Aku mendekat ke arah salah satu goblin, saat goblin itu mencoba menyerangku menggunakan kapak, dengan sigap kuhindari lalu menyayat pergelangan tangannya dengan pisau. Kemudian kuhunuskan tongkat untuk memukul tepat di kepala, membuatnya terpental lalu melempar pisau tepat mengenai jantungnya dengan melapisi pisau itu menggunakan api sehingga dengan mudah dapat menembus dadanya.
Goblin yang lain menyadari suara yang ditimbulkan dari gerak-gerikku, lalu mencoba menyerang, namun dengan langkah cepat kuperkuat kakiku lalu membegalnya, ia terjatuh kemudian aku menusuknya dengan pisau dan memukul pisau itu hingga lukanya masuk merusak organ vitalnya.
Yang satunya kemudian hanya kabur, tapi itu cukup berbahaya jika membiarkannya. Jadi aku mengambil kembali pisau yang tersisa melapisinya dengan api dan langsung melemparkan ke arah punggungnya hingga tertembus dan seketika mati.
"Kau terlihat cukup terampil sekarang ya?"
"Jangan memujiku, kau bahkan lebih kuat dariku kan?"
"Ya, itu memang benar, tapi setidaknya sekarang kau mampu bertahan bila ada satu pasukan elit yang menyerangmu."
"Pasukan elit?"
"Ya, itu semacam pemimpin yang membawahi komando dari perintah raja iblis."
Dikatakan kalau pasukan iblis cukup terstruktur seperti halnya sebuah pemerintahan, dimana ada tentara dan divisinya juga.
"Apakah para iblis itu sudah membentuk suatu negara di sebuah wilayah?"
"Semacam itu, hanya saja mereka suka sekali melakukan penyiksaan, jadi sistem yang mereka buat adalah dikhususkan untuk menyiksa makhluk lainnya, namun kadangkala mereka saling bertarung satu sama lain."
Tidak perlu diperjelas, dari penjabarannya yang singkat itu, aku bisa merasa bahwa sosok mereka cukup menyeramkan dalam menjalani kehidupan. Mungkin seperti halnya tempat para kriminal atau mafia yang keji.
"Agak sulit memahami struktur kehidupan mereka, semacam kegilaan seperti halnya orang-orang menggambarkan neraka," lanjutnya.
Dingg!
Muncul notifikasi pada gadget yang dipegang oleh Tirta yang berbentuk seperti sepotong kaca persegi. Itu adalah notifikasi dari Vall dimana ia memberitahu bahwa ada sekumpulan makhluk iblis yang berbaris. Tirta kemudian menyuruhnya untuk mengambil jarak lalu melewatinya saja.
"Untung saja dijarak seperti ini tak ada iblis lain, jika ada mereka pasti akan mengeroyok kita seketika, walaupun aku bisa membasminya, tapi itu cukup menguras energi."
Para iblis seperti memiliki sinyal tertentu untuk mengundang iblis lain bila terjadi bahaya, maka Tirta melakukan hal ini agar tidak terjadi suatu hal yang merepotkan. Seperti kelelahan sebelum sampai di tempat tujuan.
"Tirta, bagaimana kalau kita melakukan teleportasi saja?"
"Ah, itu ide buruk, kau tak mau tiba-tiba ada musuh di sekelilingmu kan? Lihat pohon tinggi yang ada di ujung sana. Kalau kita melihat disini, mungkin akan terlihat baik-baik saja, namun jika kita mendekat, bisa saja musuh ada yang sembunyi di tempat tersebut."
Secara logika memang benar kemungkinan itu bisa terjadi, kami pun melanjutkan perjalanan, sampai beberapa menit kemudian Tirta menyuruh Lina dan Vall kemudian berkumpul di tengah-tengah, yaitu ke arah kami.
**
Setelah melakukan perjalanan kaki yang cukup melelahkan, tibalah kami di benteng salah satu desa iblis, Ini benar-benar sebuah desa seperti abad pertengahan yang dikelilingi oleh kayu dan beberapa penjaga, lagi-lagi goblin.
"Kenapa iblisnya terus-terusan goblin?" tanyaku pada Tirta.
"Akan sangat buruk jika aku menceritakannya padamu, jadi lebih baik tidak perlu kuceritakan."
"Itu malah membuatku semakin penasaran."
"Pada dasarnya mereka adalah makhluk yang sangat infasif, mereka adalah makhluk yang dapat berkembang biak bahkan dengan ras lain. Dan kecepatan pertumbuhannya benar-benar mengerikan."
Wajah Tirta kelihatan serius, sementara Vall dan Lina ikut heran ketika mendengarnya, seperti yang dikatakan sebelumnya aku menyesal setelah mendengarkan penjelasannya itu.
"Umur mereka untuk mencapai dewasa hanya butuh 1 sampai 2 hari, sementara ketika masa dewasa umurnya bisa sampai 200 tahun. Selama itu, mereka terus memperbanyak diri. Jadi itulah yang membuat jumlahnya semakin banyak."
"Kedengarannya cukup mengerikan."
Aku tak sanggup membayangkan jika sebuah desa diserang oleh mereka, dan bagaimana penderitaan yang akan dialami ketika desa seperti manusia berhasil ditaklukkan.
"Untungnya mereka bukanlah individu yang kuat, kemampuan mereka berteknologi dan berbahasa hanya seperti kaum bar-bar."
Sembari menjelaskan, Tirta menciptakan bola kecil di telapak tangan kirinya, lalu ia memejamkan mata. Saat ini ia sedang mendeteksi banyaknya iblis yang ada di pemukiman tersebut, kemudian setelah beberapa menit ia kembali membuka matanya dan kemudian berucap, "Cukup buruk juga, akan langsung kulenyapkan saja desa ini. Semoga mereka mendapatkan tempat yang lebih baik."
Pakaiannya berubah, kali ini seperti baju ksatria abad pertengahan. Ia bersiap-siap dengan membawa tongkat seperti sebuah tongkat sihir yang kemudian Tirta merapalkan mantra. Entah dunia mana yang ia pakai kemampuannya sekarang.
Sesaat setelah ia merapal, entah kenapa aku merasa janggal dengan perkataan ia sebelumnya. Jadi langsung saja aku tanyakan di tengah rapalannya itu.
"Tunggu Tirta, apa maksudmu mereka mendapatkan tempat yang lebih baik? Kau tak berbicara soal penduduk yang di sandera kan?"
"Tentu itu soal mereka, namun percuma menyelamatkan mereka sekarang."
"Apa maksudmu percuma?"
"Itu karena mereka sudah terpakai, artinya kehidupan mereka telah rusak baik raga maupun jiwanya."
Namun, entah kenapa aku merasa tidak ingin patuh soal ini. Meski dalam keterpurukan seseorang pasti bisa bangkit asal ia mau berusaha.
"Tapi!?"
"Huff ... Aku mengerti, akan kulepaskan satu orang saja."
"Tapi bagaimana dengan?--"
Lina menepuk pundakku, menggerakkan kepalanya mengisyaratkan bahwa itu cukup untuk sekarang.
"Baiklah," aku akan menurut saja, sangat disayangkan, tapi mungkin ada alasan lain kenapa Tirta tak mau menyelamatkan mereka. Tapi jika itu menyangkut trauma, harusnya masih bisa disembuhkan.
*****