Chereads / RANJANG CINTA CASANOVA / Chapter 3 - KENIKMATAN DUNIAWI

Chapter 3 - KENIKMATAN DUNIAWI

Di kamar yang kecil dan remang-remang itu.

Tidak ada kenikmatan lebih nikmat daripada berduaan dengan lelaki muda tampan. Disentuh dan dipijat pada bagian yang paling sensitif, tepat di area pucuk kewanitaan. Rasanya benar-benar seperti diterbangkan ke udara.

Melayang-layang.

Hingga entah sampai ke mana...

Terlebih bagi Ibu Merry yang merupakan seorang janda, ditinggal mati suaminya 10 tahun lalu. Tak pernah ia merasakan lagi sebuah kenikmatan pijatan. Apa lagi pijatan pada bagian dua pucuk di dadanya.

Maka mata Ibu Merry yang tadinya melotot dan tersentak kini mulai menatap lembut, setengah terpejam menahan rasa geli yang tak tertahankan. Dan tangan yang tadinya berusaha menghentikan perbuatan sembrono Casanova kini sudah tak berdaya melakukan perlawanan. Benar-benar tak kuasa. Ia membiarkan pemuda tampan itu melakukan pijatan-pijatan di balik pakaian dalamnya.

Shh...

Ahhh...

"Kau ini benar-benar, Casanova ... shh, kurang-ajar! Kau benar-benar kurang-ajar!"

Ibu Merry memekik sebagai ekspresi kenikmatannya.

Pori-pori di bagian kulit ketiaknya yang putih itu merinding seketika. Ia sampai kehabisan akal. Meracau sendiri. Menggigiti bibirnya. Mendesah-desah. Menikmati apa yang tidak ditemukan dalam 10 tahun belakangan ini.

Casanova terenyum puas. Ia paham bahwa mangsanya sudah terjebak ke dalam perangkapnya.

"Keluarkan saja, Ibu Merry. Aku tahu di dalam diri Anda ada seekor serigala yang sudah terkurung 10 tahun lamanya. Anda menikmatinya, kan? Tak perlu malu-malu. Keluarkan saja, Ibu Merry, keluarkan! Serigala buasmu itu! Aku akan menjadi pawang yang handal bagi serigala hasratmu."

Pelan tapi pasti, Casanova meneruskan pijatannya.

"Ya, betul Casanova. Sshh ... ter ... teruskan pijatanmu!" Ia berkata sampai-sampai tersengal napasnya. Kakinya pun merenggang kaku, tak kuasa lagi menahan geli pijatan Casanova di bagian dua pucuk sensitifnya. Hingga sampai beberapa menit, akhirnya Ibu Merry merasa tak sabaran lagi!

Ia pun berdiri secepat menciumi bibir tipis Casanova tanpa basa-basi.

"Mmmpp ... muah! Casanova, ayo, bawa aku ke atas ranjangmu!"

"Tentu, Ibu Merry. Dengan senang hati."

Casanova tersenyum ramah. Lalu ia menuntun tangan Ibu Merry menuju ke ranjangnya yang kecil dan berdebu.

Kepala Ibu Merry diletakkan ke atas bantal dengan sangat hati-hati. Tubuhnya direbahkan perlahan. Casanova menerawang matanya dalam-dalam.

"Ibu Merry, apakah Anda keberatan jika aku membukanya?"

"Kancing bajuku? Oh, tentu tidak, Casanova. Cepatlah lakukan! Aku telah memasrahkan diri sepenuhnya padamu."

"Wala, anda benar-benar wanita yang dermawan, Ibu Merry," puji Casanova.

Seketika pemuda tampan itu membuka kancing baju Ibu Merry satu per satu. Hingga sampai Ibu Merry mulai bisa merasakan angin dingin yang meniup permukaan tubuhnya yang gempal.

Sempurna! Tubuh wanita tua itu kini sudah tak terhalang apa-apa.

"Apakah tubuhku masih menarik?" Ibu Merry merasa tak percaya diri, mendapati Casanova yang memandang tubuhnya dalam diam. "Aku sudah 52 tahun, dan badanku sungguh gemuk dan berlemak. Apakah kau sudi menjamahnya?"

Pemuda itu terpaku diam, menatap bulat-bulat tubuh putih Ibu Merry dari leher hingga sampai bawah kaki. Tak ada yang terucap dari mulutnya, dan itu membuat Ibu Merry semakin ragu.

"Jika kau tak sudi menjamahnya, maka kita sudahi saja permainan ini, Casanova!"

Cup! Sebuah balasan menggunakan kecupan lembut. Casanova memulas senyum.

"Tidak, Ibu Merry, tubuh Anda masih sangat sempurna. Aku belum pernah melihat tubuh seorang wanita semenarik milik Anda. Apa Anda tidak sadar, jika aku sampai tercengang melihatnya? Memang, usia Anda sudah tidak muda. Tapi itu tak menjadi penghalangku sedikitpun. Aku berhasrat kepadamu. Aku ingin menikmati tubuh Anda yang seksi malam ini. Jadi tolong, berikan aku izin, Ibu Merry."

