Chereads / Si CEO Berondong / Chapter 13 - Bos Berondong Melompong (13)

Chapter 13 - Bos Berondong Melompong (13)

Heran campur dengan lega, itulah perasaan Simon sehubungan ide sinting Simona meroket sejagat maya. Nurish Corn yang beken padahal wujudnya tidak ada, malah membangkitkan naluri bisnis Simon, mengingat gudang di kantor surplus jagung pipilnya, dan tidak tahu harus dikemanakan untuk selanjutnya.

"Kenapa tidak dimanfaatkan saja, ya, situasi viral ini. Mumpung masih kenceng, buru-buru aja gue ngegas secepatnya." Simon berbicara sendiri, suatu cara menyemangati otak bisnisnya yang mencuat tanpa direncanakan sebelumnya.

Masalahnya ada pada kandungan vitamin mineral yang digembar-gemborkan iklan, tetapi Simon tak tahu bagaimana cara memasukkan zat-zat gizi dalam popcorn. Akhirnya melalui rembukan yang alot, sepakatlah mereka, Simon dan Simona, memasukkan isi kapsul multivitamin ke dalam jagung pipil yang akan digongseng menjadi berondong.

"Lha, nanti kena panas tinggi rusak multivitaminnya, Mona."

Kekhawatiran Simon ada alasannya. Setahunya proses pematangan popcorn butuh panas yang tinggi. Ya, seenggaknya kan mesti cukup panas sampai bulir jagungnya meletup-letup. Namun, Mona meyakinkan sang bos, bila dimasak dalam panci dengan minyak secukupnya, popcorn bisa matang dengan api sedang. Sekali lagi, api secukupnya sudah memadai memuaikan si jagung berondong.

Benar bisa begitu? Mau tak mau Simon yang cemberut menurut saja. Apa katamu sajalah, Mona. Pasalnya gelora bisnis Simon sudah meluap tinggi, dan disadarinya Mona punya jalan untuk kesulitan pailit yang membayangi usaha keluarganya. Masih ada jalan, artinya kemustahilan bisa dipatahkan, dan sesempit apa pun jalan, tetaplah lebih baik dari kebuntuan yang menyesatkan.

"Ini benar bisa jadi dengan panci biasa begini?"

Seolah-olah masih bermimpi, Simon tengah bereksperimen di dapur kantor mereka. Kebetulan bangunan kantor ini ruko yang dimiliki nyokap Simon, sayang sertifikatnya sudah digadaikan ke bank. Hikmahnya punya kantor ruko adalah area dapurnya yang lumayan memadai. Mona, kebetulan, punya peralatan yang memadai pula.

"Panci ini bukan stainless steel, ya?" Simon mencereweti panci enamel burik yang dibawa Simona dari rumahnya.

"Aman kok, Pak. Enamel bukan bahan yang bahaya. Malah bisa masak MPASI juga. Artinya buat bayi saja aman, Pak."

"Kamu pengalaman ya bikin MPASI buat baby?" Simon menyindir Simona dengan senyum kebengalannya.

"Saya single, Pak. Belum married. Soal MPASI saya tahunya dari buku, Pak Sim."

"Oh ya, saya tahu kamu single. Siapa tahu kamu pernah jadi baby sitter dadakan, buat ponakanmu, misalnya." Simon merasakan mual di perutnya lantaran menahan tawa. Ini penyakit lama yang diturunkan dari bokapnya.

Simona tidak merespons. Merasa tidak perlu bicara atau merasa Simon sudah keterlaluan mengoloknya. Yang jelas, bulir-bulir jagung yang harusnya terbuang akhirnya bermanfaat juga. Sekian lama dipendam di gudang belakang ruko, sisa stoknya lumayan banyak, dan yang jelas pembayarannya masih menunggak. Sekiranya berondong produksi homemade ini bisa terjual, kan setidaknya bisa menutupi utang yang kian mendesak temponya.

"Ini minyaknya segini cukup kali ya, Pak Sim." Simona menunjuk minyak secukupnya dalam panci enamel burik, sesuai resep popcorn yang dibaca Simona dari sebuah situs internet.

"Mungkin, kali, ya. Kalo terlalu banyak minyak popcorn-nya malah gak garing, jadi kebasahan gitu, kan?"

Jagung pipil yang tersedia di gudang bukan jagung biasa. Biji jagung itu didatangkan dari USA dan memang khusus dibudidayakan untuk membuat popcorn. Namanya jagung berondong. Jenis jagung ini cenderung jarang ditemukan di Indonesia. Maka itu harus diimpor oleh distributor tunggal yang memasok persediaan untuk gerai-gerai Poppin Corn milik keluarga Simon, dulunya.

Setelah minyak panas, mereka memasukkan jagung ke dalam panci, tak lupa tutup panci ditutup dan api kompor listrik disetel sedang. Menurut resep, setelah letupan berhenti, masukkan garam sebelum jagung berondong ditiriskan. "Jangan lupa kapsul multivitaminnya, Pak Sim."

"Letupannya banyak betul, ya. Kok gak berenti-berenti, ya, Mona?" Simon takut-takut mendekatkan telinga ke panci burik.

"Kalo gak meletup malah artinya gagal, Pak. Bersyukurlah bisa meletup-letup. Bagus itu."

Mendadak suara letupan yang besar terdengar, menghenyakkan Simona dan bosnya yang berkutat di dapur ruko. Wah, suara apa itu ya, Pak Sim? Seakan Simona berkata begitu dengan mata melototnya. Kacamata pantat botolnya melorot jauh ke cuping hidungnya, menyebabkan tampangnya terlihat lucu dan cupu.