadi ceroboh, apa karna banyak yang menganggu pikiran mu akhir-akhir ini." Ia berkata sambil menutup hordeng putih yang tampaknya lupa ditutup oleh Maria.

Saat hordeng itu hampir tertutup secara keseluruhan, ia menatap keluar. Pandangannya tertuju pada balkon. Ia mulai berdiam, matanya menajam menangkap objek dari jauh. Bola mata coklat- kehijauan tampak lebih bersinar terpantul dengan bias cahaya matahari yang dihalangi oleh kaca.

Ia meninggalkan hordeng itu untuk menekan tombol agar pintu kaca terbuka dan langsung melangkah keluar tanpa menunggu pintu terbuka secara keseluruhan. Setelah beberapa langkahnya, ia terhenti tepat didepan meja yang berada ditengah balkon.

Ia melihat setangkai mawar yang sudah mulai layu dengan beberapa kelopak yang sudah gugur dari tangkainya. Es yang sudah mencair diwadahnya, juga gelas dan botol wine yang masih dalam keadaan tak tersentuh.

'Maria, kau masih melakukannya' batinnya.

***

Mansion mewah bernuansa putih gading yang terlihat sangat megah dari sudut manapun. Air pancur sebesar lapangan futsal menghiasi bagian halaman depan mansion. Air yang menyembur dari patung imitatif berbentuk malikat kecil dan seorang gadis tanpa busana yang melekuk menari. Hanya bagian rambut panjang bergelombang yang menutupi bagian dada dan kemaluannya. Hotel bintang lima seolah terlihat kalah dengan mansion ini.

Mobil Rolls-Royce Sweptail hitam, baru saja berhenti didepan pintu utama mansion. Seorang wanita baru saja turun dari pintu belakang yang dibukakan oleh supir. Tak lain, dialah Maria. Ini adalah mansion milik keluarga Scott.

Artinya, Maria baru saja pulag setelah tiga hari pengumuman itu. Dia melangkah masuk kedalam. Dengan sigap supir menunduk dan menutup pintu lalu kembali ketempat duduk kemudi. Perlahan ia menjalankan mobil ketempat yang sudah dikhususkan untuk parkir.

"Nyonya." Panggil pelayan.

Sorenda yang sedang memegang kagum pada tangkai buah anggur dari pohon yang ditanamnya sendiri hanya menjawab, "ya" tidak begitu menghiraukan.

Saat ini dia hanya ingin menikmati buah-buah segar yang ditanamanya sendiri ditaman belakang mansion. Terlihat lahan pohon anggur yang lumayan tampak lebar, tak hanya itu ada juga strawberry, blubery, apel dan bahkan plum. Mungkin, masih ada beberapa jenis yang lainnya dibelakang sana. Yang tak terlihat dari arah pelayan berdiri.

Sorenda masih mencium harum bunga anggur dari tangkainya sambil dia tersenyum. Setelah itu, dia menggunting tangkai anggur yang sudah siap dipanen. Dan meletakkannya dikeranjang bambu yang sudah dipegang oleh pelayan yang mengikutinya sejak tadi.

"Lihatlah, ini manis sekali." Icip sorenda.

"Tak salah aku meminta bibit pada paman Leo waktu itu, dia memang petani terbaik." Rasa puas dengan hasil tanamannya.

"Coba kau cicpi ini." Sorenda langsung menyulangkan anggur itu pada pelayan, hingga membuat pelayannya salah tingkah.

Sorenda memang orang yang rendah hati, namun, pelayan tetaplah pelayan. Sebaik apapun majikan terhadap mereka. Pelayan tetap memilki rasa sungkan.

"Kau, kemarilah, sini ikut cicipi anggur hasil tanaman ku. Rasanya manis sekali. Benar bukan?" Ucap Sorenda pada pelayan yang di sebelahnya, mencari dukungan.

Pelayan mengangguk sambil mengunyah anggur, tersenyum menutup mulutnya dan mengangguk. Pelayan yang satu melangkah, berjalan kearah Sorenda.

"Nyonya. Nona Maria sudah pulang." Lapornya lembut.

"Uhuk…uhuk," sorenda tersedak.

"Nyonya kau tak apa?" Tanya pelayan yang memegang keranjang anggur.

"Mmm…, tak apa." Sorenda menjawab sambil melambaikan tangan dan menepuk-nepuk dadanya.

"Kau tak bercandakan?" Tanyanya memastikan sambil matanya membulat.

Pelayan menggelengkan kepala dan menunduk "mana mungkin saya berani bercanda nyonya,"

Sorenda langsung berlari kecil, diikuti oleh kedua pelayan. Sejenak dia melupakan kekagumannya pada anggur hasil dari tanamannya sendir. Tentu saja, Maria jauh lebih penting dari itu.

Sejak pengumuman itu diumumkan, dia tak pernah mendapat kabar dari Maria. Maria lebih memilih tinggal diapartemen mewahnya. Dan seolah memberontak untuk tidak berbicara pada kedua orang tuanya.

Sorenda bukan tak mau mengunjungi atau membujuk Maria. Dia tahu betul itu hanya akan sia-sia. Jika Maria sudah berdiam diri, lebih baik tak usah diganggu atau ingin masalah tak akan pernah selesai sampai kapan pun. Diamkan itu adalah cara terbaik.

Hanya seseorang yang bisa melunakkan Maria. Atau bisa disebut sebagai pawang, ialah Shone.