"Kenapa kamu mengipaskan tanganmu seperti itu?" tanya Raymond merasa aneh dengan tingkah sepupunya.
"Tempat ini sangat gerah, ya! Padahal, sudah ada pendingin ruangan yang menyala. Kamu tahu ini kenapa bisa begini?" sahut Divya dengan raut datarnya.
Raymond kembali menghela napas panjang setelah mendengarkan ucapan tersebut. "Kulitmu itu terbuat dari apa? Tebal sekali! Aku saja sudah merasa kedinginan di sini!"
Divya langsung memiringkan senyumannya. "Dia ini bodoh sekali!" batinnya merasa meremehkan. "Kalau begitu aku besarin saja pendingin mobilnya, ya!" ucapnya kemudian.
"Eh, jangan!" cegah Raymond seraya meminggirkan mobilnya.
Kerutan di dahi Divya jelas terlihat di mata pria itu. "Kenapa jangan? Apakah ada masalah dengan pendingin mobilnya?" tanyanya dengan serius.
Raymond kembali memasang raut sinisnya. "Tidak ada masalah dengan pendingin mobilnya. Hanya saja kalau kamu semakin membesarkan pendinginnya. Nanti akan boros bahan bakar!"
