Chereads / Warrior (shewolf) / Chapter 4 - Chapter 3 : Memory

Chapter 4 - Chapter 3 : Memory

Maaf yaa klo masih ada yang typo

Mohon koreksinya...

Happy reading...

'Seorang anak gadis kecil berlari kecil menyusuri hutan. Tidak tampak ketakutan dimatanya. Justru dia terlihat senang. Pergi ke hutan adalah hal yang paling di sukai oleh gadis itu.

Anak gadis itu melompat-lompat kecil sambil tersenyum. Tiba-tiba langkahnya terhenti. Dia mendengar suara rintihan. Dia menoleh kanan dan kiri untuk mencari arah suara.

Tak lama terdengar gemericik air. Gadis kecil sampai di sungai. Tapi suara rintihan itu semakin terdengar jelas. Gadis kecil itu mendatangi arah suara. Dia tahu suara itu berasal dari balik semak yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Gadis kecil itu menatap semak itu. Semak itu bergoyang pelan. Dia tertegun sejenak lalu kemudian melangkahkan kakinya perlahan menuju semak itu. Tiba-tiba terdengar suara geraman, membuat gadis kecil itu tersentak kaget. Tapi dia sama sekali tidak mengurungkan niatnya untuk mencari tahu. Gadis itu membuka semak itu dan menemukan satu hewan disana. Hewan yang cukup besar dari ukuran hewan normal biasanya. Gadis itu tertegun, dia terkejut dengan yang di lihatnya. Hewan itu menggeram marah dan berjalan mundur ke belakang. Tubuh hewan itu penuh luka, bahkan kakinya sulit untuk di gerakkan.

"Ohh kasihan sekali.." Gadis itu melangkah maju tapi hewan itu menggeram semakin keras. "Tidak apa-apa, aku tidak akan menyakitimu."

Gadis itu berjalan semakin dekat. Hewan itu terlihat panik.

"Aku akan membantumu. Kau terlihat kesakitan. Sungguh, aku tidak akan menyakitimu."

Gadis itu semakin mendekat. Hewan itu terus berjalan mundur dengan tertatih, menghindari gadis kecil itu. Tapi tak lama dia terjebak, sudah ada sungai di belakangnya.

"Baiklah, aku akan berhenti." kata gadis itu lalu menghentikan langkahnya. Tapi gadis itu masih menatap hewan besar itu, untuk meyakinkan binatang itu. "Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya akan memeriksa lukamu. Lukamu terlihat parah."

Gadis itu mulai menatap luka-luka hewan itu. Bahkan kaki belakangnya sebelah kiri sudah terangkat sedikit. Gadis kecil itu tahu hewan itu kesakitan.

"Kasihan sekali..." gadis itu terdiam sejenak. "Ahh iya!!" sahut gadis itu lalu segera berdiri dan berlari menjauh.

Hewan itu tampak lega. Dia mencoba untuk berjalan kembali ke semak belukar tempatnya tadi, tapi kakinya semakin sulit untuk di gerakkan. Akhirnya hanya bisa merebahkan dirinya di pinggir sungai.

Tak berapa lama, terdengar suara seseorang berlari. Hewan itu seperti telah mendengar suara langkah kaki itu dari jauh. Hewan itu berdiri dan tampak siaga. Gadis kecil itu yang berlari. Dia kembali mendatangi hewan besar itu. Gadis kecil itu menghentikan larinya tepat di depan hewan besar itu. Gadis itu tampak kelelahan. Dia mengusap keringat di dahi, pipi dan lehernya.

"Berbaringlah, akan aku obati lukamu."

Hewan itu tidak menuruti, hanya menggeram lebih keras.

"Kau tahu? Aku semakin tidak takut padamu meskipun kamu menggeram sekeras itu. Kau terluka dan kau butuh di obati." kata gadis itu lalu duduk dan membongkar kotak yang di bawanya. "Ayahku seorang dokter hewan dan aku sering melihat ayahku mengobati hewan-hewan itu."

Gadis itu menghentikan kegiatannya dan menatap hewan yang masih berdiri kaku di hadapannya.

"Kenapa masih diam disana? Kemarilah."

Hewan itu tampak ragu.

"Aku tidak akan menyakitimu. Ya, aku memang masih muda, tapi aku cukup dewasa dari gadis seusiaku."

Gadis itu tampak tidak sabaran. Dia bergerak mendekat tiba-tiba, saat hewan itu tidak siap. Mau tidak mau, hewan itu membiarkan gadis itu mendekatinya.

