Putri langsung membuka kunci pintunya dan langsung bersembunyi dibelakang Nara. "Nar, itu hantunya." ucap Putri takut.
Hantu kuntilanak itu tersenyum menyeringai didalam kamar mandi sana ketika melihat Nara.
Berbeda halnya dengan Sultan yang terheran dengan sikap Putri. Ia bertingkah aneh lagi. Dia sedang berbicara dengan siapa barusan?
Nara jalan langkah demi langkah mendekatinya.
"Kamu memang licin ya, kenapa tadi tidak menampakkan diri? Baru ketika orang disini sendiri, kamu dengan cepat keluar menakutinya." ucap Nara.
"Kikikiki, kamu pikir apa gunanya hantu selain untuk menakuti orang lain?" kuntilanak itu balik tanya.
"Ada dua pilihan sekarang. Kamu mau pergi dari rumah ini atau menikmati rasanya tusukan kerisku?" tanya Nara tersenyum menyeringai.
"Tidak keduanya." ucap kuntilanak balik tersenyum menyeringai.
Ia segera mengeluarkan kekuatannya yang dari sana muncul sebuah angin besar menerpa mereka semua.
Sultan tersentak, ia yang ketakutan langsung ngibrit keluar. Nara berkata.
"Putri kamu keluarlah, saya akan mengatasi ini!" pekik Nara. Putri pun segera keluar dari rumah itu mengikuti Sultan.
Kuntilanak itu pun langsung menyerang Nara dengan sekelebat baju putihnya, Nara menghindar berkali-kali, lalu kuntilanak menjulurkan kain putih yang memanjang, melilit Nara dari ujung kepala hingga ujung kaki, persis seperti mumi.
Tidak bisa bergerak atau apapun.
Kuntilanak itu tertawa mengikik, terus-terusan hingga dirinya merasa begitu puas dengan hal itu.
Lalu kuntilanak itu berniat akan melakukan serangan lagi dimulai dengan ayunan tangannya.
Akan tetapi Nara keburu menyayat kain putih itu dengan keris kemudian Nara terlepas dari kain tersebut.
Kuntilanak tersentak, ia berniat akan mengarahkan ayunan tangannya ke arah Nara akan tetapi keburu Nara berjalan cepat menuju kuntilanak dan menghunus perutnya dengan keris itu.
Dari mulut kuntilanak keluar sebuah cairan hijau yang berarti darahnya. Nara segera melepas keris itu dan masukkan kembali ke dalam sakunya. "Dasar bocah sialan. Sejak dulu memang keturunan keluargamu selalu mengganggu kami. Untuk wanita itu apa kamu yakin bisa memilikinya seutuhnya? Kikiki... Cinta antara makhluk ghaib sepertimu dan manusia selamanya tidak akan pernah direstui oleh bumi, tidak akan..." ucap kuntilanak itu dan langsung jadi debu seketika.
Meninggalkan Nara yang terdiam mematung. Ia tampak memikirkan sesuatu.
Putri sedang mengobrol dengan Sultan ketika itu.
"Oh iya, ngomong-ngomong bapak mau nanya apa tadi sore? Pas pulang kerja itu." tanya Putri.
"Oh, itu. Iya. Saya sejak tadi heran sama kamu. Kenapa kok keliatannya kamu kayak suka ngobrol sendiri ya belakangan? Apa mungkin cuma perasaan saya aja?" tanya Sultan, Putri langsung tersentak dan kemudian langsung terkekeh lalu menggumam.
"Mati gue, dia nyadar lagi. Kasih jawaban kayak gimana coba." gumamnya heran.
"Apa mungkin... Kamu bisa berbicara sama hantu?" tanya Sultan yang semakin membuat Putri merasa terpojokkan. Ia bingung mau menjawab apa.
"E-eh... Hehe.."
Sultan terus melihatnya menanti jawaban yang terus ditahan oleh wanita itu. Mau tak mau Putri pun segera menjawab pertanyaannya.
"I-iya pak, s-saya bisa berbicara dengan hantu. Dan... Yang bapak liat tadi sore maupun barusan adalah bukti kebenaran kalau saya sedang berbicara dengan seorang hantu." jelas Putri.
