Berpakaian serba putih, duduk di atas sofa dengan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Pukul 8 pagi hari yang tentunya itu mengulang lagi baginya.
Owen terdiam membuat sekeluarga merasa khawatir. Namun, atmosfer yang ada di dalam rumah semakin panas rasanya.
"Mia! Ayo bermain!"
Tetangga sebelah, teman sekolah Mia mengajak main hari ini. Lagi-lagi, kejadian yang rumpang kembali muncul.
"Ya!"
Mia bergegas pergi ke luar untuk bermain. Setelah berpamitan pada Ibunya, Mia sedikit melirik ke arah Ayahnya dengan tatapan sedih.
"Mia, jangan khawatir tentang Papamu."
Dengan baik hati, Tris menyuruh untuk Mia bermain dengan temannya saja tanpa merasa khawatir pada Ayahnya meski terasa bahwa Owen semakin memburuk.
"Mia jadi khawatir tentangmu."
Akhirnya, Tris mencoba berbicara padanya. Namun Owen tak ada jawaban sama sekali. Owen hanya duduk dan menundukkan kepalanya dalam-dalam, seolah sekelilingnya tiada siapapun. Tatapannya kosong, auranya memancarkan kehampaan.
"Tolong ceritakan apa ada sesuatu?"
"Apakah, di waktu itu aku tidak bilang apa-apa pada Tris? Rasanya ada yang berubah sedikit," pikir Owen dalam benaknya, menelan ludah lalu menatap wajah Istrinya.
Mengingat setiap kematian yang Tris dan Mia rasakan setiap kalinya, tentu membuat Owen mual. Bahkan secara berulang, dengan sadis. Tetapi, kenapa mereka menggantung diri? Bahkan terdengar jelas saat Owen menelponnya terakhir kali kalau Tris membutuhkan bantuannya.
"Ini pasti pembunuhan berantai yang diceritakan itu. Tapi kenapa mengincar rumah ini? Apakah mungkin, kasus 3 bulan lalu …,"
Owen menggumamkan setiap kalimatnya, membuat Tris bertanya-tanya apa yang sebenarnya Owen katakan saat itu.
"Tris, apakah kau hari ini baik-baik saja?"
Pertanyaan yang tiba-tiba terlontar dari mulut Owen begitu saja. Mendadak, membuat Tris terkejut. Ada angin apa, sebab tak biasanya Owen bertanya hal seperti itu.
"Apa maksudmu? Tentu saja aku baik."
"Sebentar lagi mungkin terjadi atau tidak."
Lagi-lagi, kalimat terdengar ambigu. Owen segera masuk ke dalam kamar lalu mengambil kertas catatan untuk mencatat setiap kejadian yang telah Ia lalui termasuk saat ini.
Pukul 11 siang, berita soal ledakan yang terjadi karena targetnya rumah petugas polisi, namun tidak sepenuhnya benar. Karena ledakan itu secara acak dibuat oleh pelaku.
Pukul 9 malam, sejak pagi hari Owen tak keluar dari kamarnya dan terus mencatat setiap kejadian yang Ia alami sebelum terjadinya pengulangan waktu. Seraya membiarkan video yang ada di ponsel tentang berita hari ini terus diputar olehnya.
"Setiap aku melakukan satu langkah sebelumnya. Seolah-olah penjahat yang akan membunuh keluargaku akan datang. Apalagi, dia selalu beraksi ketika aku tidak ada. Itu artinya, kemungkinan besar dia sudah lama mengintai. Dan, misalnya di dalam rumah ada penyadap, tapi itu tidak mungkin. Kami bahkan tidak menerima tamu sejak 3 bulan lalu yang akan melakukan hal seperti itu," ucap Owen seraya menuliskan lagi di catatannya.
Berulang kali Ia melihat catatannya sendiri namun seperti biasa hasilnya nihil. Owen sama sekali tidak bisa menemukan apa yang Ia ingin temukan. Banyak waktu yang hilang, atau Ia tak ingat. Untuk sesaat Ia ragu, apakah benar yang sebelumnya hanyalah mimpi? Ilusi? Atau khayalannya saja?
Sedikit demi sedikit, Owen merasa ada yang janggal lebih dari sekedar kejadian rumpang ini. Owen seperti orang gila, kini Ia menelpon seorang dokter untuk menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.
"Maaf, Dok. Aku ingin bertanya sesuatu yang telah terjadi padaku."
