Lunara berdiri menatap orang-orang yang sejenis dengannya, maksudnya mereka juga seorang murid. Beberapa dari mereka bertanya mengenai kondisinya yang berdiri tertegun. Mereka mengerumuninya, suara mereka bertanya-tanya.
"Aku baik-baik saja."
Matanya mencari pemuda dengan jaket warna hitam tersebut, pemuda itu menghilang dari matanya dalam sekejap.
"Apa kalian melihat orang tadi."
"Yang mana?"
Dia tidak tahu nama dari orang yang merespons perkataannya, tetapi dia perempuan dengan rambut pendek sebahu.
"Orang yang memakai jaket warna hitam. Dia yang tadi menolongku."
Suara bel terdengar, mereka semua berlari masuk ke gerbang sekolah. Aku mencari novelku, aku tak melihatnya padahal aku ingat buku itu jatuh tak jauh dari hadapanku. Karena mencari buku aku melupakan gerbang sekolah, ketika aku sampai di sana gerbang sudah tertutup. Peraturan di sekolah sangat ketat, bagi yang terlambat tidak akan diperbolehkan masuk, bagi yang telat ke kelas akan dihukum berdiri di lapangan hingga jam mata pelajaran saat dia terlambat tersebut habis.
Lunara bingung harus melakukan apa, dia merasa tak mungkin pulang karena hari ini adalah hari pertama dia sekolah. Dia melihat pria berjaket hitam itu, dia mengejarnya hingga ke belakang sekolah. Dia melihat pemuda itu menyelinap masuk ke perkarangan sekolah dengan menaiki tangga belakang, dia melakukan hal yang sama.
"Tidak sia-sia aku mengikuti dia."
Dia mencari pemuda tersebut, tetapi setelah mencari-cari tidak menemukan dia melanjutkan tujuan kakinya ke kelas yang sudah dibagi oleh guru. Dia mendapatkan kelas unggul, semua murid yang ada di sana pintar dan jenius, sama saja, sih. Untung guru yang seharusnya masuk belum datang, setidaknya dia tidak terlambat untuk kedua kalinya.
Semua orang terlihat sibuk berinteraksi, mereka saling berkenalan. Berbeda dengan Luna, dia hanya duduk membaca buku mata pelajaran pagi itu meskipun dia tahu pelajaran pasti tidak akan langsung di mulai tetapi dengan perkenalan terlebih dahulu. Dia hanya berharap akan ada orang yang memulai percakapan dengannya, karena dia tidak bisa berbicara lebih dulu. Sebuah kertas terlempar ke arahnya, dia tidak tahu asalnya karena sibuk menunduk membaca buku.
'50 % dari diam seseorang adalah pecundang. Jangan biarkan diam itu digerogoti oleh prasangka yang tak berimbang.'
Sebuah kata-kata tertulis di kertas buram tersebut, tinta hitam memperjelas huruf tanpa ada noda kecuali hanya kertas yang remuk.
"Maksudnya apa?"
"Maksudnya kamu jangan hanya diam, kamu harus bisa berinteraksi dengan orang lain setidaknya sedikit saja. Agar...orang tidak berprasangka kalau kamu orang yang sombong kemungkinan, jika tidak mereka berprasangka kalau kamu bisu."
Seorang gadis memperjelas kutipan tersebut, dia mengambil buku yang ada di tangan Luna, dia duduk di depannya setelah memutar arah bangku,
"Yona."
Gadis dengan rambut pendek hingga pundak itu namanya Yona. Pakaiannya sedikit tomboy dengan lengan bahu yang dilipat. Yona memperkenalkan dirinya, dia menjabat tangan Luna sebelum gadis itu mengangkat tangannya.
"Luna."
"Salam kenal. Senang beretemu denganmu. Itu adalah kutipan kesukaanku, aku pernah membacanya dari salah satu buku di perpustakaan."
"Perpustakaan? Bukannya kamu murid baru."
"Iya. Mungkin aku kelihatan preman, tetapi aku suka membaca buku. Pagi ini aku membacanya, tetapi sekilas karena bel berbunyi. Buku itu bagus banget, aku dengar itu salah satu buku yang ditulis oleh salah satu murid yang ada di sekolah ini. Aku lupa namanya, tetapi dia murid berprestasi di sekolah ini."
"Alumni?"
"Kemungkinan iya."