"Kasihan sekali. Luka dikakimu ini sangat parah. Aku harus membawamu ke ayahku. Ayahku pasti bisa menyembuhkanmu."

Gadis itu sibuk mencoba mengobati luka sedangkan hewan itu menatap gadis kecil itu dengan tatapan heran.

kressk..

Tiba-tiba terdengar suara di semak-semak. Hewan itu tiba-tiba menjadi waspada. Dia lalu menggeram keras dan semakin keras. Gadis kecil itu tampak terkejut.

"Hei,ada apa denganmu? kamu baik-baik saja?" tanya gadis kecil itu. Tapi hewan itu justru semakin marah. Gadis itu tampak ketakutan sekarang. "A-ada ap-apa?"

Terdengar geraman lagi. Tapi geraman itu bukan dari hewan yang bersama gadis kecil itu, melainkan dari arah belakang gadis kecil itu. Gadis itu menoleh dan terkejut. Di belakangnya sudah ada satu hewan lagi. Gadis itu memperhatikan hewan yang baru saja datang. Mereka sangat serupa, hanya saja hewan yang baru saja datang itu memiliki bulu berwarna abu-abu bercampur hitam dan tubuhnya jauh lebih besar dari hewan yang dia obati.

"Tunggu... kalian...serigala? atau anjing? tidak, tidak.. kalian serigala. Tapi kenapa tubuh kalian besar sekali?"

Kedua serigala itu tidak memperdulikan apa yang di bicarakan gadis kecil itu. Mereka hanya terus saling menggeram kasar dan tampak sangat marah. Serigala berbulu putih bersih melangkah maju dan membiarkan gadis kecil itu di belakangnya.

"Hei tunggu, aku belum selesai mengobatimu." protes gadis itu tapi serigala berbulu putih itu tidak perduli.

Serigala berbulu coklat melolong keras. Tak lama muncul dua serigala besar lagi. Gadis itu semakin bingung dan ketakutan. Serigala berbulu putih itu menoleh pada sang gadis sejenak lalu kembali menatap ketiga serigala yang ada di hadapannya. Salah satu serigala berlari dan menyerang serigala berbulu putih. Gadis itu berteriak keras...

Allana terbangun dari tidurnya. Nafasnya cepat dan tubuhnya mulai berkeringat. Allana menatap kamarnya dan bernafas lega. Dia hanya bermimpi, pikirnya. Dia mengusap dahinya yang berkeringat.

"Mimpi yang aneh... Tapi gadis kecil itu aku.. Dan serigala? Apa itu mimpi? Aku tidak ingat pernah bertemu serigala sebesar sebelumnya. Ya, itu hanya mimpi. Tidak mungkin itu nyata. Pasti hanya mimpi."

Allana mencoba meyakinkan dirinya tentang mimpinya. Dia menatap baju yang dikenakannya. Dia bahkan masih menggunakan baju kemarin. Dia menatap jam weker di atas nakas. Sudah jam enam pagi. Dia harus berangkat lebih pagi agar tidak bertemu dengan anggota keluarganya.

Allana menuruni tangga. Dia ingin melewati sarapannya dan segera pergi ke sekolah.

"Allana?" panggil ibunya.

Allana terkejut. Dia tidak menyangka ibunya tahu dia sudah keluar kamar. Padahal dia sudah melangkah sepelan mungkin. Allana menghela nafas panjang dan mendatangi arah suara. Allana sampai di dapur dan melihat ke empat anggota keluarganya di sana.

"Kemarilah dan sarapan." kata ibunya.

"Tidak bu, Allana sedang tidak berselera. Allana akan pergi ke sekolah saja." Allana berbalik tapi belum sempat berjalan, ibunya memanggilnya lagi.

"Allana, tunggu sebentar." Allana terdiam. "Kemarilah."

Allana mendengus kesal lalu berbalik dan berjalan mendekat.

"Apa kamu tidak ingin sarapan?" tanya ibunya. Allana menggeleng. "Baiklah. Tapi kita harus bicara Allana."

"Apa tidak bisa nanti saja? Allana harus pergi sekolah bu."

"Ibu tahu. Hanya sebentar saja." bujuk ibunya. Allana terdiam. Dia sungguh tidak ingin berbicara apalagi tentang manusia serigala. "Kami ingin kamu mengenal siapa dan apa manusia serigala itu. Nanti jika kamu bisa berubah, kamu akan--"

"Allana tidak ingin menjadi manusia serigala." potong Allana cepat.

"Allana sayang, tapi kamu adalah manusia serigala."

"Apa tidak ada cara lain agar Allana tidak menjadi manusia serigala? Allana tidak mau bu, Allana tidak ingin menjadi monster!!"

