Chereads / Si CEO Berondong / Chapter 14 - Bos Berondong Kopong (14)

Chapter 14 - Bos Berondong Kopong (14)

Selagi Simona sibuk mengelap kacamata pantat botolnya, Simon memburu ke depan ruko, karena asal letupan berasal dari situ. Ampun beribu ampun, debum dahsyat itu sumbernya dari truk tronton fuso yang meledak bannya atau bisa dikatakan pecah ban saat dipacu dalam kecepatan tinggi. Kebetulan lokasi kecelakaan tepat di depan ruko Simon.

Si supir mengalami syok karena nyaris tak mampu mengendalikan laju liar truknya. Bisa dimaklumi karena beban truk yang besar membuatnya sulit dikendalikan saat mengalami pecah ban. Tekanan angin rata-rata ban truk adalah 150-200 Psi. Jika meledak jelas membahayakan pengendara di sekitarnya.

Bahkan, ban pecah yang meleduk sampai terlempar dan menyambar kap mobil di belakangnya, sejenis mobil kuno minibus yang untungnya waspada dan kecepatannya cukup rendah. Namun, mau tak mau timbul cekcok kecil karena kap mobil lawas dipastikan ringsek parah. Mau tak mau Simon turut campur melerai dan mendamaikan kedua pihak.

Berhubung supir truk kurang mampu, kerusakan kap mobil ditanggung paroan atau setengah-setengah oleh kedua pihak. Bahkan, Simon menawarkan jasa memperkenalkan bengkel terbaik di Jakarta, yang pernah menangani ringsek mobil Tobo yang lebih parah kondisinya. Apalagi tarifnya terjangkau dan pelayanannya betul-betul prima.

"Wah, makasih banyak lho, Mas. Jadi ada bengkel sebagus itu di Jakarta, ya?" Si supir minibus mengacungkan dua jempolnya.

"Iya, Pak. Saya berani rekomen karena melihat sendiri hasil kerja mereka." Simon membenarkan.

"Ayo, bapak-bapak sekalian, silakan, silakan. Ada santapan kecil, popcorn Nurish Corn rilisan terbaru kami. Mohon dicicipi, ya." Simona menimbrung ramah tamah dengan dua mangkuk popcorn yang baru digarap.

"Psst! Mona. Kok tamunya bukan disuguhi teh dan bolu kiriman tante saya?" Simon menginterogasi asistennya di dapur, sementara dua tamu itu manggut-manggut mengudap berondong.

"Oh, ini strategi pemasaran termutakhir, Bos. Kasih sampel gratis, nanti orderan bakal kenceng jalannya."

"Duh, itu kan kita baru coba-coba. Kok tahu-tahu dikasih ke orang? Nanti kalo gak enak, gimana dong?" Simon geregetan ingin mencekik Simona dari belakang, tentu itu cuma lagak ngapa, karena begitu yang bersangkutan menoleh, Simon kembali ke pose tubuh yang normal.

"Lha, kasih sampel harus ke orang lha, Pak, kalo kasih ke ayam kan kita gak bisa nanya, rasanya sudah memuaskan atau belum?"

"Pinter juga kamu, Mona." Simon memuji atas maksud sindiran.

"Nah, Pak Sim. Coba bapak survei dua tamu itu. Lihat reaksi mereka bagaimana. Positif atau negatif. Nih, sekalian minumannya dibawa juga."

Buset, dah. Simon kok merasa dialah sang pembokat, sementara Simona Tuwir adalah tukang komandonya. Dengan dipaksakan, Simon menating nampan berisi dua gelas kopi susu, mendatangi dua bapak-bapak yang mengobrol akrab sambil memamah popcorn.

"Bapak-bapak, ini diminum kopi susunya, mumpung hangat. Gimana, popcornnya, Pak?"

"Manis! Enak! Belum pernah kita makan popcorn semanis ini. Apa tadi mereknya, Pak?" Si supir truk memamerkan sebutir berondong.

"Hah? Manis? Kok manis, Pak?"

Setahu Simon, popocorn mestinya gurih cenderung asin. Tapi bukan masin, ya. Karena masin itu artinya pelit. Bukannya kata Simona Lampir resep popcorn pake garam? Kok bisa manis? Efek dari kapsul multivitamin atau apa, ya? Tapi rasa vitamin itu kan pahit? Simon menggerutu di hatinya.

"Manis banget ini, semanis kue putri salju. Tapi enak, Mas. Sedep bener dah." Si pemilik minibus memuji semringah.

"Oh gitu? Jadi manis beneran ya, Pak?"

Selanjutnya, Simon gelagapan karena si bapak minibus mengaku punya warung yang laris manis di kampungnya. Intinya ia tertarik memajang popcorn Nurish Corn di warung dengan sistem titip jual. Konsinyasi? Boleh juga, tuh! Simon melonjak hatinya, oleh kemungkinan popcorn produksinya bakalan laku keras.

"Cuma syaratnya harus semanis ini ya, Mas. Harus kayak putri salju, baru sip menurut saya." Si bapak empunya warung mewanti-wanti.

"Lho? Memangnya lagi zaman popcorn manis ya sekarang ini, Pak?" Simon berekspesi lugu layaknya pemuda dari zamannya The Flinstones CS. Kok dia betulan merasa dari Abad Batu dan betul tak tahu menahu zaman now kini ya?