"Ke Ibu Kota? Untuk bekerja?" tanya William dengan ekspresi terkejut.
Bu Susan tampak bingung menjawabnya. Dia terlihat resah. "Em, yah ... katanya ingin mengubah nasib dengan mencari pekerjaan di Ibu Kota. Anak itu dari dulu memang selalu berambisi. Saya sangat sedih karena harus selalu menjadi beban baginya, sampai-sampai Olivia tidak pernah memperhatikan dirinya sendiri," bual Bu Susan sambil berusaha bersikap normal.
William terdiam dengan kening mengernyit. "Saya dengar Olivia sudah bertunangan, apa itu benar?"
"Oh, bagaimana Dokter Willy tahu?"
"Em, dengar dari perawat. Katanya terkadang tunangannya menjenguk Bu Susan kemari, tapi sudah lama ini mereka tidak pernah melihatnya lagi," ujar William mengada-ada.
"Anu ... itu ... mereka sudah berpisah. Saya sangat menyayangkannya karena ingin cepat-cepat melihat Olivia menikah, tapi sepertinya mereka tidak berjodoh. Yah, apa boleh buat," jawab Bu Susan sambil menelan saliva dan memaksakan senyumnya.
William langsung mengerutkan keningnya sambil menatap Bu Susan dengan seksama.
Sera bilang Olivia pergi ke Ibu Kota untuk menemui tunangannya karena Bu Susan ingin melihatnya segera menikah, tapi ... kenapa aku merasa ada yang salah? Apa sesuatu telah terjadi? (Batin William)
Bu Susan berusaha menyembunyikan wajahnya, dia melihat dari ekor matanya kalau William sedang melamun, seperti sedang memikirkan sesuatu.
Saat sedang begitu, tiba-tiba saja Sera datang sambil menggebrak pintu dengan kasar. Matanya menatap penuh tanya ke arah Bu Susan. Bu Susan dan William sampai terkejut dibuatnya. Dia berjalan menghampiri ibunya dengan membawa bungkus sarapan di tangannya.
"Sera, kamu mengejutkan Ibu saja," ucap Bu Susan panik.
"Ibu bilang Kak Oliv dengan Kak Erfan sudah berpisah? Sejak kapan? Kenapa aku tidak tahu? Bukannya mereka akan menikah?" Begitu banyak pertanyaan yang Sera ucapkan, membuat Bu Susan semakin panik bagaimana cara menjelaskannya.
Erfan? Sepertinya nama itu tidak asing. (Batin William)
"Sera, ibumu sedang sakit. Rendahkan sedikit suaramu," ujar William memberitahu.
"Ibu sudah bicara dengan kakakmu kemarin. Kakakmu bilang dia tidak cocok dengan Erfan, meminta Ibu untuk tidak memaksanya menikah," jelas Bu Susan sambil keringat dingin.
"Hah, tidak cocok? Bagaimana mungkin Kakak bicara begitu? Kakak pasti bohong, kita berdua tahu Kakak sangat mencintai Kak Erfan. Saat Ibu menyuruhnya pergi ke Ibu Kota, Kakak sampai kegirangan. Kenapa sekarang malah bilang tidak cocok? Aneh, jangan-jangan Kakak menyembunyikan sesuatu dari kita, Bu!" tuduh Sera dengan tatapan sinis.
"Jangan asal menuduh. Kakakmu sudah lama menyadari ketidakcocokannya dengan Erfan, tapi baru berani bicara sekarang pada Ibu. Kesenangan dan kebahagiaannya selama ini hanya demi membuat Ibu tidak khawatir saja. Sudah, biarkan kakakmu mencari kebahagiaannya sendiri, kasihan dia." Bu Susan berusaha membuat Sera mengerti dan tidak memikirkan yang aneh-aneh.
Namun, sepertinya Sera tidak mudah percaya begitu saja. Dia sudah lama tinggal dengan kakaknya, tahu seperti apa sifat kakaknya. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Olivia.
Aku bisa menilai dari matanya kalau Kakak sangat mencintai Kak Erfan selama ini, aku tidak mungkin salah. Tapi, setelah pulang dari Ibu Kota, kenapa mendadak bilang begitu? Sepertinya Kakak menghasut Ibu untuk mempercayai kebohongan yang dia lakukan. Apa ya, yang Kakak sembunyikan? (Batin Sera)
"Jika Kakak sudah berpisah dengan Kak Erfan, lalu Kakak dapat uang banyak dari mana untuk melunasi biaya rumah sakit dan biaya sekolahku? Biaya rumah sakit saja sampai ratusan juta, ditambah biaya sekolahku yang puluhan juta. Uang-uang itu sangat besar, bahkan jika Kakak bekerja tiga tahun pun tidak mungkin bisa terkumpul," gerutu Sera sambil melipat kedua tangan di atas perut.
