Chereads / GIRL DRUMMER / Chapter 15 - Mulai Berbohong

Chapter 15 - Mulai Berbohong

Setelah mendapatkan izin dari Kak Azam, aku pun tak takut lagi untuk melanjutkan rencana ku. Seperti hari ini, aku berbohong pada Papa jika aku ada les tambahan dari sekolah. Sebenarnya, aku tidak sepenuhnya berbohong.

Di sekolah memang sedang diadakan les, tapi aku memilih tidak ikut dengan berbagai macam alasan. Dan syukurnya, guru percaya dengan alasan ku. Mungkin karena aku selama ini adalah pelajar yang selalu berkelakuan baik, nilai-nilai ku juga tidak pernah di bawah rata-rata.

"Zi, lo gak langsung pulang ya hari ini?" tanya Mita yang menyamakan langkahnya dengan ku yang akan menuju kelas musik.

"Enggak Mit, ini hari pertama eskul gue." ucap ku, sedikit bersemangat.

Mita menganggukkan kepalanya, kemudian tersenyum. "Ya udah deh, aku temenin ya Zi" ucap Mita menawarkan diri, aku menggelengkan kepala tegas.

"Enggak! Lo pulang aja duluan Mit, gue gak apa-apa kok. Lagian Rini dan gengnya kan tidak ada, jadi tidak akan ada yang mengganggu ku" tolak ku, berharap Mita mengerti.

Mita berfikir sejenak, tapi kemudian dia mengangguk setuju. Aku sedikit lega karena Mita akhirnya tak memaksa untuk ikut dengan ku, Mita pun memilih pulang lebih dulu.

Setelah Mita pergi, aku langsung menuju kelas musik. Ternyata sudah ada beberapa murid yang ada di sana, aku sedikit berdebar. Karena ini hari pertama bagi ku, tadi malam aku sudah belajar teori tentang drummer. Aku sengaja membeli buku tentang alat musik tabuh tersebut, setidaknya aku harus tau nama dari bagian alat tersebut saat di tanya nanti.

Tak lama pun seorang guru laki-laki berpenampilan rapi datang ke kelas menyapa, sepertinya pria dewasa ini lah yang akan menjadi guru ku nanti.

Guru pun mulai mengabsen dan memberikan materi sebagai awal dari pelajaran, aku mengikuti dengan serius. Tentu saja aku ingin serius, hal ini sudah ku nanti sejak dulu.

Hampir tiga puluh menit menjelaskan materi, kami pun di suruh mulai memainkan alat musik drum sesuai dengan instruksinya.

Aku sedikit bersemangat, rasanya bagai mimpi bisa bermain drum seperti sekarang. Aku mengikuti dengan seksama, hingga tak ada kesalahan sedikit pun, kemudian satu persatu dari kami di suruh mengulang rentak yang tadi dimainkan.

Hingga akhirnya giliran ku pun tiba, "Zia, sekarang giliran kamu" ucap pria tinggi berwajah oriental tersebut.

"Baik Pak" ucap ku dengan percaya diri, aku yakin pasti bisa, batin ku menyemangati diri sendiri.

Sementara di balik pintu seorang pria, memperhatikan dengan seksama sosok gadis berwajah imut tersebut sedang memainkan drum dengan baik. Meski terlihat masih kaku, tapi gadis tersebut tidak melakukan kesalahan sedikit pun.

'Gue rasa, udah nemuin siapa orangnya' gumam Azel, ya... pria yang sedang mengintip di balik pintu tersebut adalah Azel.

Azel sengaja mendatangi kelas musik, lebih tepatnya untuk yang mengikuti eskul drum hari ini. Seperti percakapannya beberapa waktu lalu bersama sahabatnya, mereka harus mencari seorang drummer.

Untuk itu, Azel dengan iseng mendatangi kelas ini. Awalnya dia cukup terkejut melihat ada sosok Zia di sana, tapi saat melihat Zia memainkan drum, Azel jadi tertarik untuk mengajak Zia bergabung dengan band nya.

Acara vestifal yang akan di selenggarakan satu bulan lagi, membuat Azel dan teman-temannya harus cepat mencari seorang drummer. Dan Azel rasa Zia adalah orangnya, meski dia tau Zia belum mahir, entah kenapa Azel yakin sekali Zia mampu.

Azel memilih duduk di kursi yang ada di lorong kelas dan tak jauh dari tempat Zia, dia sengaja menunggu Zia keluar. Sambil menunggu dia memainkan ponselnya, mencari akun sosial media Zia. Berulang kali mencari, Azel tak menemukannya.

