Genta mengusap wajahnya. "Enggak bisa dikenalkan gitu aja dong, Ma!"
"Kenapa enggak bisa?"
"Nanti mama suruh cepat nikah lagi." Genta menolak gagasan mamanya itu. ia sudah membaca pikiran ibunya itu selanjutnya.
perempuan yang usianya sebentar lagi menginjak tujuh puluh tahunan itu memegangi kepalanya. "Trus kamu enggak mau cepat-cepat nikah? Kamu seriuskan sama perempuan itu?"
"Seriuslah, Ma. Masa di usia segini masih mikirin main-main."
Nyonya Hirawan semakin tidak mengerti dengan puteranya. "Terus kenapa enggak mau nikah cepat, Genta."
"Mau. Tapi Genta belum mendapatkan hatinya."
"Apa? jadi selama ini kamu menjaga cinta sebelah tangan? Genta, kamu benar-benar buang waktu." nyonya Hirawan melototkan matanya. Kepalanya semakin pening rasanya sekarang mendekar perkataan anak laki-laki satu-satunya yang dia miliki itu. Genta jarang sekali membuat masalah. Tapi sekalinya bermasalah, dia menyita perhatian nyonya Hirawan. Membuat wanita tua memegangi kepalanya yang sakit.