"Allana... Manusia serigala bukanlah monster."

"Tidak, bagi Allana adalah monster! Kita monster ayah!! Dan Allana tidak ingin menjadi monster!!"

"Allana..."

"Sepertinya dia mulai berhalusinasi." sahut Alice.

"Aku tidak berhalusinasi. Manusia serigala memang monster. Apa kalian semua tidak sadar dengan semua yang kalian lakukan?! Kalian membunuh manusia!!!" pekik Allana.

"Astaga, ternyata dia memang sudah gila!"

"Alice.. Hentikan. Allana... Tidak ada yang membunuh disini."

"Apa ibu tidak mendengar berita tentang penemuan mayat-mayat dihutan itu? Di kota ini tidak ada binatang buas, setidaknya itu yang Allana tahu. Tapi semenjak melihat kalian bisa berubah seperti itu aku.. Aku.."

"Lalu kamu berfikir kami yang membunuh mereka?! Dasar gila!" pekik Alice.

"Alice.. Hentikan."

"Tapi bu, dia mengatakan kita pembunuh!"

"Demi tuhan Alice, adikmu hanya tidak tahu."

"Huft terserahlah. Aku tidak mau mengurusi masalah anak labil yang tidak mau menerima siapa dirinya dan keluarganya yang sebenarnya. Aku mau pergi, bertemu dengan teman-teman. Aku sudah bosan mendengar keluh kesah dia." Alice mengambil tasnya lalu beranjak pergi.

"Derek akan pergi juga, berpatroli." Derek mengambil sepotong sandwich untuk di bawanya pergi. "Santai saja adik kecil. Kamu akan terbiasa." kata Derek sambil mengacak rambut Allana lalu pergi meninggalkan mereka.

"Allana dengar, apa yang terjadi di hutan, tentang orang-orang yang mati itu. Itu semua bukan perbuatan kita. Ayah, ibumu, Derek maupun Alice. Itu perbuatan Rogue. Rogue adalah manusia serigala yang tidak memiliki pack tetap. Biasanya mereka terdiri dari orang-orang yang tidak memiliki pack, di usir dari pack sebelumnya, terasingkan, pengkhianat, semacam itu. Kelompok mereka juga tidak seperti pack manusia serigala pada umumnya. Mereka tidak memiliki alpha, beta.. Hanya pemimpin. Mereka juga selalu merusak dan membunuh."

"Jadi maksud ayah, keluarga kita tidak melakukan itu semua?"

"Tentu tidak Allana. Kami memiliki pack, bernama pack Moon Hykolt. Kita, manusia serigala, dilarang membunuh manusia atau menyakitinya. Ada peraturan yang melarangnya dan perjanjian yang di buat dengan manusia biasa agar manusia serigala tidak menunjukkan diri kita yang sebenarnya pada manusia biasa, apalagi membunuh mereka. Itu terlarang."

"Ayahmu benar sayang. Bukan kami yang melakukannya melainkan rogue, yang menyerangmu tadi malam."

"Lalu... Kenapa mereka mau menyerang Allana juga?"

"Mereka rogue Allana, itu yang mereka lakukan. Mereka tidak perduli siapapun yang ada di hadapan mereka. Mereka akan menyerang dan membunuh mereka."

"Untuk itulah kami berpatroli. Kedua kakakmu pulang untuk membantu berpatroli karena penyerangan itu."

Allana terdiam. Dia tidak tahu harus berkata apa lagi.

"Allana, ibu tahu ini sulit di percaya, tapi ibu mohon untuk belajar menerimanya. Kami akan memberitahukan semuanya tentang manusia serigala, kami akan membantu kamu untuk berubah dan--"

"Kenapa Allana tidak bisa berubah?"

"Apa?"

"Kenapa Allana tidak bisa berubah? Jika memang Allana adalah manusia serigala, seharusnya Allana bisa berubah menjadi monster itu. Kenapa Allana tidak bisa? Kenapa hanya Allana?"

Pertanyaan dari Allana membuat kedua orang tuanya saling pandang sejenak.

"Itu.. Kami tidak tahu." jawab ibu Allana. Allana mengerutkan keningnya bingung.

"Manusia serigala seharusnya sudah bisa berubah saat berumur lima tahun. Tapi kamu masih belum bisa sampai sekarang. Jadi kami semua memutuskan untuk menutupi semua ini darimu sampai kamu berusia tujuh belas tahun dan kami akan mengajarimu berubah bentuk dan semuanya."

