Beberapa saat yang lalu.
"Siapa?"
"Cantik banget!"
"Masa sih dia dokter Felicia?"
Kasak kusuk terdengar dipenjuru lobby sampai ke koridor menuju ke ruang karyawan tempat ruang ganti dokter berada. Semuanya berkasak kusuk dengan kecantikan Felicia. kenapa mereka membicarakannya di belakang? Tentu saja karena gadis yang dulunya cupu itu telah bertransformasi menjadi sangat cantik dan elegan sampai membuat mereka menjatuhkan dagu. Ulat buruk rupa menjadi kupu-kupu yang cantik, Oh! Sudah pasti ada sebabnya, apa ya?
"Itu Dokter Cia?? Serius?!" Seorang perawat pria melongo melihat penampilan Felicia.
"Hapus liurmu! Menetes itu!" Cegah yang lain.
Felicia berubah, dari yang tak pernah terlihat menjadi pusat perhatian. Dari wanita yang tak pernah dilirik menjadi gadis paling diinginkan. Postur tubuh Felicia yang semampai semakin menggiurkan karena tonjolan sintal gunung kembar dan bokong bulat sempurna miliknya.
[ Kenapa semua mata menatap ke arah sini? Apa penampilan gue terlalu berlebihan hari ini? Padahal hanya memakai make up tipis sesuai petunjuk Jessca.] Dalam hati Felicia bertanya-tanya.
"Wah, dokter Cia. Anda cantik sekali hari ini. Pantas saja semua mata pengunjung dan staff pada nggak berkedip." Cicit seorang perawat wanita yang biasa menemani Felicia di UGD, memujinya setinggi langit. Wajah Felicia merona kemerahan, ternyata bukan karena terlalu berlebihan dalam berdandan, tapi karena ia terlihat terlalu cantik.
Saat ini Felicia membayangkan Jessca sedang memintanya membusungkan dada dan percaya diri pada semua aset yang ia miliki. Tanpa percaya diri, sinar pesonanya akan cepat memudar.
[Enak juga jadi pusat perhatian seperti ini.] Felicia terkikih, ia baru menyadari artinya menjadi primadona.
Namun kebahagiaan Felicia tidak bertahan lama saat sebuah pengumuman menggema di seluruh gedung sayap kiri tempatnya bekerja. Disiarkan dengan speaker pengumuman gawat darurat. Membuat semua manusia yang ada di sana langsung menatap heran ke arahnya. Felicia kembali menjadi pusat perhatian. Salah apa dia sampai presiden direktur rumah sakit memanggilnya dengan cara ekstream ini?
PANGILAN PADA DOKTER RATU FELICIA ATMADJA!! DIHARAPKAN SEGERA MENUJU RUANG PRESIDEN DIREKTUR!! KAMI ULANGI, PANGGILAN PADA DOKTER RATU FELICIA ATMADJA!!! DIHARAPKAN SEGERA MENUJU KE RUANG PRESIDEN DIREKTUR!! — NGING — (suara mendengung karena Hera tidak sabar dan menggeser sekertarisnya, suara datar digantikan dengan suara Hera yang melengking.) LIMA MENIT TIDAK SAMPAI KERUANGANKU, AKU PECAT DIRIMU!!!
"Oh … shit!!!" Felicia tersentak, dosa apa dia sampai presiden direktur rumah sakitnya begitu sangat kejam padanya.
"Lima menit untuk sampai di sayap kanan!!! Apa dia gila??" Perawat yang berdiri di samping Felicia ikut melongo.
"Kalau tidak aku akan dipecat!! Tidak, aku tak boleh kehilangan pekerjaan saat ini!!" tukas Felicia, ia harus lekas menggulung lengan dan melesat cepat. Tak boleh membuang sedikit pun waktu. Rumah sakit adalah alasan Felicia bisa pulang larut malam dan tak bertemu dengan anggota keluarganya yang seperti sampah itu.
Dan Rangga pasti akan semakin kecewa bila ia mendapati anaknya dipecat dari rumah sakit!! Dan … impian Felicia untuk menyewa apartemen dan hidup mandiri pun akan sirna!!
"Gue nggak akan menyerah!!!" Felicia melepaskan sepatu heelsnya dan langsung bergegas menuju ke gedung sayap kanan tempat ruangan presdir berada.
Dan begitulah, Felicia mengebut, ia melewati berbagai rintangan dan halangan. Sampai akhirnya sampai di gedung sayap kanan. Tak ada jeda untuk mengatur napasnya karena pintu lift menuju ruangan teratas akan segera menutup.
"No … no … no!! Damn it, tunggu gue!!" desah Felicia dengan napas ngos-ngosan.
Dan begitulah … Felicia dengan seruntut jemarinya yang ramping mencegah pintu besi itu menutup. Pintu Lift kembali terbuka.