'Apa dia tidak punya akun sosial media' gumam Azel yang sudah menyimpan ponselnya di saku, benar. Zia memang tidak memiliki akun sosial media, dia tidak terlalu suka dengan hal itu. Dan lagi dia juga tidak punya waktu untuk bermain sosmed seperti teman-temannya yang lain, hidup Zia terlalu sibuk dengan belajar, belajar dan belajar.

Lebih kurang satu jam menunggu, akhirnya kelas drum usai. Satu persatu murid keluar dari ruangan tersebut, netra Azel mencari sosok yang dinantinya sejak tadi.

Tak lama senyumnya mengembang, saat menangkap sosok Zia yang baru keluar dari ruangan tersebut. Terlihat gadis tersebut menyandang tasnya, sambil memegang stick drum.

Zia yang tak menyadari kehadiran Azel, berjalan dengan santai. Dia melihat jam di tangannya, sudah jam empat sore. Itu artinya Zia harus sampai di rumah sebelum jam lima, tentu saja karena tak ingin Papanya lebih dulu sampai.

Aku tersentak, saat tiba-tiba ada seseorang yang menarik tangan ku dan membawa berjalan ke lorong sekolah yang sepi.

"Lepasin tangan gue" ucap ku sedikit takut, aku tak sempat melihat wajah pria yang berjalan didepan sambil menyeret tangan ku. Tapi dari punggung tegapnya, aku seperti merasa kenal.

Bugh...

Akh.... teriak ku karena merasa sakit di bahu yang bertubrukan dengan dinding sekolah, mata ku membola melihat pria yang sedang tersenyum sinis ke arah ku.

"Lo mau ngapain?" tanya ku gemetar, Azel kembali tersenyum tipis ke arah ku. Kemudian mendekat ke arah ku yang sedang tersandar di dinding tersebut, takut-takut aku menatap mata tajam Azel.

"Ternyata lo bisa main drum?" tanya Azel pelan.

"Eh..i-itu, gue gak bisa. Cuma iseng ikutin eskul aja" ucap ku asal.

"Iseng? kok gue ngeliatnya, lo serius ya" ucap Azel dengan tatapan tajam.

"Gue mau lo gabung sama band gue" ucap Azel to the point, membuat aku membulatkan mata terkejut.

"Gabung? Band? lo bercanda?" ucap ku sedikit terkekeh, bagaimana bisa aku bermain drum. Bahkan hari ini saja adalah hari pertama ku, mengikuti les drum. Yang benar saja, jika harus main band.

"Iya. Gue punya band bareng dua teman gue, tapi gak dari sekolah yang sama. Kita lagi cari drummer, jadi gue rasa gak ada salahnya ngajak lo. Itung-itung sebagai permintaan maaf lo, karena udah sering buat gue kesel." jelasnya panjang, aku menggelengkan kepala tanda tak setuju.

"Enggak! Gue gak mau, lagian gue gak bisa main drum. Apalagi gabung ngeband, yang bener aja" keluh ku, aku pun membenarkan tas ku dan kembali melangkah hendak meninggalkan Azel.

namun baru beberapa langkah, tangan ku kembali di tariknya. Dan membuat tubuh ku kembali berhadapan dengannya, kali ini lebih dekat. Aku sampai bisa menghirup aroma maskulin dari Azel.

"Gue gak butuh penolakan lo" ucap Azel dingin, tepat di depan wajah ku.

"Mana handphone lo" sambungnya lagi, sambil menengadahkan tangan.

"Buat apa?" tanya ku takut.

"Sini, atau lo mau gue sendiri yang ngambil dalam saku baju lo?" ucap Azel sambil melirik ke arah saku yang tepat di dada Zia, sontak saja buat Zia jadi bergidik ngeri. Mau tak mau Zia pun langsung mengambilnya, kemudian menyerahkan pada Azel.

Azel tersenyum miring saat benda pipih tersebut sudah berada ditangannya, dia pun langsung menyimpan nomornya di ponsel Zia tentu saja dia tak lupa untuk mendial nomor Zia, agar dia bisa menyimpannya.

Setelah selesai, Azel pun menyerahkan kembali pada Zia.

"Nomor lo udah gue simpan, nomor gue juga udah ada di ponsel lo." ucap Azel sambil menggoyangkan ponselnya.

"Buat apa, lo nyimpan nomor gue?" tanya Zia, dia sedikit heran dengan tingkah pria dihadapannya ini.

"Gak usah banyak tanya, bisa?!" ucap Azel dingin dengan tatapan membunuh ke arah ku.