Chereads / Beautiful Mate / Chapter 26 - Istri

Chapter 26 - Istri

Acara pernikahan singkat yang telah disiapkan Dom, berjalan dengan lancar dan khidmat. Terlihat hanya beberapa kerabat dan rekan yang menghadiri acara tersebut, termasuk para penghuni mansion. Setelah saling menandatangani surat pernikahan dan menyematkan cincin di depan para saksi serta tamu undangan yang hadir, kini Avery dan Dom telah resmi menjadi sepasang suami istri.

Dengan alasan kesibukan yang tak dapat dihindari dan Dom menjanjikan Avery perayaan besar setelah kedua orangtuanya kembali, Ruth akhirnya mengerti. Ia terlihat sudah cukup tenang karena telah melihat saudarinya telah resmi menjadi istri Dom dan tercatat sah secara hukum. Ruth sendiri tak menganggap itu suatu masalah, karena ia sendiri yakin Dom dan Avery pasti memiliki alasan yang kuat untuk tetap melangsungkan pernikahan walau tanpa kehadiran kedua orangtua Dom. Terlebih, saat ia melihat raut kebahagiaan di kedua wajah mempelai.

"Makan malamlah bersama kami, Ruth, Paman," ucap Avery saat Ruth dan Arthur berpamitan.

"Aku ingin melakukan itu, tapi beberapa anak masih harus belajar untuk ujian sekolah mereka. Aku tak dapat meninggalkan mereka, kau tahu?" ucap Ruth.

"Maka biarkan makan malam yang menghampiri mereka," ucap Dom yang kemudian ikut bergabung dengan percakapan mereka. "Jill akan mengantarmu pulang. Dan aku sudah mempersiapkan semua untuk anak-anak agar mereka dapat sedikit menikmati kebahagiaan kami hari ini. Terimalah hidangan dan sedikit bingkisan yang akan kukirimkan ke panti," lanjutnya.

"Oh, Dominic, kau tak perlu melakukannya. Terakhir sejak kau mendonasikan sejumlah dana yang begitu besar kepada kami, anak-anak sudah lebih dari cukup menerima kebaikanmu," jawab Ruth.

Dom menggeleng sekejap. "Tidak. Itu belum cukup. Itu tidak seberapa dari yang pantas mereka dapatkan. Tolong, terimalah dengan baik. Tak perlu merasa sungkan padaku, karena sekarang kita adalah keluarga. Keluarga istriku adalah keluargaku juga. Dan pantimu adalah prioritas dalam daftar perusahaanku agar setiap bulan anak-anak dapat menerima yang mereka butuhkan." Dom tersenyum lembut sembari menatap Avery.

Avery sedikit merona dan merasa tergelitik saat Dom menyebutnya istri. Ia masih merasa asing sekaligus belum terbiasa dengan sebutan itu. "Benar, Ruth ... kau dan anak-anak pantas mendapatkannya," timpal Avery.

"Oh, terima kasih," jawab Ruth penuh syukur.

"Jill, antarkan Ruth dan Arthur kembali," perintah Dom pada Jill.

"Baik, mari Nona Ruth," jawab Jillian.

"Panggil aku Ruth, kurasa kemarin kita tak sempat berkenalan dengan baik. Terima kasih untuk bantuanmu Tuan Jill," jawab Ruth. Avery sedikit tersenyum kecil karena melihat binar di mata Ruth. Ia tahu, Ruth sedang terkesan dengan Jill.

"Tak perlu sungkan, Ruth," balas Jill sedikit mengangguk dengan ekspresi datarnya.

"Baiklah, kuucapkan selamat sekali lagi untuk kalian. Dan terima kasih untuk undangannya, Tuan," ucap Arthur kemudian. Dominic tersenyum dan mengangguk menanggapi ucapan Arthur.

"Baiklah, mari kita kembali sekarang, Ruth. Kita tentu tak ingin mengganggu waktu dan kebersamaan pengantin baru ini, bukan?" ucap Arthur sambil merengkuh bahu Ruth. Dominic yang tahu maksud ucapan Arthur hanya tersenyum ringan.

"Benar, aku pulang Avery. Selalu ingat untuk mengunjungi dan menghubungiku, oke?!" ucap Ruth sambil kemudian berbalik lagi untuk memeluk Avery.

"Pasti, konyol!" balas Avery.

Setelah kepergian mereka, satu demi satu para penghuni mansion Dom persilakan untuk keluar. Ya, ia tak ingin mengambil resiko terlalu lama dengan para wolf yang ada di dalam mansion jika mereka terpengaruh oleh feromon Avery maupun dirinya sendiri, terutama hewolf muda seperti Lex.