"Maaf, maaf, saya sedang mengerjar waktu. Sekali lagi maaf." Pinta Felicia dengan sopan saat lift terbuka. Dengan senyum manis terpatri di wajah ayunya, gadis itu mengangkat kepala dan …
"Eh??" Senyumannya pudar seketika saat pandangan matanya bertemu dengan para pengguna lift yang lain. Tatapan mereka saling mengunci sesaat, bahkan mata Felicia semakin melebar tak kala melihat sosok yang pernah begitu melekat di kehidupannya dulu sedang berdiri di hadapannya. Pria itu tak lain adalah mantan tunangannya.
"Cia??" Reyhan terbelalak.
"Rey …. han." Felicia tercekat, dari seluruh manusia di dunia ini, kenapa harus cecunguk ini yang terlihat di depan matanya.
"Cia!!" Bisma terlihat sumringah.
"Pa … eh, Om Bisma." Felicia meralat panggilannya, Bisma bukan lagi calon papa mertuanya saat ini.
"Jangan hanya berdiri kaku di sana!! Ayo ke sini!! Liftnya akan menutup." Bisma meminta Felicia masuk. Karena tak punya pilihan, Felicia akhirnya melangkah masuk.
Reyhan mundur untuk memberi ruang bagi Felicia. Felicia berada di depan Reyhan. Memunggungi pria itu.
"Lantai berapa, Cia?" tanya Sony dengan sopan.
"E … lantai 20." Felicia sempat blank karena kecanggungan.
"Sama donk." Bisma terlihat senang.
Reyhan hanya diam, ia mengamati Felicia dari belakang. Felicia sungguh berbeda dari biasanya, wajahnya cantik, teramat sangat cantik malah. Ia tak lagi memakai kaca mata tebal, alisnya terlihat rapi, bibirnya merah dan ranum. Rambut halus di tengkuknya terlihat seksi. Dan caranya berbusana sungguh berbeda dari Felicia yang dulu ia kenal.
Mata Reyhan turun menelusuri lekukan tubuh Felicia dari belakang, yang pertama kali terlihat menonjol adalah pantatnya yang bulat dan sintal. Terbungkus dengan rok model pensil hitam yang melekat ketat.
Gluk!
Reyhan mengendurkan dasinya karena kesusahan menelan ludah. [Oh, shit.] umpatnya dalam hati, karena hanya melihat bokong indah itu ia bisa memunculkan fantasi indah bersama Felicia dengan sangat liar. Belum lagi saat Felicia yang kikuk menyisir rambutnya yang basah ke belakang telinga. Aroma parfum yang bercampur dengan buliran keringat membuat hasrat Reyhan semakin melejit.
[Cih, nyesel kan loe sekarang.] Sony hanya berdecih dalam hati saat melihat tatapan mata kakaknya yang seakan ingin menelanjangi Felicia. Benar kata sang ayah, kakaknya ini pria paling goblok di dunia karena memilih membuang Felicia demi wanita bodoh seperti Fiona.
Hening … Felicia memainkan jemarinya karena rasa canggung sembari sesekali menggigit bibirnya yang seksi. Ia tak tahu harus berkata apa. Bahkan ia tak bisa menyapa Bisma dengan akrab sama seperti hari-hari sebelumnya.
Ting!!
Pintu lift yang terbuka menyelamatkan Felicia dari kecanggungan yang mencekik. Udara yang tadinya terasa tercekat di tenggorokan langsung mengalir masuk memenuhi paru-parunya. Mengisi penuh rongga dadanya yang sempat kempis. Ya ampun, bahkan udara saja mengkhianatinya!!
"Sa … saya pergi dulu, Om Bisma. Semoga lekas sembuh." Felicia tak bisa mengatakan hal lainnya selain pamit. Ia menundukkan kepala sebagai wujud rasa sopan pada orang yang lebih tua sebelum melangkah pergi, menghilang di ujung koridor bahkan sebelum Bisma menjawab salam pamitnya.
Bisma menghela napas dengan berat, tadinya ia ingin mencegah Felicia pergi, namun pria tua ini mengurungkan niatnya karena pasti akan sangat berat bagi Felicia untuk berada dalam radius jarak dekat dengan Reyhan.
"Ah … Felicia semakin cantik saja ya, Pa." Sony mendorong kursi roda Bisma keluar dari lift. Reyhan mengekor di samping mereka. Reyhan setuju dengan ucapan Sony namun hanya bisa menyimpannya dalam hati.
"Benar, Papa sampai tak bisa mengenalinya kalau saja kakakmu tak memanggil namanya." Bisma mengangguk-angguk.
"Kalau Kak Reyhan nggak mau sama Cia. Apa Sony boleh mengejarnya, Pa?" Sony melirik ke arah Reyhan dengan tatapan nakal.
"Apa??!" Reyhan terlihat terbakar dengan amarah akan rasa ketidak relaan, ia melirik tajam ke arah Sony dan hampir meledakkan emosinya itu.
"Kenapa marah?? Kan kak Reyhan sudah punya Fiona." Sindir Sony.
"Kamu!!"
********