Guru masuk, semua murid ke meja mereka masing-masing. Yona duduk di depan mejanya, orang yang sebelumnya duduk di sana di usir oleh Yona, padahal dia cowok. Gadis itu seperti Wonder Woman, dia tiada takut meskipun itu guru sekali pun selagi dia merasa dirinya tidak salah. Luna dibuat menggeleng dengan tingkahnya, senyuman ringan terlihat di wajahnya dengan kepala yang masih di tekuk.
***
Di jam istirahat Yona mengajak Luna ke perpustakaan, kedua gadis itu berjalan diantara apitan rak buku yang tinggi. Jari Luna meraba beberapa buku yang dia lewati, tanpa sengaja dia menjatuhkan satu buku. Di selipan buku itu terdapat sobekan kertas yang tertadap kata kutipan.
'Insecure sesungguhnya bukan kepada fisik orang lain, tetapi kamu perlu insecure kepada kemampuan mereka. Untuk itu kamu harus mencari bakatmu, potensimu, dan kembangkan.'
"Chano Walandra. Aku merasa apa yang dia tulis benar. Aku menyadari itu, tetapi kenapa aku tidak bisa membawa diriku keluar dari insecure tersebut."
Luna membaca nama penulis dari kutipan tersebut, dia merasa tersentuh dan penasaran dengan sosok Chano Walandra.
"Iya, ini dia buku itu. Kenapa ada di sini, sebelumnya aku melihat buku ini di rak samping."
Yona mengambil buku berjudul 'Dari Aku Untuk Aku' yang dipegang oleh Luna.
"Iya, Chano Walandra. Dia menjadi penulis idolaku. Dia sudah menerbitkan beberapa buku motivasi dan ini salah satunya yang menjadi buku yang menceritakan dirinya. Aku tidak tahu dia di mana sekarang, jika aku bertemu dengan dia aku sangat bersyukur."
"Yona, kamu dipanggil Pak Saka."
Guru muda yang bernama Arini dan merupakan guru perpustakaan memanggil Yona
Buku yang ada di tangannya di berikan kepada Luna, lalu dia pamit pergi meninggalkan Luna di perpustakaan. Dia kembali mencari-cari buku dan tiba-tiba rak buku bergerak tetapi hanya sekejap. Buku yang ada di hadapannya jatuh, dia melihat pemuda berjaket hitam itu berdiri membelakanginya.
"Dia."
Tangan Luna menunjuk ke arahnya.
Luna merapikan buku yang jatuh, dia kembali meletakkannya ke tempatnya dan berlari ke rak sebelah. Dia melihat kekosongan, dia sudah tidak melihat pemuda itu. Luna merasakan kehadiran seseorang di belakangnya, dia berdiri diam dan dalam hitungan tiga dia akan menoleh ke belakang.
"Satu, dua, tiga."
Kekosongan didapati, dahi mulai mengerut kebingungan.
PAKK!
Sebuah tangan mendarat di pundaknya, dia menoleh ke belakang dan melihat pemuda itu. Dia lega, ternyata yang berada di belakangnya berwujud orang.
"Kamu pikir saya hantu."
"Maaf."
"Tidak apa-apa. Saya, hem... ngomong biasa aja. Aku Chan siswa kelas 12 Mipa unggul."
"Oh! Aku Luna, Kak. Sebelumnya terima kasih karena hari ini Kakak sudah banyak membantuku. Pertama Kakak membantuku saat di bus, dan tadi karena mengikuti Kakak aku jadi bisa masuk ke perkarangan sekolah."
Luna membuang pandangannya setelah melihat tatapan Chan tanpa kedip kepadanya. Dia salah tingkah dengan pandangan itu. Chan meraih tangannya, lalu meletakkan buku novel yang tadi sempat hilang.
"Cerita yang bagus. Aku sudah membacanya, karakter pria yang bagus. Sayangnya endingnya sedih, cinta tidak harus memiliki. Semoga saja kedua karakternya di satukan oleh penulisnya, jika tidak penulis lain. Mungkin saja kamu."
"Apa."
Luna kaget dan bingung dengan apa yang dia katakan.
"Lupakan!"
"Luna...!"
Suara Yona terdengar memanggil, Luna menyaut sambil melangkahkan kaki ingin meninggalkan Chan. Namun, kakinya tiba-tiba menyandung kakinya sendiri dan hampir membuatnya jatuh. Seperti di adegan film romansa, Chan menarik tangannya dan Luna memeluknya dengan wajah tertegun kaget.
Deg-deg serr gak, tuh!
Yuk Lanjut....