"Aaaaa..."
"Aduh, siapa itu?"
Pemandangan di dalam kamar Danique sungguh mengagetkan Rachel saat membuka pintu. Ia sudah biasa langsung mendobrak pintu kamar Danique tanpa mengetuknya, karena diketuk ratusan kali pun Danique tidak akan beranjak dari tidurnya jika belum dibangunkan.
Pagi ini ada seorang wanita muda dan cantik yang tengah berpelukan satu selimut dengan Danique. Ia dan wanita itu sama-sama terkejut.
"Sayang, siapa itu?" ucapnya pada Danique.
"Ah, pembantuku," Danique menggumam sembari menggeliat.
Tidak seperti bisanya, Rachel naik pitam ketika Danique menyebutnya sebagai pembantu di depan wanita lain. Belum juga detak jantungnya pulih karena syok dengan pandangan barusan, Ia sudah dijengkelkan lagi oleh ucapan tidak senonoh Danique.
"Pembantu katamu?" teriak Rachel membuat kedua orang di depannya terkesiap. Danique bahkan bangun dari rebahannya.
"Sayang, pembantumu kok begitu sih?" rengek wanita itu.
"Saya bukan pembantu. Saya asisten direktur utama di perusahaan tempat saya bekerja," Rachel memperkenalkan dirinya secara resmi di depan mereka berdua.
Wanita itu memandang Danique yang beranjak dari ranjang, dengan mata masih mengantuk, lelaki itu tergopoh-gopoh menuju kamar mandi.
Tanpa mempedulikan wanita itu lagi, Rachel mengambil laptop Danique dan menghidupkannya. Jarinya yang lentik berselancar dalam diam untuk menyiapkan keperluan berkas sesuai jadwal hari ini. Setelah itu, Ia membuka kabinet Danique yang penuh dengan setelan bermerk. Diambilnya sepasang jas yang selaras dengan celananya dan juga kemeja dan dasinya. Terakhir, Ia menyiapkan celana dalam dan kaos tipis lelaki itu sebagai dalaman kemeja.
Wanita itu hanya bengong menyaksikan Rachel melakukan segalanya di kamar Danique tanpa sungkan sama sekali.
"Hai, Kau wanita tidak punya sopan santun. Berani-beraninya menyentuh barang-barang kekasihku," akhirnya wanita itu angkat suara.
"Oh, jadi Anda kekasih Pak Danique? Saya asisten pribadinya yang memiliki tugas untuk menyiapkan apapun yang diperlukan beliau. Jadi, bagaimana saya bisa bekerja jika tidak menyentuh laptop dan baju-bajunya?" tanggap Rachel panjang lebar.
Wanita itu tidak menanggapi jawaban Rachel, sebagai gantinya Ia malah mengemasi barang-barangya yang salah satunya adalah lingerie yang berserakan di lantai. Setelah Danique keluar dari kamar mandi, Ia pun pamit pergi.
"Sayang, aku pulang dulu ya. Jangan lupa kirimkan uang ke rekeningku. Ada koleksi tas yang sedang kuincar," ucapnya sembari menciumi wajah Danique dengan rakus.
Rachel mengernyitkan dahi mendengar kalimat menjijikan itu. Jadi sebenarnya wanita itu adalah kekasih atau pengemis?
"Lho, mengapa terburu-buru, Sayang?" tanya Danique dengan wajah heran.
"Aku tidak nyaman dengan mulut pembantumu," jawab wanita itu sembari melirik ke arah Rachel.
"Rachel, apa yang Kau ucapkan pada Rhea?" kini giliran Danique yang memojokkannya.
"Aku hanya menjelaskan bahwa aku asisten direktur utama, Ia menuduhku tidak sopan karena aku menyiapkan baju dan berkasmu," Rachel menjelaskan dengan mudah.
"Tidak, Ia bertanya dengan sinis padaku apakah aku benar-benar kekasihmu," Rhea justru menuduh Rachel dengan penuh percaya diri.
"Sudahlah, Rachel. Kau berangkat ke kantor saja dulu, nanti aku akan menyusul," ujar Danique.
Rachel merasa diusir oleh lelaki itu bukannya mendapat pembelaan. Perasaannya dikoyak-koyak sampai napasnya sesak, Rachel keluar kamar tanpa berkata apapun kemudian menuju tempat parkir mansion itu. Di sana motor matic-nya terparkir bersama kendaraan-kendaraan Danique yang entah berapa banyaknya. Motor besar ducati itupun kembali mengingatkannya bahwa Ia harus menyelidiki Danique.
Setelah mengetahui bahwa Danique memiliki kekasih, bahkan melihatnya secara langsung mereka tengah berpelukan di bawah selimut, Rachel merasa ada yang hilang tapi Ia tidak tahu apa itu gerangan. Hatinya terasa hampa.
