Arisha tidak bisa memejamkan matanya. Dari tadi hanya bolak balik ke kanan dan ke kiri. Ini pertama kalinya Arisha tidur dengan seorang laki-laki. Sebelumnya Arisha selalu tidur sendiri. Sekarang ada Erland yang ada di sampingnya. Mana suara ngorok terdengar jelas dari mulut lelaki tampan itu.
"Katanya aku tidak boleh ngorok tapi kenapa justru Erland yang mengorok?" Arisha kesal mendengar suara kodok memenuhi ruangan itu. Bagaimana dia bisa tidur kalau suara ngorok Erland semakin keras.
"Kalau kaya gini aku gak ngantuk," ucap Arisha. Dia bangun dari ranjang. Berkeliling di ruangan itu. Melihat-lihat barang-barang yang ada. Tangan Arisha membuka sebuah laci kecil. Dia melihat sebuah album lama yang sudah rusak sampulnya. Arisha mengeluarkan album itu dan meletakkannya di atas laci. Dia membuka album itu dan melihat-lihat foto Erland tempo dulu. Hanya saja foto-fotonya sudah sobek sebagian. Bahkan hampir semua foto tinggal setengah gambarnya yang utuh. Seperti sengaja disobek untuk menghilangkan seseorang yang berfoto dengan Erland.
"Kenapa foto-foto ini sobek? Apa sengaja disobek?" batin Arisha bertanya. Dia ingin mengobati rasa penasarannya. Arisha kembali membuka album itu sampai habis. Di foto yang terakhir terlihat wajah wanita cantik yang tinggal setengahnya.
"Ini? Ini wanita yang pernah ku temui di rumah ini. Iya, pasti dia orangnya, meski wajahnya hanya setengah," ucap Arisha melihat foto wanita cantik yang hanya setengahnya.
"Apa dia ada hubungannya dengan Erland?" Arisha terdiam sesaat memikirkan wanita itu.
"Ya aku ingat, saat aku masuk ke rumah ini dia tidak suka padaku bahkan ingin memecatku." Arisha menebak wanita yang ada di foto itu Renata. Wanita cantik yang pernah bertemu dengannya saat pertama kali masuk ke rumah Keluarga Dewangkara.
Ketika Arisha asyik melihat-lihat foto Erland. Tiba-tiba terdengar suara Erland mengigau. Dia memanggil nama seseorang. Hal itu membuat Arisha mengalihkan pandangannya ke arah Erland yang berbaring di atas ranjang.
"Renata! Renata! Jangan tinggalkan aku!" Erland terus mengigau tanpa henti. Bergegas Arisha menutup album foto itu. Meletakkannya di dalam laci. Dia menghampiri Erland dan duduk di sampingnya.
"Erland! Erland!" Arisha memanggil Erland sambil menepuk lengannya. Namun Erland tak kunjung bangun. Membuat Arisha memegang kening Erland lalu mengelusnya perlahan agar dia merasa nyaman.
"Baru kali ini aku melihat Erland seperti ini, wanita yang bernama Renata itu pasti sangat dicintainya, sampai Erland memanggil namanya dalam mimpi," batin Arisha. Dia yakin Renata pernah mengukir cinta dan kenangan dalam hidup Erland, sampai dalam mimpi Erland memanggil nama wanita itu dan tidak ingin ditinggalkan olehnya.
Erland tak lagi mengigau atau mengorok. Dia tampak tertidur lelap dan nyaman. Arisha tersenyum melihat wajah Erland.
"Sebenarnya dia sangat tampan. Sayangnya seorang casanova, coba dia bisa setia mungkin ...., ah aku bicara apa sih?" Arisha tersenyum kecil. Dia terlalu jauh bermimpi. Erland tetap saja lelaki tak setia dan gemar tidur dengan banyak wanita.
Arisha mulai mengantuk. Matanya sulit untuk terjaga.
"Erland sudah tidur, aku rasa sudah cukup." Tangannya berhenti mengelus kening Erland, baru mau mengangkat tangannya ke udara tiba-tiba tangan Erland menarik tangan Arisha hingga tubuhnya jatuh di atas tubuh Erland. Jantung Arisha berdebar tak karuan saat mereka begitu dekat.
"Oh tidak, kenapa sedekat ini?" batin Arisha. Dia mau bangun tapi Erland justru memeluknya erat dengan kedua tangannya.
"Bagaimana ini? Dia malah memelukku, mana aku mengantuk banget," ucap Arisha pelan. Tubuhnya sulit digerakkan terperangkap dalam pelukan Erland. Dia berusaha beberapa kali untuk melepas pelukan Erland tapi tidak bisa juga. Arisha terus mencoba hingga lelah dan mengantuk berat. Lama-kelamaan Arisha tertidur dipelukan hangat Erland.
Pukul 06.00 pagi
Erland membuka matanya perlahan. Tubuhnya terasa berat seperti tertindih sesuatu. Dia menatap seseorang ada dipelukannya. Erland bingung bagaimana ada orang lain ada di kamarnya bahkan di atas tubuhnya.
"Siapa dia? Apa aku dijebak cinta satu malam seperti dalam novel?" Erland belum sadar betul. Dia belum ingat kemarin menikah dengan wanita bercadar.
"Aku ingat-ingat dulu, biasanya dalam novel si pria mabuk lalu salah menarik wanita masuk ke kamar hotel." Erland mencocokkan cerita di novel-novel dengan kronologis nyata yang terjadi padanya.
"Aku tidak mabuk, tidak juga berada di dalam kamar hotel," jawab Erland sendiri. Biasanya kalau mabuk kepalanya suka pusing saat bangun dan bajunya bau alkohol tapi ini tidak.
