Kania mencoba percaya. "Kenapa?" tanya Om Genta pada Kania begitu Kania membuka pintu.
"Lihat ini, lemak di pipiku. Belum lagi gelambir pada perut. Padahal aku enggak banyak makan. Kenapa tiba-tiba seperti ini? Bagaimana bisa aku sebengkak ini," ujarnya pada Om Genta.
Om Genta menangkupkan pipi perempuan itu. "Tetap menggemaskan kok di mata saya, sabar ya. Saya janji kalau Mikaela sudah selesai menyusu kamu boleh menguruskan badan. Saya takut anak kita tidak terpenuhi nutrisinya saat kamu berusaha untuk diet."
Kania mendorong tubuh Om Genta. "Tidak, aku belum pernah melahirkan bagaimana bisa aku memiliki anak."
Om Genta membawa Kania pada pelukannya. "Saya minta maaf selama ini terlalu sibuk bekerja hingga menyebabkan kamu depresi. Saya janji, mulai sekarang saya akan melonggarkan waktu saya untuk kamu dan Mikaela."
Om Genta masih bersikeras dengan pemikirannya. Antara Kania yang gila atau Om Genta. "Kamu mau sarapan?" tanya Om Genta setelah Kania sedikit diam karena usapannya.
"Aku mau mandi dulu."
Om Genta menganggukkan kepalanya. "Jangan kunci pintunya, sayang! Hanya untuk memastikan agar kalau terjadi apa apa saya langsung masuk."
Kania mencoba percaya pada Om Genta kali ini. Masuk ke kamar mandi setelahnya turun ke bawah. "Udah bibi siapin, Non."
"Makasi, Bi" ujarnya menyendok sayuran hijau dihadapannya yang Kania tidak tahu itu apa dan "puffft uekk!!" Kania memuntahkannya ke wastafel.
"Pahit, Bi. Itu apaan? Enggak ada rasa gitu."
"Kan lagi menyusui, non. Kan non sendiri yang bilang kemarin air susunya macet," ujar Bibi pada Kania.
"Kapan?" tanya Kania. Oh sepertinya Kania masih berada di alam mimpi. Baiklah! Kania nikmati saja dulu beberapa hal yang terasa nyata ini. "Enggak ada yang enak bi?" ujarnya pada akahirnya memilih mengambik roti saja untuk mengisi perut.
Kania kemudian masuk ke dalam kamar menutup pintu dan memastikan suatu hal dengan menekannya. Tas!! Kania menggeram ketika air itu menyemprot matanya. Bagaimana bisa Kania memiliki air susu?
Kania masih tidak percaya. Pada akhirnya Kania membuka sesuatu mencari ponsel atau apapun. Kania menemukan satu benda berteknologi itu yang berada tidak jauh dari ranjangnya. Menghidupkannya kemudian mencari di mesin pencarian tahun sekarang. Kania bahkan berselancar di media sosialnya.
Semua meninjukkan waktu yang sama. Tentang lompatan waktu yang bergerak lima tahun kemudian. Hal yang lebih mengejutkan juga terpampang foto pernikahannya dan Om Genta disana. Beberapa potret lainnya juga ada. Kania yang mengandung, Kania yang jalan-jalan dengan Om Genta dan kata-kata romantis pada captionnya. Fiks! Kania sedang dalam alam mimpi. bagaimana bisa Kania lompat tahun begitu saja? hal yang paling tidak masuk akal terjadi. Ini pasti mimpi.
"Sayang ..." suara Om Genta mengganggunya sekali lagi mengetuk pintu kamar.
"Kenapa Om?" tanyanya.
Tatapan Om Genta menjadi sendu. "Kamu benar-benar tidak ingin memanggil saya dengan Mas lagi?"
Kania mengerutkan kening. 'Mas genta?' Membayangkannya saja sudah terasa aneh. Om Genta berdehem kemudian. "Mikaela butuh susu. Yang tersedia di kulkas udah habis. kamu maukan nyusui Mikaela?" Om Genta bertanya hati-hati.
"Ini pasti mimpi!" Sekali lagi Kania memantrai hal tersebut dalam hatiku. Menertawai sekilas skenario yang terjadi. Mengikuti cerita yang ada. Kania menghampiri bocah gembul tersebut. Menimangnya dengan canggung yang dibantu oleh Om Genta agar Kania bisa duduk sambil memanggulnya dengan benar.
"Ya udah Om keluar," usirnya pada pria yang mengaku sebagai suami Kania itu.
"Tapikan saya juga mau lihat."