Perkataannya yang sangat menusuk itu membuat Bu Susan tersentak sekaget-kagetnya sambil meremas selimut yang menyelimuti tubuh lemahnya. Bu Susan tak bisa berkutik apa-apa lagi, dia bingung harus menjawabnya bagaimana. Tidak sangka Sera akan berpikir setajam itu.
Begitu pun dengan William, dia juga merasa perkataan Sera ada benarnya. Jika Olivia sudah berpisah dengan tunangannya, lalu dari mana dia mendapatkan begitu banyak uang untuk melunasi semua biaya yang sudah lama menunggak. Terlebih lagi, dengan sifat Olivia yang begitu memperhatikan ibunya, bukankah terlalu terburu-buru untuk pergi ke Ibu Kota?
"Ehem! Sepertinya saya harus pergi. Bu Susan, semoga lekas sembuh. Jika ada lain waktu, kita bertemu lagi," ucap William sambil membungkuk hormat dengan senyum hangatnya. Dia pun pergi dari ruangan Bu Susan dengan rasa canggung.
Sera menyadari William pergi, dia membuyarkan lamunannya dan segera mengejar William keluar. Tak peduli lagi apa yang akan ibunya jawab mengenai pertanyaannya tadi.
"Sera! Sera, kamu mau pergi ke mana lagi?!" teriak Bu Susan cemas. Dia takut Sera bertindak yang aneh-aneh karena setelah menjelaskan semuanya, Sera terlihat mencurigakan.
Bu Susan tidak mau sesuatu terjadi pada Olivia, apalagi jika Sera berniat menghalangi kebahagiaannya. Sera sangat ceroboh dan licik, ibunya tahu karakter jeleknya itu.
Bu Susan berusaha beranjak bangun meski memerlukan banyak tenaga karena pinggangnya sakit dan kepalanya pening.
Baru saja Bu Susan menjejakkan kedua kakinya di lantai, lututnya mendadak lemas tak bertenaga, pinggangnya pun sakit tak tertahan, seperti tertusuk benda tajam. Bu Susan masih berusaha sambil menggapai tepi ranjang, tapi kepalanya berputar dan pandangan matanya kabur. Dia tak bisa menahannya lagi, pada akhirnya Bu Susan pun jatuh dan tak sadarkan diri.
Di lorong rumah sakit. Sera menghentikan William yang sedang terburu-buru. William seakan tidak menyukai kedekatannya dengan Sera, dia berjalan memipir seolah tak mendengar.
"Dokter Willy, tunggu sebentar!" Pada akhirnya William tak bisa lepas juga dari Sera. Sera menarik lengannya dengan sangat kencang.
William menghela napas hampa. "Ada apa?" tanyanya dingin.
"Di kota mana Dokter tinggal?" tanya Sera dengan tatapan memburu. Membuat William terheran-heran. "Apa di Ibu Kota? Jika iya, aku ingin pergi ke sana, tunjukkan jalannya untukku. Aku ingin melihat apa yang sedang Kakak lakukan di Ibu Kota."
Sera menarik kedua sudut bibirnya sampai hampir menyentuh telinga. Dari sorot matanya terlihat ada maksud lain yang dia sembunyikan. Entah sedang merencanakan apa. William tak merasa curiga, dia hanya melihat Sera yang sangat antusias.
...
Setelah menunggu Pak Lim menjemputnya dengan mobil di terminal, Olivia pergi menuju Mansion Phylax di tengah teriknya sinar matahari. Mansion Phylax berada jauh dari pusat keramaian, tidak ada angkutan umum atau taksi yang menuju ke sana. Mansion itu seakan disembunyikan dari publik, hanya keluarga beserta orang terdekat saja yang tahu.
"Pak Lim, Petra masih belum pulang, kan? Aku terjebak macet sangat lama karena ada kecelakaan di jalan," keluhnya sambil menatap ke luar jendela.
"Tuan Muda juga sedang menuju ke mansion. Jika beruntung, kita akan tiba lebih dulu darinya," kata Pak Lim yang sedang mengendarai mobil.
"Apa! Dia juga sedang menuju ke mansion? Gawat, bagaimana ini?! Apa dia akan marah jika melihat aku tidak ada di mansionnya?" tanya Olivia cemas sambil membayangkan Petra yang berubah jadi Rex. Rex mungkin akan mencengkeram bajunya atau yang lebih parahnya lagi mungkin akan mencekiknya sampai mati kehabisan napas.
Membayangkannya saja membuat bulu kuduk langsung merinding.
"Jika Tuan Muda peduli pada Nona, besar kemungkinan beliau akan marah. Jika tidak peduli juga kecil kemungkinan akan marah."
"I-itu artinya aku tidak bisa lepas dari kemarahannya? Bagaimana kalau dia berubah jadi Rex dan membunuhku?" tanya Olivia sambil menyentuh bahu Pak Lim dengan ekspresi takut.
...
BERSAMBUNG!!