"Tunggu, adegan saat bangun seharusnya?" Erland membayangkan adegan yang mungkin terjadi saat bangun pagi setelah terjadi cinta satu malam dalam novel.
"Aaaa ... apa yang sudah kau lakukan padaku?" Seorang wanita menutup tubuhnya yang polos dengan selimut.
"Aku tidak ingat." Seorang lelaki juga ikut menarik selimut untuk menutup tubuh polosnya. Mereka berdua seolah lupa dengan cinta satu malam itu.
Erland menggeleng. Kejadian di dunia nyatanya tidak sama dalam adegan yang ada di dalam novel.
"Bajuku masih utuh, baju wanita ini juga masih utuh bahkan dia bercadar." Erland menarik kesimpulan dari apa yang tadi dibayangkan olehnya.
"Bercadar?" Erland merasa familiar dengan kata cadar. Dia jadi teringat semua kejadian di hari sebelumnya. Dari pertemuannya di restoran sampai menikahi gadis bercadar itu.
"Dia istriku kenapa aku sampai lupa?" Erland baru ingat sudah punya istri. Malah berpikir yang tidak-tidak sampai menyangkut pautkan dalam dunia pernovelan.
"Elina! Bangunlah!" Erland memanggil Arisha dan membangunkannya.
Mendengar suara berat Erland yang mulai memanaskan telinganya, Arisha bangun. Membuka matanya perlahan. Dia menatap wajah tampan di depannya. Awalnya Arisha tersenyum dibalik cadarnya. Namun saat dia tahu ada dipelukan Erland, Arisha langsung berteriak.
"Hei kau berisik!" ucap Erland.
"Kau pasti melakukan sesuatu padaku semalam, iyakan?" tanya Arisha yang masih berada di atas tubuh Erland.
"Apa? Melakukan sesuatu? Kau tak lihat baju kita utuh, atau jangan-jangan semalam kau melakukan sesuatu padaku?" Erland menatap Arisha sambil tersenyum tipis.
"Gak mungkin aku melakukan sesuatu padamu," elak Arisha. Dia tidak mungkin melakukan hal-hal yang tidak-tidak pada Erland.
"Kau yakin? Lihat siapa yang ada di bawah! Aku, berarti kaulah yang melakukan sesuatu padaku." Erland merasa di bawah, kasarnya dialah korban. Dan pelakunya Arisha.
"Tapi lihat siapa yang memelukku erat? Tanganmu," sahut Arisha. Dia takkan mau dituduh melecehkan Erland.
Merasa apa yang dikatakan Arisha benar, Erland langsung melepas kedua tangannya dari tubuh Arisha.
"Itu tanganku yang salah, bukan aku yang salah. Jadi salahkan tanganku!" Erland berkilah. Dia tidak ingin dituduh memeluk Arisha tapi letak kesalahannya ada di tangannya.
"Oya, berarti aku harus menyalahkan tanganmu gitu?" tanya Arisha.
"Eh, kau ada di zona teritorialku. Bukannya seharusnya kau tidur di kanan?" Erland mengalihkan pembicaraan mereka.
"Iya ya, kenapa aku ada ..." Arisha mengingat kejadian semalam.
"Turunlah! Berat!" titah Erland.
"Iya." Arisha bangun dari tubuh Erland. Dia duduk di samping Erland dan mengingat kembali apa yang sudah terjadi semalam.
"Aku tahu apa yang terjadi, ceritain gak ya? Nanti ada yang malu." Arisha menyindir. Dia ingat betul apa yang dilakukan Erland semalam saat tertidur.
"Kau pasti menjamah tubuhku, memuaskan hasrat terpendammu atau kau memukulku semalaman untuk meluapkan emosimu." Erland menebak sesuka hatinya.
"Enak saja, mana mungkin aku melakukan semua itu, paling juga kau yang memanfaatkan situasi itu. Apalagi semalam aku ada di atas tubuhmu," sahut Arisha tidak mau disalahkan atas kejadian semalam. Dia tidak mungkin punya pikiran kotor sedangkan Erland berpeluang untuk melakukan hal kotor padanya.
"Aku memang casanova tapi kau bukan tipeku. Meski ada di atas tubuhku, mana mungkin aku mau menyentuhmu."
"Astagfirullah, aku belum sholat." Arisha tak menggubris ucapan Erland. Dia beranjak dari ranjang. Buru-buru masuk ke dalam toilet.
"Untung dia tak memperkarakan tanganku yang memeluknya." Erland merasa aman karena Arisha udah keburu kabur ke toilet. Kalau permasalahan itu terus dicari ke akarnya tentu Erland yang bersalah.
Hanya hitungan menit Arisha ke luar dari toilet. Dia membuka-buka laci di kamar Erland begitupun dengan lemarinya.
"Hei kau mencari apa? Ini kamarku."
"Pembalut." Arisha menoleh ke arah Erland sambil memegang pintu lemari.
"Kau pikir aku wanita jadi punya pembalut gitu?" sahut Erland. Yang benar saja Erland memiliki pembalut. Memang Arisha tak melihat seberapa jantannya Erland sampai disebut casanova.
"Kau banyak mengoleksi pengaman, ya sapa tahu kau mengoleksi pembalut juga." Arisha menjawab dengan santai.
"Oke. Besok aku harus pakai rok ke kantor biar jelas aku laki-laki atau perempuan."
Arisha tersenyum dibalik cadar. Dia tidak menyangka Erland akan berkata seperti itu.
"Erland, coba kau tanya siapa gitu di rumah ini yang punya pembalut. Celanaku tembus, ku mohon!" Arisha meminta sambil menyatukan kedua tangannya di depan dada. Dia berharap Erland akan mau mencarikannya pembalut.