Kania melototkan mata. "Om gila ya? Keluar!" usirnya.
Om genta akhirnya keluar. Tentu saja setelah menatap Kania dengan tatapan sendunya. Beberapa saat Kania masih menatap bayi di pangkuannya. Agak ragu sebelum Kania mencoba untuk menyusuinya. "Auwh!" Kania menjerit terkejut.
"Sayang, baik-baik aja!" Om Genta membuka pintu kamar cepat.
"Iiih on Henta kenapa berdiri disana?" Teriaknya sambil melempari Om Genta dengan bantal.
"Tadi kamu meringis."
"Pokoknya enggak kenapa-napa!" Ujarnya. Ia hanya terkejut ketika bayi itu menghisapnya cukup kuat. Tapi bayi bernama Mikaela tersebut menangis. Mungkin terkejut dengan Kania yang berteriak didekatnya. Kania tidak memiliki pilihan lain selain menyusuinya kembali.
"Balik badan Om!!" ujarnya mendorong tubuh Om Genta.
"Padahal saya sudah tahu bentuknya seperti apa. Semalam aja masih saya cicipi juga."
"Om Genta!!!" geramnya sambil memukul laki-laki itu dengan bantal lagi. Tidak sampai berteriak takut Mikaela tersebut bangun. Om Genta membaikkan badan meski tidak beranjak.
Hanya sebentar saja dia menuruti perkataan Kania setelahnya itu pria itu membalikkan badannya lagi menghadap Kania dan Mikaela. memperhatikan Mikaela yang menyusu dengan lahap. Om Genta membelai pipi gembul anaknya tersebut. "Om ... jangan usil Om! Baru juga mau tidur."
Om Genta berdecak. "Ya udah kalau anaknya enggak boleh, ibunya aja."
Mata Kania spontan melotot. Bersiap memukuli Om Genta dengan bantal lagi tapi ditahan sama laki-laki itu. "Becanda, sayang."
"Jangan genit sama keponakan sendiri Om!" ujarnya.
Om Genta setelahnya diam. Tidak bicara apa-apa lagi hanya menatapnya sendu dengan tatapan kesedihan. Setelah beberapa menit Mikaela terlelap Kania memutuskan untuk meletakkannya di tempat tidur. barulah Om Genta memeluk Kania lagi dari belakang. Kania berontak awalnya tapi Om Genta menahannya.
"Kamu kenapa sayang? Apakah menjadi ibu begitu berat untuk kamu sampai kamu mengalami delusi dan halusinasi menjadi remaja kembali? Kenapa kamu tidak pernah bicara dari awal kalau kamu belun siap memiliki anak? Apa saya terlalu memaksakan diri sampai kamu tidak tega mengatakannya?" Om Genta terdengar begitu pilu dan tulus. Tapi tetap saja Kania masih risih. Bagaimana bisa Kania menerima itu semua dalam waktu singkat.
"Aku mau makan, Om!" ujarnya pada akhirnya melepaskan pelukan Om Genta.
***
Kania duduk di beranda samping rumah untuk menikmati mata hari sore. Begitu banyak hal yang terjadi hari ini dan begitu banyak hal yang dicerna. Kania masih tidak mempercayai ia terdampar ke masa depan. Juga mulai tidak mempercayai semua yang terjadi mimpi. Mimpi tidak mungkin selama ini dan senyata ini. Kania intip lagi ke dalam bajuku. Bekas susuan Mikaela yang agak sedikit perih disana. Rasanya begitu nyata dan begitu sakit.
Tapi bagaimana bisa? Om Genta dan Ia? Kania sungguhan tidak percaya. Mengingat lagi apa yang pernah Kania katakan soal Genta tentang calon isteri laki-laki itu.
"saya akan menikah pada waktunya, ka'" ucapan Om Genta yang masih jelas itu kembali berputar dibenaknya. Setelah semua banyak calon yang Kania tawarkan padanya, Om Genta malah berakhir dengannya? Lucu sekali.
"Hai Nak!" Papa menghampirinya membuat Kania menoleh senang pada laki-laki itu.
"Papa udah pulang."
"Udah dari tadi dan kamu melamun selama itu. Mikirin apa?" tanya Tara pada perhatian pada anak semata wayangnya.
Kania menoleh pada papa. Memainkan kaki pada kerikil di bawah kursi. "Pa, aku benaran nikah sama Om Genta?" ujarnya bertanya pada papa dengan sedikit berbisik. Melirik ke dalam rumah sebelum Kania kembali memandang papa. Takut Om Genta mendengar dan pria itu tersinggung.