Chereads / RANJANG CINTA CASANOVA / Chapter 6 - MENGUBAH PENAMPILAN

Chapter 6 - MENGUBAH PENAMPILAN

Si pegawai barbershop terkejut.

Perempuan itu sampai melotot matanya, sebab mengetahui yang datang bukanlah salah satu pelanggan salon yang kebanyakan merupakan orang kaya, melainkan malah pemuda yang berpakaian lusuh dan kumal itu.

"Hei, seharusnya kau bisa baca tulisan yang kutempel di kaca depan! Kami tidak menerima pengamen atau permintaan sumbangan apa pun! Jadi sebaiknya sekarang kau pergi dari sini!" usir perempuan itu dengan galak.

Namun itu tak membuat Casanova mundur. Ia terus melangkah maju, secepat kemudian berdiri di depan perempuan itu.

Plok!

Casanova menepuk tangannya sendiri, agar cincin pemikatnya dapat dilihat oleh si pegawai perempuan galak tadi.

"Wala! Ramah sekali sambutanmu, Nona?"

"Eh?"

Cup!

Casanova mencium punggung tangan si pegawai perempuan galak tadi, lalu dengan percaya diri ia duduk di kursi salon yang menghadap cermin besar meski tanpa disuruh.

"Tolong, rapikan rambutku. Pendekkan saja bagian sampingnya. Sementara bagian atas aku ingin disisir rapi ke kiri. Nah, persis seperti itu," tunjuk Casanova kepada gambar salah satu artis yang dipajang di dinding sana.

Artis itu mirip sekali dengannya. Dengan rambut berwarna pirang dan wajah oval yang maskulin, serta kulit putih dan mata biru yang menyala.

Si pegawai perempuan tadi masih berdiri kaku. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Tentu membiarkan seorang pemuda berpakaian kumuh untuk masuk ke dalam salonnya merupakan sebuah kesalahan besar. Bisa-bisa ia dimarahi oleh si pemilik salon jika sampai mengetahui hal ini. Namun, rasanya ia juga tidak bisa mengusir pemuda tersebut.

"Hei Nona, apakah Anda akan berdiri di situ seharian, atau lekas merapikan rambutku?" ujar Casanova membuyarkan lamunannya.

"Oh, b-baik, Tuan, akan kurapikan rambut Anda sesuai pesanan."

Seperti sedang terhipnotis, si pegawai salon tadi lekas membungkus tubuh Casanova menggunakan kain khusus yang biasa dipakaikan kepada pelanggan yang hendak bercukur rambut.

Ia lalu mengambil gunting, sisir, serta menyemprot rambut pirang Casanova menggunakan sedikit air, kemudian lekas memangkas rambut pemuda tersebut.

Semua dilakukannya di alam bawah sadar. Seperti tak ingin melakukannya,tapi juga tak mampu menolaknya.

Pemuda tampan itu punya pesona magis yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sehingga apa pun yang keluar dari mulutnya seakan menjadi perintah yang tak mampu untuk dibantah!

Hingga tak terasa beberapa menit kemudian proses pencukuran rambut itu selesai dikerjakan.

"Wala! Sempurna!" Casanova menggelengkan kepala dan tersenyum puas. Sebab mendapati bayangan dirinya yang berada di dalam cermin sudah makin terlihat tampan saja.

Dan terakhir, setelah rambutnya sudah rapi, si pegawai galak tadi menyuruh Casanova untuk berpindah tempat, berbaring pada kursi panjang yang berada di pojokkan sana.

"Tuan, aku akan mencuci rambut Anda."

"Tentu, grazias," ucap Casanova berterima kasih.

Rupanya tak hanya model rambut yang rapi, namun Casanova juga akan mendapatkan service khusus, sebuah keramas yang tentunya, dengan disertai pijatan-pijatan lembut di hampir seluruh bagian kepala.

Barbershop ini terkenal dengan service keramasnya tersebut. Seluruh pegawainya adalah perempuan berpakaian seksi, serta sudah mengantongi sertifikat hairstylis. Sehingga tidak heran jika service yang diberikan amatlah memuaskan, terutama pijatannya itu, yang berhasil membuat kedua mata Casanova terpejam menikmatinya.

"Wala! Hari ini sudah ada berapa pelanggan yang kau berikan service?" ujar Casanova berbasa-basi.

"Anda baru yang pertama, Tuan."

"Mmm. Tolong, jangan panggil aku dengan sebutan Tuan. Panggil saja aku Casanova."

Perempuan itu mengangguk.

"Lalu, siapa namamu, Manis?" Casanova membuka matanya, hingga dengan posisi berbaring itu, ia bisa menatap kedua dada pegawai yang bergerak-gerak, sedang memijat kepalanya.

"Honey," jawabnya pendek, malu-malu.

"Honey? Oh, nama itu semanis wajahmu, Honey. Apa lagi jika sedang tersenyum seperti itu," puji Casanova.

