Tidak perlu pikir panjang, Olivia pun menjawab panggilan telepon itu. "Halo?"
"Halo, ini dari pihak rumah sakit. Saya petugas rumah sakit yang baru. Apa benar Anda wali dari Bu Susan?" tanyanya.
Olivia segera beranjak bangun dan menutup pintu kamar rapat-rapat. Takutnya Petra atau ada pelayan yang mendengar. "Iya, benar."
"Saya ingin memberitahukan rincian biaya pengobatan. Bisakah Anda datang kemari?" tanyanya.
"Rincian biaya pengobatan? Bukankah kemarin aku sudah melunasi semuanya?" tanya Olivia dengan kening mengernyit.
"Benar, tapi setelah menjalani operasi, Bu Susan membutuhkan pengobatan tambahan karena penyakitnya menjadi komplikasi. Jika Anda ingin, pihak rumah sakit bisa memberikan obat impor kualitas terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Tapi, tentu biayanya tidak murah. Bisakah Anda kemari untuk membicarakannya agar menjadi jelas?" ujar petugas rumah sakit yang langsung membuat Olivia tercengang.
"Tunggu, sebentar. Kamu bilang ibuku menjalani operasi?!"
"Benar, bukankah Anda sendiri yang menandatangani surat persetujuan operasinya?" tanyanya yang semakin membuat Olivia heran.
Olivia pun mulai panik. "Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi pada ibuku?"
Petugas rumah sakit pun menjelaskan keadaan Bu Susan dari terjatuh dan kritis, lalu menjalani operasi dan koma hingga detik ini. Tentu saja hal itu membuat Olivia syok bukan main. Wajahnya sampai pucat mendengar ibunya telah melewati masa kritis dan sekarang koma tanpa sepengetahuannya. Dia merasa telah menjadi anak yang sangat jahat.
Jika saja Olivia berada di dekat ibunya, hal seperti itu tidak akan terjadi. Namun, sekarang apa yang harus dia lakukan? Tidak mungkin jika harus kembali ke kampung saat Petra sedang ada di sini. Perlahan kedua matanya mulai berkaca-kaca. Larut dalam kesedihan membuat pikirannya buntu.
"Aku setuju untuk menggunakan obat impor. Pokoknya lakukan yang terbaik untuk ibuku. Aku ingin ibuku sembuh, aku mohon. Mengenai biayanya akan aku kirim secepatnya," ucap Olivia dengan lutut gemetar. Air matanya mulai menetes menelusuri pipi.
Dia mematikan teleponnya dan duduk di tepi ranjang sambil menangis tersedu-sedu. "Bagaimana ini? Aku memutuskan begitu saja tanpa berpikir panjang. Obat impor pasti sangat mahal. Setiap bulannya aku akan mengeluarkan uang yang sangat banyak. Meski memiliki kartu balck gold, lama kelamaan Petra pasti akan curiga. Apa yang harus aku lakukan?" gumam Olivia sambil meremas seprei dengan pikiran berkecamuk tidak tenang.
Tiba-tiba suara ketuka pintu membuatnya terkejut. Dia buru-buru mengusap air matanya dan menetralisir suasana hati.
"Nona Olivia?" panggil Pak Lim. "Apa Nona sudah bangun?"
Olivia membuka pintu sambil pura-pura menguap. "Ada apa Pak Lim?" tanyanya lesu.
Pak Lim melihat plester yang menutupi luka di tulang pipi Olivia, membuatnya sedikit tak enak hati. "Ah, ternyata sudah bangun. Nona belum makan apa pun sejak pagi tadi, wajah Nona sampai pucat. Saya mencemaskan kesehatan Nona. Mari, makan siang sudah saya siapkan di meja makan," ucap Pak Lim sambil mempersilakan Olivia dengan sungkan.
"Benar juga. Pantas saja bangun tidur aku merasa sangat lemas, hehe. Padahal tidak perlu repot mempersiapkannya untukku, aku tidak terbiasa seperti ini, Pak Lim. Tapi, terima kasih banyak."
"Sudah menjadi tugas saya melayani Nona dengan baik." Pak Lim mengikuti langkah kaki Olivia di depannya.
Ketika sampai di ruang makan, Olivia melihat begitu banyak hidangan yang hampir membuat air liurnya menetes. Aroma ayam panggang, ikan asam manis, seafood dan aroma hidangan lainnya membuat cacing di perut Olivia meronta-ronta. Kedua mata Olivia berbinar-binar, tapi seketika menyusut jadi mendung. Sebab, dia teringat pada kondisi ibunya.
"Apa ada hidangan yang tidak sesuai?" tanya Pak Lim cemas, saat melihat mata Olivia tiba-tiba meredup.
"O-oh, tidak. Em, di mana Petra?" tanyanya sambil celingak-celinguk ke sana-kemari. Olivia baru ingat kalau tadi dia sedang memijat Petra di kamarnya, tapi entah kapan dirinya tertidur pulas sampai tak sadar melupakan Petra.
"Tuan Muda baru saja pergi ke kantor pusat," kata Pak Lim yang sedang menuangkan air ke dalam gelas.
