Chereads / Kelahiran Kembali Sang Manusia Serigala / Chapter 6 - Bekerja Pada CEO Tengil

Chapter 6 - Bekerja Pada CEO Tengil

Setelah seribu purnama Rachel mengembara dari satu tempat ke tempat lain, takdir membawanya ke sebuah perusahaan ternama di New York. Ia dipekerjakan sebagai asisten pribadi Danique setelah lelaki itu diangkat menjadi CEO. Sedangkan CEO sebelumnya memutuskan untuk berhenti dari jabatannya karena masalah kesehatan.

Rachel menghela napas dalam-dalam saat berdiri di depan pintu rumah bak istana milik bos barunya. Selama beberapa detik lamanya Ia melamunkan perjalanan hidupnya selama sembilan puluh enam tahun. Dirinya terlahir sebagai seorang putri lalu terbuang sampai akhirnya dirawat oleh seorang janda sehingga bisa bertahan hidup. Kini Ia berada di depan rumah mewah milik lelaki yang terkadang membuatnya rindu, sedangkan kehidupan lamanya itu telah lama sekali berlalu.

Bel berbunyi saat jemari lentik Rachel memencetnya, seorang maid dengan seragam hitam putih yang khas membukakan pintu dan tersenyum padanya.

"Miss Juvenil?" maid itu memiringkan wajah menatap Rachel.

"Ya, benar saya Rachel," Ia mengangguk meyakinkannya.

"Oh, silakan masuk, Mr. Berend sudah menunggu Anda, Miss."

Rachel mengikuti langkahnya yang cepat melewati ruang tamu yang sangat luas. Di depan sebuah pintu kayu berukir, maid itu berhenti. Tanpa diberitahu pun Rachel sudah tahu bahwa ini adalah kamar milik Danique. Setelah mengucapkan terima kasih kepada sang maid, Rachel mengetuk pintu lalu menunggu sang empunya kamar membukakan pintu.

"Masuk, pembantu baruku," ujar Danique saat membukakan pintu.

"Hah, kalau bukan karena gajinya berkali lipat, aku tidak akan mengambil posisi ini," gerutu Rachel.

Ia mulai membuka lemari Danique dan mencari baju yang akan lelaki itu kenakan hari ini, berkoordinasi dengan maid untuk menyiapkan sarapan Danique, juga mengecek bahan rapat kerjasama di kantor nanti. 

"Ternyata Kau sekaya ini," sarkas Rachel. Danique hanya terkekeh.

Sementara Danique mandi pagi, Rachel sibuk dengan berkas-berkas di laptop Danique. Lelaki itu lumayan rajin menata foldernya sehingga Rachel bisa bernapas lega, tentu saja Ia tidak berekspektasi begitu. Mereka selesai bersamaan, Danique keluar dari kamar mandi pribadinya di sudut kamarnya.

"Bulu apa ini? Kau memelihara hewan di kamarmu?" Rachel mengerutkan dahi ketika hendak menata ranjang Danique.

"Bersihkan saja tidak usah cerewet!" lelaki itu menyahut dengan ketus.

Rachel pun diam dan mulai mengerjakan tugasnya. Beberapa detik setelahnya, Danique melenggang ke meja makan. Bulu yang menempel di sprai dan bed cover cukup banyak dan harus dicabut satu persatu. Teksturnya tebal namun lembut, beberapa kali lebih tebal dari rambut manusia. Tanpa bertanya pun Rachel bisa menebak bahwa Danique suka membawa hewan piaraannya ke kamar.

"Bersihkan bulu-bulunya terlebih dahulu baru berikan ke maid untuk dicuci," perintah Danique sekembalinya dari ruang makan.

"Ck, sungguh brilian. Ide yang cukup efektif di hari pertamaku bekerja," gerutu Rachel.

"Ini berlaku untuk selamanya, jangan pernah memberikan sprai atau apapun milikku kepada orang lain jika bulu-bulunya belum dibersihkan," ujar Danique dengan wajah serius. Rachel pun mengerti bahwa itu adalah sebuah peringatan baginya.

Lelaki itu berangkat ke kantor terlebih dahulu dan meninggalkan Rachel yang masih susah payah membersihkan bulu-bulu di bed cover dan sprai, membuat Rachel menghela napas lega karena bisa bekerja tanpa omelan terus menerus.

Ia berhenti sesaat. Tidakkah ini seperti bulu binatang buas? 

Awalnya Rachel berpikir bahwa ini adalah bulu hewan piaraan seperti kucing atau anjing, atau mungkin kelinci. Tetapi Ia baru menyadari bahwa bulu hewan-hewan itu tidak mungkin rontok sebanyak ini. Teksturnya juga tidak selebat ini. Satu dugaan kuat yang melintas di benak Rachel, Danique memelihara binatang buas di rumahnya. Bukankah itu hal biasa bagi orang kaya meskipun ilegal?

