Hanna menganggukkan kepalanya. "Yeah meskipun aku baru berusaha memprediksi semalam saat enggak ada keterkejutan dalam bola mata kamu."
Hanna menyerngitkan keningnya. "Tidak apa-apa. lima tahun dengan penuh tanya pasti bukan apa-apanya dengan rasa kecewa kamu." menghunus tajam dengan memberikan ucapan sakartis pada laki-laki itu.
Abi mengeluarkan umpatannya. Tidak tahu untuk siapa kemarahannya. Entah untuk dirinya sendiri atau justru untuk gadis yang sekarang sedang membilas tangannya setelah selesai dengan piring-pring yang berada disana.
"Hanna…!" Wijaya memanggil namanya yang membuat perempuan itu menoleh.
"Ya mas?"
"Saya mau ke pergi dengan Claudia, kamu nanti kalau butuh mobil atau motor pilih saja dibagasi. Tidak perlu canggung." Wijaya memberikan penawaran ramahnya sekali lagi pada tamunya.
"Enggak perlu Mas, aku udah rental kendaraan selama disini atau enggak bisalah pakai taksi online." Hanna menolak. Entah untuk pecitraan atau memang tulus dari hati perempuan itu.