Camelia tengah duduk di atas ranjang rumah sakit, dia melihat ke arah pintu karena ada yang masuk ke dalam ruangan. Terlihat sang ibu yang sedang berjalan mendekat ke arahnya dengan senyum yang bisa membuatnya merasa tenang.
"Bu, sebaiknya tidak perlu ke sini untuk menemani aku. Istirahatlah di rumah," ucap Camelia saat sang ibu sudah berada di dekatnya.
"Apa masih terasa sakit?" Sang ibu bertanya kepada Camelia sembari menyentuh keningnya dengan penuh kelembutan.
Sang ibu merasa sedih dengan apa yang sudah terjadi kepada Camelia, dia juga kembali mengingat tentang apa yang sudah terjadi beberapa minggu yang lalu. Dia sudah tidak bisa berkata-kata lagi dan juga dia belum menjelaskan tentang sang ayah yang ternyata adalah ayah dari Cornelius.
Camelia tersenyum lalu dia mengatakan jika dirinya sudah tidak merasa sakit seperti beberapa hari yang lalu. Dia pun berpikir untuk ke luar dari rumah sakit karena Camelia tidak ingin membuat sang ibu kelelahan karena harus bolak-balik ke rumah sakit.
Ponsel sang ibu bergetar dan sang ibu pun mengambil ponselnya yang ada di dalam tas kecil yang selalu dibawanya. Dia melihat ke layar ponselnya lalu sang ibu menyimpannya kembali ke dalam tasnya karena dia tidak ingin diganggu dengan urusan lainnya.
"Bu, jika itu penting pergilah. Aku tidak apa-apa lagi pula ada perawat yang selalu melihat keadaanku dan mereka semuanya baik," Camelia berkata kepada sang ibu yang terlihat sedikit sibuk.
"Sungguh? Ibu ingin menemanimu tetapi ...," sambung sang ibu yang menghentikan kalimatnya karena ada seseorang yang masuk ke dalam ruang perawatan Camelia.
Camelia melihat ke arah pintu dan terlihat seorang pria yang dengan setelan jas dan berjalan dengan gagahnya. Namun, dia sama sekali tidak ingin melihat atau berbicara dengan pria itu yang mengatakan jika dirinya adalah sang ayah.
"Kalau begitu Ibu pergi dulu dan kau tidak boleh melakukan hal yang menyakitkan," Sang ibu berkata kepada Camelia dan dia pun berjalan ke luar dari ruangan.
Camelia tidak bisa mencegah sang ibu pergi dan dia pun tidak melihat adanya ikatan yang membuat sang ibu dengan pria itu bisa bersatu. Yang ada di dalam benaknya kali ini adalah mengapa pria yang mengaku sebagai ayahnya datang ke rumah sakit.
"Untuk apa Tuan datang ke sini?" tanya Camelia dengan nada formal kepada pria yang tidak lain adalah sang ayah.
Dia sama sekali tidak menginginkan pertemuan ini karena Camelia memilih tahu jika sang ayah sudah mati. Karena semua itu sudah dia tekankan di dalam hatinya saat dia masih kecil dan memerlukan figur seorang ayah.
"Aku hanya ingin melihat keadaanmu saja," jawab sang ayah dengan nada lembut dan dia berjalan mendekat kepada sang putri yang baru ditemuinya.
"Aku baik dan Anda bisa pergi dari sini karena aku tidak memerlukan Anda," timpal Camelia kepada sang ayah dengan nada yang begitu dingin.
Sang ayah hanya diam, dia tahu jika saat ini sang putri tengah marah kepadanya. Dia juga menyadari jika semua ini adalah kesalahannya karena sudah menyia-nyiakan waktu kebersamaan yang bisa mengeratkan hubungan mereka berdua.
"Jangan memperlihatkan wajah menyesal Anda karena saya tahu Anda akan melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginan Anda. Bahkan untuk membunuh pun akan dilakukan, bukan?" Camelia kembali berkata dan diakhiri dengan pertanyaan kepada sang ayah.
Sang ayah merasa sedikit kesal dengan apa yang sudah dikatakan oleh sang putri. Dia mengepalkan kedua tangannya dan berusaha untuk tidak kehilangan kontrol atas emosi yang ada di dalam dirinya.
"Anda mau memukul aku? Lakukan saja dan aku tidak akan pernah menganggap jika pembunuh sepertimu adalah ayahku karena ayahku sudah mati," Camelia kembali berkata dengan nada menantang dan itu membuat sang ayah semakin geram dan mengangkat tangan kanannya.