"Tidak kusangka kehidupan Danique semewah ini," gumam Rachel dengan sangat pelan.

Bekerja sebagai asisten pribadi CEO untuk pertama kali, Rachel diberi kesempatan untuk mendapatkan diklat selama tiga hari, sehingga dalam waktu tiga hari ini Ia lebih banyak bersama seniornya daripada mendampingi Danique.

"Mohon maaf, Bu. Kalau boleh saya tahu, mengapa saya yang dipilih menjadi asisten pribadi CEO bukan yang lain?" tanya Rachel saat Ia diberi kesempatan untuk bertanya.

"Karena Pak Danique sendiri yang memilih," jawab perempuan paruh baya itu dengan lugas. Ia lah yang menjadi asisten pribadi CEO sebelumnya.

Jawaban singkat dan padat itu sungguh mengejutkan. Danique sendiri yang memilih?

"Berarti sebelumnya Pak Danique sudah tahu kalau beliau bakal diangkat jadi CEO?" Rachel bertanya dengan hati-hati.

"Tentu saja, pengangkatan CEO menjadi kewenangan internal keluarga pemilik perusahaan," lagi-lagi perempuan itu menjawab dengan jujur.

"Oh," hanya itu yang bisa keluar dari bibir Rachel, nyaris tidak terdengar.

Kini Ia tahu jawabannya mengapa Danique tiba-tiba naik jabatan secara drastis dan dirinya diberi tugas yang bukan bidangnya. Rachel tidak tahu latar belakang Danique kecuali setelah Ia sadar bahwa nama belakang pemilik perusahaan dan nama lelaki itu sama. Pemilik perusahaan tidak terlalu terkenal di kalangan karyawan, jikapun mereka diberitahu saat orientasi kerja, kemungkinan besar akan lupa seminggu kemudian karena jarang disebut.

"Rachel," Danique menghampirinya saat jam kerja berakhir.

Oh, mengapa lelaki itu tidak menelponnya dan memintanya untuk datang?

"Iya, Da.... Pak," Rachel hampir keceplosan memanggil Danique langsung dengan namanya. Dulu Ia biasa saja, namun sekarang Ia menjadi segan pada lelaki itu.

"Di mana motormu?" tanya Danique saat mereka berjalan beriringan.

"Di tempat parkir," jawab Rachel singkat.

"Mulai sekarang Kau tinggal di rumahku," ujar Danique.

"Tidak!" secara refleks Rachel berteriak.

"Mengapa tidak bisa? Bukankah Kau tinggal sendirian di apartemen? Apa bedanya dengan tinggal di rumahku, itu malah sama saja kost gratis, 'kan?" Danique berceramah tidak mau dibantah.

"Aku punya museum di apartemen yang harus kujaga," jawab Rachel dengan nada lebih ngotot.

Sontak, Danique tertawa.

"Kau melawak supaya bisa menolakku?" kekehnya.

Karena jam kerjanya bertambah banyak dan tidak sama dengan karyawan pada umumnya, Rachel mengikuti Danique pulang dan lelaki itu bersiul senang karena tidak perlu memaksa. Ia duduk di kursi penumpang berjajaran dengan Danique, sopir Danique mengajaknya berkenalan saat CEO baru itu sibuk menerima telepon.

"Oh, sungguh luas parkirannya. Eh, Kau punya ducati?" Rachel memandang sekeliling saat tiba di tempat parkir mansion lelaki itu.

"Banyak tanya Kau ini, ck," lelaki itu mendesis sembari melenggang menuju lift.

Rachel sengaja mendekat ke motor besar yang terparkir di sebelah pinggir dari motor-motor besar yang lain. Pandangan matanya melebar saat menangkap sebuah tanda yang Ia tempelkan di sana. Motor itu tidak lain adalah motor yang terparkir di hutan yang rutin Ia datangi.

"Danique," gumamnya.

Rahasia apalagi yang lelaki itu simpan? Jika tidak punya kepentingan, lelaki itu tidak mungkin ada di sana. Sangat tidak masuk akal jika Danique pergi ke hutan pagi-pagi buta dengan alasan mengusir gabut. Lelaki itu kemungkinan besar juga ada di sana sejak malam atau sore hari.

"Sampai kapan Kau akan mengagumi motorku?" suara Danique mengagetkannya.

Rachel terkesiap, Ia langsung beranjak dan tak mau mengundang kecurigaan lelaki yang mulai sekarang harus Ia selidiki. Danique punya rahasia, dan itu sangat jelas menyangkut dirinya dan Cuon.

***