Hanya Isabel dan John manusia yang ada di dalam mansion setelah semua tamu pernikahan pergi. Dan kini, Avery sedang menatap dirinya dengan raut yang masih tak percaya di hadapan cermin di dalam kamarnya.

Ia berdiri menatap bayangan dirinya yang terpantul di dalam cermin dengan gaun putih simpelnya dan cepol tatanan rambut yang manis yang menjadi pilihan gayanya sore ini. Ia masih merasa takjub saat melihat lagi cincin yang melingkar di salah satu jarinya itu. Cincin pernikahannya dengan Dom yang pria itu sematkan saat upacara tadi.

"Nyonya Dominic Aiken, apa yang membuatmu lama dan mematung di sini?" ucap Dom yang kemudian muncul dan memeluknya mesra dari belakang.

Avery megerjap gugup. "Tak ada," jawabnya.

"Kau sedang menatap dirimu yang baru berstatus sebagai istriku, bukan?" ucap Dom dengan senyum jahilnya. Ia kemudian mengangkat jemari Avery yang berhiaskan cincin pernikahan. Dom mengecupnya lembut dan kembali berbisik, "Jangan pernah melepaskan ini ya, Sayang. Ini sudah tersemat sempurna dan selamanya tak kuizinkan kau untuk melepasnya."

"Aku tak berencana untuk melepasnya ... hanya saja aku masih merasa ... asing."

Dom tersenyum dan menarik Avery keluar dari dalam kamarnya. Ia kemudian membimbingnya untuk memasuki kamarnya sendiri. "Mulai saat ini, ini adalah kamarmu," jelasnya.

"Berdua denganmu?" tanya Avery spontan. Dom tersenyum dan membimbing Avery agar duduk di pinggir ranjang.

"Tentu saja, Gadis konyol. Karena sekarang aku adalah suamimu. Suka atau tidak, kau kini telah resmi menjadi milikku. Walau di dunia Anima pernikahan kita masih belum berlaku karena kita belum mengadakan upacara di sana, tetapi setidaknya aku dapat mengikatmu di dunia manusia ini."

"Tapi kau berjanji ... jika kita akan, perlahan-lahan saja menjalani semua." Avery merona dan sedikit memalingkan wajahnya.

"Aku hanya berjanji untuk tidak terburu-buru menandaimu dan mengikatmu dengan menanam benih juniorku di dalam sini," balas Dom sambil menyentuh perut rata Avery.

"Dom!" protes Avery. Wajahnya memanas karena mengerti maksud ucapan Dom.

Dom tergelak dan beringsut duduk di samping istrinya. "Aku tahu Sayang, aku tahu ... aku akan melakukannya saat kau telah siap. Berapa lama pun waktu yang kau butuhkan, aku akan menunggunya," jawabnya sungguh-sungguh.

"Terima kasih," balas Avery sambil tersenyum.

"Aku yang seharusnya berterima kasih padamu. Untuk selanjutnya, aku akan membawamu ke Anima untuk menemui kedua orangtuaku yang hari ini belum kau izinkan datang. Walau mungkin kau belum begitu yakin, tetapi kita tetap harus menemui mereka."

Avery membulatkan kedua matanya. "Orangtuamu?! Bukan aku tak mengizinkannya, Dom ... hanya saja ... a ... aku belum siap," ucapnya sedikit panik. "Dan ... apakah mereka akan menerimaku? Maksudku, aku takut jika itu akan menyulitkanmu."

"Aku tahu, tak mengapa ... tak perlu gugup. Aku akan mendampingimu. Aku yakin mereka akan dengan senang hati menerimamu, Sayang. Bagaimana pun kau adalah takdirku. Tak ada satupun wolf yang dapat mengelak dari takdir dan mate mereka. Dan ... selain itu, apakah kau juga tak ingin mengunjungi anggota keluargamu yang masih tersisa, Avery?"

Avery menahan napasnya sejenak sebelum menghembuskannya. Ia menatap Dom dan refleks menjawab dalam hati.

"Benar, Sayang, kakekmu. Kurasa bagaimana pun juga kau harus bertemu dengannya. Dan aku akan ada di sampingmu apapun yang terjadi nanti, sebagai pria dan suamimu. Ingat, karena kau sekarang adalah ISTRIKU, kau adalah tanggung jawabku," jawabnya dengan raut serius.

____****____