Di sebuah hutan, nampak dua orang anak, laki-laki dan perempuan yang berumur sekitar 6 tahunan sedang sibuk menyiksa seekor harimau besar.
Anak laki-laki berambut merah membuka paksa mulut harimau. Dengan menggunakan belati di tangannya, ia mematahkan taring si harimau dengan kasar. Lalu ia mengangkatnya, memamerkannya pada sang harimau sambil tersenyum sinis.
Harimau itu menjerit kesakitan. Ia sangat marah karena benda yang ia bangga-banggakan selama ini harus hilang di cabut oleh seorang bocah yang bahkan belum berusia 7 tahun.
Namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Karena sedikit saja ia bergerak, maka ia akan langsung di pukul oleh anak perempuan berambut biru dan membuat tulang-tulangnya retak.
Gadis berambut biru mulai mengulitinya hidup-hidup dengan senyum bahagia terpampang jelas di bibirnya.
Melihat perempuan berambut biru menguliti harimau tersebut sepertinya tampak menyenangkan. Pemuda berambut merah tak mau ketinggalan momen itu, lantas ia ikut menguliti sang harimau yang malang.
Kedua anak itu tampak menikmati setiap jeritan menyayat hati yang keluar dari mulut sang harimau.
Setelah selesai bersenang-senang dengan sang harimau yang kini tampak terbaring tak bernyawa dengan badan gundul tanpa kulit. Kedua anak itu lekas mencari sungai atau danau yang bisa mereka gunakan untuk membersihkan noda darah sang harimau yang menempel di sekujur tubuh mereka, meninggalkan tubuhnya yang di panggang oleh teriknya sinar matahari pagi yang beranjak siang.
Kedua anak itu berlari begitu cepat, hingga hanya dalam kurun waktu tujuh menit saja mereka sudah menemukan sebuah danau yang tak terlalu luas.
Tanpa pikir panjang mereka langsung menceburkan diri ke danau dan berenang di tengah-tengahnya.
Mereka saling menyerang satu sama lain menggunakan air dan sesekali mereka akan tertawa riang.
Tanpa mereka sadari, seekor ikan besar sedang membuntuti mereka dari bawah. Ikan itu membuka mulutnya lebar-lebar dan langsung menelan keduanya hidup-hidup.
... Tamat....
Hehe, canda readers.
Setelah beberapa saat, ikan tersebut merasakan perutnya yang seperti di injak-injak dan di pukul-pukul dari dalam.
Semakin lama, pukulan tersebut semakin keras dan terasa sangat menyakitkan. Karena tidak ada pilihan, ia pun memuntahkan mereka berdua ke tepi sungai.
Ke dua saudara itu yang berhasil keluar dan merasakan diri mereka yang lengket dan bau, sangat marah.
Keduanya berpencar dan mengambil sesuatu yang bisa mereka gunakan untuk menyerang ikan besar tesebut.
Anak perempuan mengambil ranting kayu dan menjadikannya tombak, sedang anak laki-laki mengambil batu seukuran genggaman tangan orang dewasa, lalu melemparkannya pada ikan besar dengan sangat keras.
Sebuah energi berwarna biru dan merah muncul saat kayu dan batu menancap pada tubuh ikan tersebut.
Ringisan kesakitan terdengar pelan dari mulut sang ikan saat batu dan tombak menembus kulitnya dan menancap tepat pada tulangnya.
Merasa tak terima, ia pun membalas dengan menghempaskan air dengan sangat keras ke arah kedua anak itu menggunakan ekornya.
Sebuah gelombang besar tercipta dan langsung merobohkan pohon besar. Namun sayang, gelombang tersebut tak mengenai kedua anak itu yang tiba-tiba saja menghilang.
Tak berselang lama, ia kembali merasakan rentetan tombak dan batu yang menancap dengan keras di tubuhnya dan menembus sampai ke tulangnya, dan membuat tulangnya retak sebelum akhirnya patah.
tak berhenti sampai di situ, anak laki-laki melemparkan dua buah batu besar seukuran kepala manusia dengan keras dan tepat mengenai kedua matanya hingga pecah dan menyemburkan air.