Ia terkesiap ketika teringat bahwa tadi pagi ada yang tidak biasa selain melihat peristiwa menjijikan itu. Ia tidak membersihkan bulu-bulu hewan di ranjang dan selimut Danique. Keraguannya bahwa itu bukan bulu kucing semakin besar. Mungkinkah yang tidur bersama lelaki itu bukan kucing melainkan binatang lain, binatang buas mungkin?
Lalu, tadi malam tidak ada bulu-bulu yang rontok karena lelaki itu tidur dengan jalang bukannya dengan hewan piaraannya.
Oh, seharusnya Ia bertanya apakah Danique memiliki hewan piaraan lain selain kucing, bahkan hewan yang jauh lebih besar mungkin.
Tetapi mengetahui bahwa Danique pemakan daging mentah, Ia yakin hewan yang Ia piara tidak sekadar menjadi teman saja, melainkan juga menjadi makanan.
Rachel berhenti melamunkan lelaki itu saat Ia harus membeli se-bucket bunga karena Danique akan mengikuti pertemuan dengan para pejabat negara. Sebagai penghormatan, pihak perusahaan akan memberikan bunga kepada para pejabat yang hadir.
Sialnya, di toko bunga Ia bertemu dengan wanita itu. Tidak hanya terkejut karena Ia tidak sengaja bertemu dengannya, tetapi wanita itu juga tengah menggandeng lelaki lain. Rachel tersenyum menyeringai saat pandangan mereka bertemu.
"Ini pasti akan sangat seru kalau kurekam dan kutunjukkan ke Danique," desis Rachel di samping telinga wanita itu.
"Aku tidak takut, tapi sebaliknya Kau justru akan menyesal," jawab Rhea dengan berbisik.
"Danique? Danique siapa, Sayang?" lelaki yang ketampanannya jauh di bawah Danique angkat bicara.
"Oh, tidak ada apa-apa. Gadis ini hanya menuduhku bahwa aku merebut lelakinya," jawab Rhea.
Dari caranya berbicara, Rachel tahu bahwa wanita itu pembohong ulung dan gold digger. Bisa jadi Ia memacari Danique karena uang. Lalu di luar sana Ia juga memacari lelaki lain. Lelaki yang tengah Rhea gamit memandang Rachel sembari mengerutkan dahi.
Dengan setengah berdecih, Rachel beranjak pergi karena bunga yang Ia pesan sudah jadi. Tetapi beberapa langkah setelahnya, wanita itu mencegahnya dengan menarik lengannya kasar.
"Kau akan takut padaku jika tahu siapa aku sebenarnya," ucap wanita itu. Lelaki yang tadi digamitnya tengah sibuk membayar pesanan bunga mereka.
"Oh ya? Memangnya siapa Kau ini? Anak dajal?" tanggap Rachel.
"Ck, Kau menantangku. Apa Kau punya keterampilan untuk berkelahi, Pembantunya Danique?"
"Oh, Kau menawariku untuk duel, ayo. Atur waktunya kapan Kau mau. Tapi dengan satu syarat, satu lawan satu," Rachel memperjelas kemauan wanita itu.
"Oke, jangan menyesal kalau Kau pulang tinggal nama atau mungkin cacat," ujar Rhea dengan penuh percaya diri.
"Kita lihat saja siapa yang akan menyesal," jawab Rachel.
Mustahil wanita itu bisa membunuhnya, karena tidak ada yang bisa membunuh kecuali dirinya telah melahirkan penerusnya. Oleh karena itu Rachel tidak keberatan untuk menerima tantangan wanita itu.
Tetapi seandainya dewa langit telah mengubah pendiriannya tentang kesepakatan dengan kedua orangtuanya, mungkin takdir akan berubah. Dewa langit cemburu pada ayahnya karena telah berhasil menguasai hampir setengah bumi yang setara dengan putra bungsu dewa langit.
Tidak ada siapapun yang tahu bahwa dirinya adalah putri sebuah kekaisaran yang telah hilang, kecuali Haur Sani, ibu asuhnya yang telah tiada sembilan puluh enam tahun yang lalu.
"Kita akan bertemu di sini," Rhea yang telah mendapatkan nomor handphone-nya, mengirimkan alamat lokasi di mana Ia akan memenuhi tantangan wanita itu.
"Oke," balas Rachel singkat.
Namun betapa terkejutnya Rachel saat tiba di lokasi karena wanita itu membawa pasukan. Motor-motor butut berbaris di belakang wanita itu, awalnya tidak terlihat. Namun begitu Rachel mendekat, mereka menampakkan diri.
"Kau berbohong. Ini namanya bukan satu lawan satu," decih Rachel.
Rhea tertawa terbahak-bahak.
"Kau memang bodoh, Pembantunya Danique!"
***