"Aku menyetujui pernikahan ini."
Samar namun tegas suara Maria dari dalam ruang pribadi Diego. Sorenda yang mendengar hal itu sontak saja menghentikan langkahnya.
Dia melirik kedua pelayan yang mengikutinya. "Kau dengar?" Tanyanya pelan berbisik. Pelayan mengangguk tanda membenarkan pertanyaan Sorenda.
Setelah itu, ruang pribadi Diego lenggang tak bersuara. Sorenda berusaha memanjangkan telinganya. Mencari tahu, dialog apa selanjutnya yang akan diucapkan Maria atau suaminya. Dia mengurungkan niat untuk masuk dan bergabung.
Kedua manusia batu sedang berada diruangan saling mengeluarkan tekanan ego. Dan dirinya bukan lah lawan yang sepadan untuk menghadapi mereka jika dalam kondisi seperti ini. Sampai atmosfer ketegangan didalam bisa diraskaannya.
"Kau tak mendengar apa-apa lagi?" Tanya berbisik. Memastikan kepada pelayan.
Pelayan hanya menggelengkan kepala lalu menunduk. Mereka tak mendengar apapun lagi setelah ucapan Maria.
Sorenda mengangkat kaki perlahan mendekati pintu dan memanjangkan lehernya, dia sangat ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi anatara dua manusia yang saling bercermin. Mulai dari sikap, sifat, kepintaran hingga visual Maria sangat mirip dengan Dieogo.
Diego benar-benar mewarisi seluruh bagian dirinya pada Maria. Jika Maria adalah seorang anak laki-laki, maka, mereka jelas terlihat seperti kembar dengan perbedaan umur yang sangat jauh.
"Nyonya," panggil pelayan berbisik.
Sorenda menoleh sambil meletakkan jari telunjuk dibibirnya "stttt…," lalu dia menaikkan kedua alis memberi kode 'kenapa?'
Pelayan melanjutkan ucapannya dengan hanya membuka mulut tanpa suara "Nyonya tidak masuk?" ucapan yang langsung dimengerti oleh sorenda dari pergerakan mulut pelayan.
"Tidak. Aku memantau dari sini saja." Sorenda menjawab dengan gerakan mulut yang juga langsung dimengerti pelayan.
Pelayan di mansion ini memang tergolong lebih dekat pada Sorenda. Sebab, Sorenda tak pernah membuat jarak antara dirinya dan pelayan. Tak jarang dia membantu pelayan dalam menjalankan tugas-tugas mereka.
Seperti, berkebun atau memasak. Terkadang Sorenda juga berbelanja memastikan bahan baku yang benar-benar sehat dan berkualitas.
Dia lebih suka menghidangkan Diego dengan masakannya sendiri. Mungkin karena dia terlahir dilingkungan keluarga besar Chief ternama dinegara ini. Sorenda juga tak membatasi para pelayan untuk ikut merasakan makanan yang menjadi hidangan untuk suami dan anaknya.
Meski harus menikmatinya dimeja yang berbeda. Karena pelayan baru bisa makan setelah majikan mereka selesai makan. Mereka tidak boleh makan dimeja yang sama dengan Tuan dan Nyonya. Meski begitu, Sorenda menyediakan tempat yang sangat layak untuk para pelayan. Mulai dari kamar tidur, meja makan serta hal-hal lain yang diperlukan.
Bagi sorenda, pelayan juga adalah bagian dari hidupnya. Jika suami dan anak-anaknya disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing, maka para pelayan lah yang menemani waktunya.
'Cetak' pintu terbuka saat Sorenda menempelkan telinganya didaun pintu. Sorenda tertangkap basah oleh Maria.
"Hmm…mmm Maria. Ohh Putri ku." Mulai salah tingkah.
"Lihatlah anak ibu, tiga hari kau tak pulang badan mu terlihat kurus" ucap Sorenda berlebih, sambil menggenggam tangan Maria.
Maria, masih berdiri menatap dingin kepada ibunya. Dia sudah sangat hafal dengan sikap Sorenda. Ibunya selalu berperan sebagai orang yang berusaha mencairkan suasana.
"Kau mau ku buatkan apa? Sup iga, caviar, salmon atau…,"
"Ibu. Aku mau bicara padamu."
"Tentu, mari kita bicara. Aku sudah sangat merindukan putri terhebatku." Sorenda, sambil tersenyum dalam pertanyaan dipikirannya.
Maria melanjutkan langkah, tak lama diikuti Sorenda yang sebelumnya dia menoleh kedalam ruang pribadai Diego. Memanjangkan leher, memeriksa mengapa Diego tak ikut keluar. Tapi, dia sudah ketinggalan beberapa langkah dari Maria. Segera dia mengejar langkah putrinya. Pelayan masih menununduk sampai Maria dan Sorenda melewati mereka. Setelahnya, pelayan juga meninggalkan tempat itu.