Anak perempuan tak mau kalah, ia melemparkan tombak dengan kekuatan penuh kearah mulut sang ikan yang menganga kesakitan. Sebuah energi berwarna merah muncul ketika ia melepaskan tombak dari tangannya.
Tombak tersebut melesat dengan sangat cepat masuk kedalam mulut ikan besar dan berhasil menembus hingga bagian punggungnya, membuatnya mati seketika.
Darah segar mulai keluar dari tubuh si ikan. Membuat danau yang tadinya jernih, berubah menjadi tercemar karena tercampur dengan darah.
Keduanya pun menyatukan tangan kanan mereka, melakukan gerakan tos.
"Hari yang sangat melelahkan," ucap pria berambut merah sambil membaringkan tubuhnya di atas rerumputan.
"Huo.. cepat tarik ikan itu ke sini, jangan sampai ia di makan oleh ikan-ikan predator!" Pinta gadis yang berambut biru.
"Cih. Kenapa harus aku?" Keluh anak pria berambut merah yang bernama Huo.
"Kalau bukan kau siapa lagi, Kau kan laki-laki. Ayo cepat!" Bentak gadis berambut biru
"Shui, apakah kau tak bisa membiarkanku bernapas sebentar saja?" Ujar Huo kesal dengan gadis berambut biru yang ternyata bernama Shui.
"Apakah kau tak melihat air danau yang berwarna merah? Kalau aku menunggu kau bernapas, yang ada ikan itu malah habis di makan ikan predator..." Shui kembali membentak Huo.
"Tapi.."
"Satu..."
"Iya-iya. Bawel bangat sih."
"Dua.."
Huo langsung menceburkan diri ke danau memegangi ekor ikan besar yang malang, mati karena salah mengenali mangsanya, lalu menarik dan membawanya ke tepi sungai.
Satu kali tinju darinya, menghempaskan ikan itu hingga 5 meter. Ia pun langsung naik dan menghampiri Shui.
Benar saja, tepat setelah Huo berada di pinggir danau, gerombolan predator muncul berenang dengan sangat cepat.
Huo duduk sambil mengatur nafasnya yang agak memburu. Sesekali ia akan menoleh ikan-ikan predator yang dengan sombongnya memamerkan giginya ke arahnya.
Ia merasa ingin muntah melihat itu. Ingin sekali ia mencabik-cabik dan mematahkan gigi ikan itu. Namun ia tak berani terjun ke air, karena kawanan ikan itu yang begitu banyak.
"Sudah selesai istirahatnya?" tanya Shui.
"Belum... 10 menit lagi."
"Sudah 10 menit kau istirahat. Sekarang berdiri dan cari ranting kering. Aku akan menunggu kau di sini."
"Kenapa hanya aku yang cari, kau tidak?" Tanya Huo dengan kesal.
"Kau ini sangat tolol, Huo. Jika kau dan aku pergi mencari ranting. Yang ada nanti ketika kita kembali, ikan ini akan habis di makan hewan buas..."
"...Jadi salah satu dari kita harus di sini, menjaga ikan ini. Dan orang itu adalah aku." Shui berkata dengan senyum sinis terpampang di bibirnya yang manis.
"Cih... Alasan," ketus Huo sambil memalingkan muka.
"Kau ini laki-laki atau perempuan sih. Cepatlah bergerak. Kalau kau terus menerus diam di situ. Yang ada nanti ikan ini tidak bisa lagi di makan, alias membusuk."
"Iya-iya. Bawel."
Huo berdiri dengan malas. Melangkahkan kakinya secara perlahan tapi pasti. Hingga dirinya tak terlihat.
Shui yang melihat Huo berjalan meninggalkannya tersenyum miring sambil berteriak dengan keras.
"GITU DONG, JANGAN ALAY."
Huo yang mendengar itu bertambah kesal. Ia berjalan sambil menghentak-hentakkan kakinya hingga menimbulkan retakkan di tanah tempat ia berpijak.
Bagaimanapun usianya baru 6 tahun. Walaupun fisiknya kuat, tapi ia juga perlu istirahat setelah seharian beraktifitas berat.
Dengan kesal ia berjalan mencari dan mengumpulkan ranting-ranting kering yang akan di gunakan untuk membakar ikan besar sialan itu.