Perkataan Casanova barusan membuat Ibu Merry tersanjung. Pipinya sampai merekah merah, tersipu malu-malu. Wanita tua itu mengangguk sebagai kepastian bahwa ia tidak keberatan Casanova menjamahnya. Ia telah memberikan izin sepenuhnya kepada pemuda tersebut.

"Lakukanlah, Casanova. Malam ini aku menginginkan permainan terbaikmu."

"Tentu." Casanova menatap dalam. "Akan kulakukan yang terbaik, Ibu Merry. Dengan senang hati."

Kemudian ia melucuti pakaiannya sendiri. Membuangnya ke sembarang arah hingga tampak badannya yang bagus itu, dengan bulu-bulu tipis yang tumbuh di bagian tangan dan dadanya.

Casanova lalu naik ke atas ranjang, secepat kemudian ia menindih tubuh besar Ibu Merry yang berlemak. Di bagian perut, di bagian lengan tangan, dan juga di pahanya. Gumpalan lemak itu menggelambir seperti jengger ayam. Berkeringat dan berbau.

Mungkin bagi sebagian orang hal tersebut terlihat menjijikkan. Namun bagi Casanova hal tersebut bukanlah masalah. Sebab dalam hati Casanova telah berikrar, ia harus bisa memuaskan setiap wanita yang ditidurinya.

Itulah janji seorang Casanova!

Beberapa menit kemudian, malam yang tadinya dingin berubah menjadi hangat. Ranjang yang semula diam jadi bergerak-gerak. Dan hasrat yang telah terpendam selama 10 tahun itu meledak, bergejolak dalam satu percintaan panas malam ini.

Ibu Merry mendesah. Melenguh. Terengah-engah. Keringatnya muncul dari celah pori-pori kemudian mengilap membanjiri kulit putihnya yang berlemak itu.

Casanova telah membuatnya melayang malam ini, mencumbunya dengan satu gerakan monoton namun sangat mengangumkan. Ibu Merry sampai gemas, tangannya terlentang memegangi bagian pinggir dipan.

Ugh!

Agh!

Bajingan, nikmat sekali!

"Sshh ... Ibu Merry, Anda adalah wanita pertama dalam hidupku yang pernah kucumbui!" ucap Casanova terengah-engah.

Ucapan pemuda itu memang benar adanya. Sebab Casanova belum pernah bercinta sebelumnya, bahkan memiliki pacar pun belum pernah.

Jika untuk membayar uang sewa kamar saja Casanova merasa keberatan, bagaimana mungkin ia mempunyai kekasih?

Satu jam kemudian, percintaan mereka telah sampai di puncaknya. Casanova bergerak makin cepat dan aggrrhh!!

Semburan air itu muncrat ke permukaan tubuh gendut Ibu Merry.

Ibu Merry pun menjerit panjang. Pinggul besarnya bergetar, dan sekujur tubuh mengejang sesaat. Ruhnya seolah terlepas dan ahh ... lega sekali rasanya.

Wanita tua itu lemas seketika.

Tubuhnya dibanjiri keringat yang bau, seperti pelari maraton baru saja menyentuh garis finish.

"Anda sungguh mengagumkan, Ibu Merry," puji Casanova. Kemudian ia beranjak dari ranjang, mengambil sapu tangan dan mengelap cairan putih itu yang tercecer pada tubuh Ibu Merry.

"Stop! Hentikan itu, Casanova! Aku bisa membersihkannya sendiri!" ucap Ibu Merry tiba-tiba bernada tinggi. Seperti sedang memarahi pemuda tersebut.

"Kenapa? Aku hanya ingin mengeringkannya."

"Tidak! Aku bilang tidak ... Oh, astaga, apa yang sudah kulakukan barusan?" Ibu Merry memijat-mijat keningnya sendiri. Wajahnya tertunduk lantaran malu sebab telah melakukan hal seronok yang semestinya tak ia lakukan.

Sekuat tenaga ia lalu mencoba bangkit dari posisi tidurnya. Secepat kemudian memunguti pakaiannya, lalu mengenakan semuanya kembali.

"Kau pasti sudah menyihirku hingga aku mau melakukan perbuatan serendah ini, Casanova!" hardik Ibu Merry menunjuk-nunjuk Casanova. "Meskipun seorang janda tapi aku masih punya harga diri. Kau telah menyihirku! Kau pasti baru saja datang ke tempat tukang sihir lalu meminta mantra-mantra tertentu, Casanova!"

Pemuda itu tetap tenang, tidak merasa tersinggung sama sekali.

"Tidak ada sihir apa pun di sini, Ibu Merry. Kita melakukannya atas dasar suka sama suka. Bukankah aku tidak pernah memaksa Anda untuk melakukannya? Bahkan, aku telah meminta izin terlebih dahulu sebelum melakukannya?"

"Hah! Sudah, sudah cukup, Casanova! Pikiranku sedang kacau dan aku mau melanjutkan tidur!" Ibu Merry tersipu wajahnya, lalu pergi meninggalkan Casanova begitu saja. Namun sampai di ambang pintu Ibu Merry membalikkan badan seraya berkata, "Oh, ya, dan khusus untuk bulan ini kau tidak perlu membayar uang sewa kamarmu. Permisi."

Brak!

Bunyi pintu ditutup.

"Wala, benar-benar ajaib cincin ini," Casanova tersenyum penuh arti.