Honey makin salah tingkah. Seharusnya prosesi keramas itu sudah selesai, tapi entah kenapa ia malah menuangkan sampo kembali, membuat rambut pirang Casanova harus diguyur dengan air lagi.

"Kau sudah punya pacar, Honey?"

"Euh?"

"Hahahaa, berarti belum, kan? Sayang sekali. Kenapa perempuan semanis dirimu masih betah menyendiri?"

Honey tak mampu menjawab. Tangannya makin gemetar memijat kepala Casanova. Lebih-lebih ketika si pemilik dua mata biru itu sedang menatap ke arah dadanya, dengan tatapan yang seperti hendak menelanjangi.

"A-aku, tidak percaya diri jika sedang berhadapan dengan laki-laki," ujar Honey akhirnya mengaku.

"O, jadi itukah masalahmu? Hahahaa, ya, ya, kalau begitu tenang saja. Aku bisa membantumu, Honey. Jika berkenan, kau bisa menuliskan alamat rumahmu. Nanti malam aku janji akan datang ke rumahmu, untuk memberikan sebuah pelajaran mengenai rahasia laki-laki." Casanova mengedipkan sebelah matanya.

"Euh? Sungguh?"

"Ya, tentu saja. Dau kau tahu? Dugaanmu selama ini memang tepat, bahwa setiap laki-laki memang penuh dengan misteri. Tapi, asalkan kau tahu, mereka juga pasti mempunyai titik kelemahan tersendiri. Dan nantinya, kau harus paham mengenai kelemahan dari setiap laki-laki, Honey." Casanova tersenyum, lalu menutup matanya kembali.

Honey makin gugup.

Pijatannya jadi makin tak beraturan. Tangannya memijat, tapi pikirannya melayang-layang entah kemana. Dan itu membuat Casanova merasa tidak nyaman.

Sampai akhirnya, Casanova menyuruh perempuan itu untuk menyudahi service-nya saja.

Honey menurut, membilas rambut Casanova dan bergegas menunduk meminta maaf.

"M-maaf, jika service-ku hari ini kurang memuaskan. Aku rasa, entahlah, mungkin aku sedang tak enak badan," ucap pegawai yang tadinya galak itu, kini berubah ciut nyali.

Casanova tak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Karena ia sedang fokus mengamati cermin yang ada di depannya, mengangumi rambutnya yang kini telah tesisir rapi.

"Berapa yang harus kubayar untuk service-mu hari ini, Honey?" Casanova bertanya, dengan mata masih menatap ke arah cermin di depannya.

Honey menunduk. Menggeleng pelan.

"A-anda tidak perlu membayarnya," ucapnya pelan.

"Wala! Kenapa begitu?"

Honey menyodorkan selembar kertas.

"Berjanjilah untuk datang ke rumahku, Casanova."

"Sempurna!"

Casanova tersenyum tipis. Mencium pipi perempuan itu. Menatap sebentar matanya. Lalu pergi dari barbershop tersebut.

Pagi masih cerah di luar sana.

Setelah rambutnya kini menjadi rapi, Casanova jadi makin percaya diri. Ia membuang topi coklat tipisnya ke tempat sampah, sebab merasa tidak lagi memerlukannya.

"Selamat tinggal, Topi Kumuh. Terima kasih sudah menemaniku selama ini. Tapi sayangnya, kini, Tuanmu sudah tidak membutuhkanmu lagi. Hahahaa!"

Pemuda tampan itu lalu berjalan di tengah keramaian pertokoan. Dan setiap mendapati kaca, ia selalu berhenti sebentar, untuk membenarkan arah rambutnya menggunakan jemari tangan.

Orang-orang berlalu-lalang. Sibuk berbelanja di lapak-lapak pertokoan. Tidak ada seorang pun yang memerhatikan dirinya. Namun Casanova merasa seluruh dunia sedang menghadap ke arahnya. Ia seakan menjadi manusia paling tampan sedunia, serta menjadi kiblat perhatian semua manusia!

"Hahahaa! Hai, Bella... selamat pagi."

"Hai, Bella! Bella! Hahahaa..."

Benar-benar menggelikan tingkahnya itu!

Casanova terus berjalan dengan riang, hingga tiba di sebuah taman yang terletak di tengah Kota Venesia,

Ia lalu memutuskan untuk duduk di sebuah bangku kecil yang berada di dekat tong sampah.

Sebentar pemuda itu melipat satu kakinya, kemudian merogoh saku celana demi mengambil selembar kertas yang barusan didapatkan dari Honey.

Perlahan matanya mengeja alamat tersebut.

"Glamoure street. Apartemen lantai 3, nomor kamar 33." Casanova tersenyum.

"Wala! Sepertinya kau tinggal di kawasan cukup elite, Honey."

Lalu, Casanova meremas lembaran kertas itu, membuangnya ke tong sampah, sebab sudah mencatat alamatnya di dalam kepala.