"Karena usia tujuh belas tahun adalah usia matang bagi para manusia serigala muda untuk mencari pack dan menemukan jati diri mereka, siapa mereka dan tentu saja, mate."

"Tenang saja Allana, ibu pasti akan membantumu."

"Tidak, tidak bu. Allana tidak ingin di bantu. Allana tidak ingin menjadi manusia serigala. Tidak, tidak mau."

Allana berlari meninggalkan ayah dan ibunya.

"Sepertinya dia memang tidak ingin berubah." gumam ibu Allana.

"Sabar sayang. Dia perlu waktu."

"Tapi bagaimana jika dia menolaknya? Kamu tahu ramalan itu. Bisa saja itu Allana."

"Apa kamu yakin sayang?"

"Aku... Aku tidak tahu. Tapi aku adalah anggota pack Crysort sebelumnya. Kami mantan anggota pack Crysort mulai panik, mulai mencari siapa warrior itu di antara anak-anak kami. Termasuk anak kita, Ben."

"Oh sayangku. Aku tahu, aku mengerti. Tapi kita tidak bisa memaksa Allana. Lagipula tanda di tubuhnya tidak adakan? Itu berarti warrior itu bukan Allana."

"Aku tidak tahu Ben, aku begitu resah."

Ayah Allana memeluk istrinya.

"Kita akan membujuknya bersama dan kita buktikan jika warrior itu bukan Allana dan kamu bisa tenang."

"Baiklah."

Ayah dan ibu Allana terdiam dan larut dalam pemikiran mereka.

****

Allana diam termenung saat pelajaran. Dia bingung harus bagaimana. Dia masih syok dan bahkan dia merasa takut.

"Allana..."

"Allana..."

"Allana!!"

Allana tersentak kaget. Dia menoleh pada arah suara. Hope dan Erica menatapnya bingung.

"Ada apa denganmu? Kamu baik-baik saja?" tanya Erica heran.

"Ten-tentu aku baik. Memangnya ada apa denganku?"

"Kamu melamun. Sedari tadi aku dan Hope memanggil kamu, kamu tidak menyahut bahkan tidak bergerak sama sekali."

"Ah.. Itu.. Aku.."

"Kamu baik-baik saja Al? Apa ada masalah?"

"Ti-tidak, tentu saja tidak."

"Tapi kamu--"

"Hai gadis-gadis." satu orang laki-laki muncul dan duduk di dekat mereka.

"Marco, dari mana saja kamu." Erica berdiri dengan berkacak pinggang dan melotot.

"Whooaa kamu menyeramkan sekali."

"Aku tidak perduli! Kamu sudah janji padaku!!"

"Iya iya, cerewet sekali. Ini."

Marco menyerahkan sebuah bingkisan pada Erica.

"Uhmm apa itu?" tanya Hope.

"Hanya titipan yang aku minta. Marco baru pulang dari New York dan aku memintanya untuk mencarikan sesuatu di sana."

Hope dan Allana mengangguk mengeri sementara Erica dan Marco hanya saling menatap dalam diam.

Satu guru masuk ke dalam ruangan kelas mereka. Semua murid kembali ke kursi mereka masing-masing. Pak George Martin, guru sejarah mereka sudah berdiri di hadapan mereka.

"Baiklah, sebelum kita memulai pelajaran, ada yang ingin bapak perkenalkan. Masuklah."

Semua murid menoleh ke pintu masuk kelas. Satu orang anak perempuan masuk. Anak perempuan itu cukup tinggi dengan rambut merah sebahu. Dia mengenakan celana kulit berwarna hitam dan baju putih berlengan panjang dan sepatu boot heels. Penampilannya tidak seperti anak sekolah. Membuat semua murid terpana melihatnya. Allana menatap heran gadis itu dan gadis iti juga menatapnya lalu tersenyum tipis. Sepertinya apa yang di cari gadis itu telah di temukan. Mata gadis itu tidak beranjak dari Allana.

"Perkenalkan dirimu." kata pak Martin.

"Namaku Gyria Lekhof. Aku pindah dari Alaska." kata Gyria dengan nada dingin dan masih menatap Allana.

"Baiklah nona Lekhof. Silahkan duduk di bangku yang kosong. Dan saya mohon, disini sekolah, bukan klub malam. Jadi berpakaian lebih rapi dan lihatlah sepatu yang kamu kenakan itu. Bapak tidak tahu bagaimana sekolahmu yang lama tapi... "

Pak Martin masih menegur Gyria tapi Gyria tidak perduli dan tidak mendengarkan. Dia hanya menatap Allana dan tersenyum.

"Aku menemukanmu."

****

Tadariez