***
Rolls-Royce Sweptail hitam melaju ditengah kota A. Kota A merupakan kota termaju dinegara ini. Perkembangan dunia bisnis sangat pesat hingga perputaran ekonomi sangat baik dan sangat berdampak untuk negera. Namun, kota ini masih dihiasi dengan bangunan-bangunan tua peninggalan romawi kuno.
Meski banyak gedung-gedung pencakar langit disetiap bagian kota, bangunan-bangunan tua itu tak kalah kokoh. Semakin terlihat tua, semakin tinggi nilai dari pada bangunan itu. Keaslian dari bangunan sama sekali tak diusik.
Kota ini semakin terlihat asri disaat musim semi seperi sekarang. Karena disetiap perepatan jalan terdapat pohon lemon yang berbuah sungguh lebat. Pohon-pohon itu tidak begitu besar, hanya sekitar 1 meteran, tapi sudah menghasilkan buah yang lebat. Dimalam hari pohon-pohon ini terlihat lebih indah dibawah sinar lampu jalan kuning dan biasan lampu-lampu toko.
Mobil itu berhenti disalah satu toko bunga 'L'amore. Toko ini juga salah satu berada dibangunan kuno. Maria turun dari mobil dan masuk ketoko yang menjual macam-macam jenis bunga. Dia disambut hangat oleh sipenjual. Sepertinya, Maria sudah sangat berlangganan.
"Hai, si mawar berduri. Kau selalu terlihat cantik." Si nenek penjual menyapa tulus sambil tersenyum lebar pada Maria.
Maria hanya berdiri, dingin. Si nenek langsung menyiapkan 13 tangkai mawar merah segar dan membungkusnya dengan kertas coklat.
"Kau berada ditangan pemilik mu yang sesungguhnya saat ini." Si nenek berkata pada bungkusan bunga mawar yang diserahkannya pada Maria.
Mawar itu memamg seolah hanya dipersiapkan untuk Maria. Karena tak ada lagi mawar merah tersisa setelah si nenek membungkusnya untuk Maria.
Supir langsung membuka pintu belakang mobil. Maria mengambil tempatnya untuk duduk setelah dia meletakkan bingkisan mawar disebalahnya. Mobil Rolls-Royce Sweptail kembali melaju. Menaklukan jalan kota yang megah. Hingga, masuk ke basement La Luna Cole.
Maria berjalan meninggalkan sopir yang menutup pintu mobil setelah dirinya turun. Dia menekan tanda (buka) tombol lift dan menunggu beberapa detik, kembudian pintu lift terbuka, dia melangakah masuk. Kembali menekan tombol lift (tutup) setelah itu menekan angka 40. Itu artinya, apartemen Maria berada dilantai 40. Tinggi sekali bukan? Berada dilantai 40 dengan fasilitas dua lantai. Maria, sungguh tidak ada phobia ketinggian? Sepertinya, tidak.
Lift terbuka, Maria keluar, berjalan beberapa langkah menyisiri kooridor yang langsung menhubungkan dia pada pintu apartemennya. Disini hanya terlihat satu pintu yaitu apartemen Maria. Berarti, lantai ini hanya khusus untuk nya. Tak ada room atau apartemen yang lain. La Luna Celo terletak dilantai 40 dalam bagian gedung pecakar langit.
Bunyi tombol passward yang menandakan sipemilik sudah pulang. Pintu itu terbuka dan Maria masuk kedalam. Dia berjalan menuju sofa besar putih sambil membuka jas putih yang dikenakannya. Maria meletakkan jas disofa dan dia sedekit merebahkan badannya. Hanya beberapa detik untuk dia kembali mengambil kekuatannya. Mari kembali duduk, membuka bungkusan mawar dan membawanya ke vas tujuan.
Mawar itu dimasukkan kedalam vas kaca yang dilatakkan diatas meja langsing putih berada disudut ruang dekat jendela, tepatnya disebalah piono putih yang dalam keadaan tertutup.
Maria menata satu persatu tangkai mawar itu, dia mengerutkan kening, sedikit mengangkat kepala dan seperti mencium sesuatu. Beberapa kali mendengus pelan, memastikan.
Dia berjalan menuju dapur, dibalik mini bar dengan funiture mewah itu terlihat si lelaki lesung pipi berambut coklat, sedang membalik salmon dengan apron abu tua yang dikenakannya.
"Shone,"
"Aa, lihatlah sipekerja keras sudah pulang." Celetuknya. "Fillet salmon tanpa oil kesukaan mu." Timpalnya lagi smabil menghidangkan dipiring bulat batu putih.