Olivia menarik kursi dan duduk dengan santai. "Baru saja kembali dari kantor cabang, sudah pergi lagi ke kantor pusat. Dia benar-benar orang yang sibuk," gerutu Olivia. "Biasanya dia pulang jam berapa, Pak Lim?"
"Sekitar jam delapan malam, tapi Tuan Muda bilang hari ini akan pulang larut malam," ujarnya sambil menyiapkan hidangan di atas piring untuk Olivia.
"Ah, biar aku saja. Aku bisa sendiri," kata Olivia sambil merebut sendok dari tangan Pak Lim. Dia benar-benar merasa tidak enak jika orang yang lebih tua darinya memperlakukannya dengan sangat hormat seperti Pak Lim.
Olivia mengambil beberapa hidangan di meja makan dan dia langsung melahapnya tanpa perhitungan karena sudah sangat lapar.
"Pak Lim, ayo ikut makan denganku. Jangan berdiri saja," ajak Olivia sambil menarik lengan Pak Lim dan menyuruhnya duduk.
Pak Lim terlihat sangat gugup karena baru ada seorang majikan konglomerat yang memperlakukannya dengan hangat seperti Olivia. Meski masih muda, perilaku Olivia membuat Pak Lim teringat akan anak gadis semata wayangnya. Dia jadi merindukannya.
"Oh ya, Pak Lim, apa yang akan Petra kerjakan di kantor pusat sampai pulang larut?" tanya Olivia memata-matai sambil menyiukan nasi untuk Pak Lim.
"Hari ini jadwal pertemuan para Tuan Muda Kota A. Biasanya diadakan beberapa kali dalam sebulan untuk lebih mempererat hubungan. Mungkin setelah selesai dari kantor pusat, Tuan Muda baru akan berkumpul dengan para Tuan Muda lainnya," jelas Pak Lim.
"Wah, ternyata ada acara seperti itu? Aku tidak pernah kepikiran kalau ada banyak Tuan Muda di Kota A ini. Biasanya mereka bertemu di mana, Pak Lim?" tanya Olivia sambil menatap penuh maksud. Dia berharap memiliki celah untuk bisa kabur ke kampung menemui ibunya yang koma.
"Tidak menentu. Selama saya bekerja di rumah Tuan Besar, saya sering mendengar mereka bertemu di Dark Sky Club, Blood Moon Bar atau di Vila Darkness. Tidak sembarang tempat bisa menjadi tempat perkumpulan para Tuan Muda. Tempat-tempat itu sudah dikhususkan untuk mereka.
"Hmm, begitu, ya. Ada kemungkinan tidak kalau Petra akan menginap dan pulang besok?" tanya Olivia dengan maksud tersembunyi sambil mengunyah makanan.
"Saya tidak bisa memastikan."
Olivia memutar kepalanya sambil berusaha bersikap normal. Pertama-tama yang harus dia lakukan adalah bagaimana caranya menghasilkan uang banyak dalam waktu singkat. Karena pihak rumah sakit mungkin akan segera mendesaknya. Sedangkan Olivia tidak mungkin mengambil uang dari kartu black gold itu lagi karena baru kemarin 450 juta sudah dia keluarkan. Petra juga mengetahuinya dan membuat keadaan semakin kacau.
Setelah selesai makan, Olivia hanya mencuci tangannya di dapur karena Pak Lim tidak memperbolehkannya mengerjakan pekerjaan rumah apa pun.
Olivia mencuci tangannya sambil melamun. Dia tidak sadar tangannya sudah sangat bersih bahkan sepertinya sampai tidak terlihat saking kinclongnya.
Seorang pelayan pria yang tak sengaja melihatnya segera menegur, karena Olivia hampir melukai tangannya yang terus-menerus digosok di bawah aliran air.
"Nona?! Nona Olivia?!" panggilnya.
Olivia pun tersadar dari lamunannya. Dia kelimpungan mematikan keran air dan mengeringkan tangannya yang basah.
"Ada apa, Nona?" tanya pelayan pria cemas. "Jika Nona tidak enak badan, saya akan memanggilkan dokter."
"Ah, tidak. Aku tidak sakit, hanya sedang banyak pikiran saja," ujar Olivia sambil menyembunyikan wajah murungnya.
"Sebaiknya Nona istirahat di kamar. Saya akan membuatkan teh herbal alami untuk menghilangkan rasa cemas," usulnya.
Olivia tidak bisa fokus pada usulan yang pelayan pria itu berikan. Dikepalanya masih berputar-putar mengenai obat impor ibunya yang perlu dia bayar.
"Emm, aku ingin tanya. Apa ada pekerjaan yang sekali bekerja bisa langsung menghasilkan uang banyak? Aku benar-benar sedang butuh uang untuk beli barang mewah, hehe. Waktunya terbatas dan aku tidak bisa memintanya dari Petra. Dia mungkin akan marah karena baru kemarin aku menghabiskan banyak uang untuk sebuah tas. Aku merasa sekarat jika tidak bisa mendapatkan barang mewah yang aku inginkan. Bisakah kamu membantuku?" tanya Olivia dengan mata berbinar-binar.
...
BERSAMBUNG!!