"Bisakah kau jelaskan?"
"Ya. Selama beberapa kali aku terus melihat kejadian di mana keluargaku terbunuh dengan sadis. Selama beberapa kali aku kembali ke kejadian awal, di mana aku masih tertidur di ranjang di pagi hari lalu Anakku membangunkan diriku. Kemudian, selama beberapa kali dari waktu ke waktu, aku tidak mengingat waktu yang telah aku lewati."
Dokter yang mendengarnya sedikit terkejut dengan pernyataan itu. Terdiam sebentar, sementara telepon tersambung.
"Kau pasti amnesia. Apakah kau mengingat apa yang sebelumnya terjadi sebelum kau berada di ranjang kasur di pagi hari ini?"
"Ah, itu."
"Ingatan akan kacau kalau sebelum itu telah terjadi sesuatu. Semisal, kecelakaan. Apakah keluargamu mengetahui apa yang sebelumnya terjadi padamu?"
"Sepertinya tidak. Tidak, aku tidak tahu. Maaf."
"Coba sekarang tanyakan. Aku yakin itu adalah penyebab yang seolah kau telah mengulangi waktu."
Mendengar kalimat terakhir dari dokter itu, entah kenapa Owen jadi kesal sehingga menutup teleponnya dengan kasar. Tris yang melihatnya pun menjadi penasaran dan sedikit khawatir kembali.
"Apa yang telah terjadi?"
Tris mengetahui kalau Owen saat ini sedang kesal, marah setelah Ia menelpon seseorang.
"Tidak. Tidak ada apa-apa. Aku yakin ini bukan kecelakaan, buktinya aku tidak memiliki luka di manapun."
"Ah, tadi–"
"Maaf Tris. Aku membuatmu khawatir lagi. Oh ya, Mia sudah tidur?"
"Ya, Mia sudah tidur sejak sore tadi."
"Lagi-lagi, yang rumpang lagi."
Sembari menggumamkan hal itu, Owen pergi dari kamar menuju ke atas sofa. Ia duduk tanpa menyalakan televisi dan membiarkan catatan itu berada di sampingnya.
Pukul 10 malam, telepon rumah berdering sesuai apa yang diperkirakan oleh Owen.
"Telepon? Biar aku yang mengangkatnya."
"Tidak. Jangan mendekat pada telepon untuk saat ini. Biarkan berdering seperti itu."
Tris mengangguk. Lalu kembali duduk di sofa di samping suaminya dengan rasa canggung. Owen menatap telepon rumah itu yang terus berdering, Ia menatapnya dengan sinis seolah-olah Ia akan memburunya.
"Yang aku tunggu ternyata benar-benar terjadi di waktu ini. Tapi aku takkan ke mana-mana meskipun Pak Seta memanggilku untuk menyelesaikan catatan jadwalnya. Lihat saja, pengulangan waktu atau apalah, aku pasti akan memburu pembunuh itu sebelum semuanya terjadi dan kembali mengulang," batin Owen
"Sejak tadi kau menatap telepon itu."
"Ya, maaf. Kalau itu menganggumu."
Setelah untuk yang ke-4x nya telepon rumah berdering. Owen memutuskan untuk mengangkatnya, perlahan Ia berjalan sembari membawa catatan yang Ia pegang lalu mengambil gagang telepon dan bersiap mendengarkan.
"Ayo kita bertemu." Kalimat itu terucap dari si penelepon. Owen jelas mendengarnya. Bahkan Owen saat ini menulis kalimat itu di dalam catatannya.
"Sejak tadi, dia hanya memandangi telepon lalu sekarang mengangkatnya tapi hanya diam saja. Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Apakah ini masalah 3 bulan lalu?"
Tris hanya melihat Owen yang berdiri di depan meja sembari mengangkat telepon itu. Ketika jari Owen mulai bergerak dan mengetuk meja selama beberapa kali, Tris pun memanggilnya.
"Kau menunggu apa? Sampai membuatmu kesal begini?"
Owen berdecak kesal, menggenggam erat teleponnya lalu kemudian membatingnya ke lantai dengan kasar. Sampai hancur di bagian luar dan dalam, membuat telepon itu berhenti tersambung.
"Dia benar-benar marah." Sekujur tubuh Tris bergemetar, Ia hanya bisa membatin saat ini. Pun menundukkan kepalanya tanpa sedikit melirik suaminya yang saat ini marah.