Pria itu tersentak dan langsung merasa tidak menyangka.
"S-serius kamu Put? Kamu enggak bohong atau prank gitu supaya saya ketakutan?" tanya Sultan.
"Enggak kok pak, saya mengatakan yang sebenarnya." ucap Putri. Sultan masih tidak menyangka.
"Astaga.. K-kok bisa sih? Kenapa kamu bisa melihat hantu? Apa kamu punya kekuatan supranatural seperti dukun atau kyai gitu? Bantuan leluhur atau semacamnya?" tanya Sultan penasaran.
"Enggak kok pak, ini karena saya memiliki keka--- Maksud saya teman hantu hehe. Semenjak kenal dia saya jadi bisa melihat sebangsanya." ucap Putri berbohong.
Ia hanya tidak ingin Sultan menanyakan hal-hal aneh bahkan hingga menyebar berita yang ia terima dari mulutnya kepada orang lain apalagi mengenai Nara, kekasihnya yang seorang manusia setengah jin.
"O-oh gitu... Kamu apa enggak seram Put, punya teman hantu? Kayak di film-film aja hahaha." ucap Sultan.
"Enggak kok Pak, malah justru teman saya itu lebih baik dari kebanyakan manusia. Maksudnya teman yang kayak dia itu langka banget." ucap Putri.
Disaat mereka asyik mengobrol seperti itu Nara terus melihat dari belakang. Ia merasa... Sedikit tersisihkan...
Bersamaan dengan itu juga dirinya merasa jika ia lebih rendah dari posisi Sultan yang begitu nyata disamping Putri.
Ia benar-benar tidak nyaman dengan keadaan hatinya saat ini.
Sekitar pukul 11 malam, Putri pun sudah merebahkan dirinya ke atas kasur.
Ia terus menatap Nara yang terus berdiri di hadapan jendela, melihatnya dari posisi itu sembari tersenyum dalam keadaan matanya yang sudah hampir sekarat.
"Nar... Makasih ya udah mau bantuin gue tadi. Pak Sultan juga ngerasa berhutang budi banget sama lo karena udah ngusir hantu itu. Apa perlu setelah ini gue traktir lo makan?" tanya Putri dengan suara rendah.
"Iya sama-sama. Enggak usah traktir apa-apa. Lagian saya bukan manusia nyata seperti kamu yang perlu makan dan minum." ucap Nara.
"Terus lo perlu apa Nar? Gue mau kasih lo sesuatu tapi bingung apa yang harus gue kasih. Sejak dulu gue selalu pengen balas budi sama lo, pengen bikin lo seneng, pengen buat lo ketawa, pengen ngelakuin sesuatu ke elo. Hufft.." keluh Putri.
Nara kembali tersenyum. "Kamu enggak perlu memberi apapun sama saya. Dengan hadirnya kamu disamping saya yang selalu tampak sehat dan ceria itu sudah sangat membuat saya senang." ucap Nara.
Putri jadi tersipu dikatakan seperti itu, ia sedikit menyembunyikan wajahnya ke dalam selimut karena malu.
"Akhh... Kerjaan lo itu enggak bisa berubah apa... Ngebaperin anak orang mulu!" protes Putri.
Nara merasa senang telah membuat sang kekasih merasa panas seperti itu.
"Udah ah, gue tidur. Bye Nara. Jangan kabur lagi lo! Awas aja." ucap Putri seraya memalingkan wajahnya untuk tidur, membelakangi Nara.
"Dah Putri." balas Nara dengan suara pelan.
Nara terus terduduk memperhatikan Putri yang sedang tertidur dalam jarak itu.
Setiap malam ia selalu rutin melakukan aktivitasnya seperti itu, menjaga Putri agar selalu terjaga di waktu tidurnya. Sekalipun itu cukup membosankan bagi orang selainnya.
Disaat Nara sedang terdiam, tiba-tiba saja hembusan angin kencang menghembus gorden jendelanya. Nara tahu kalau ada tanda hadir seseorang ketika itu.
Ia pun bangkit dari kursinya dan benar saja, muncul seorang wanita cantik berbaju kebaya dan rok batik jaman dahulu di hadapannya.
Nara tahu jelas itu siapa.
Wanita yang kehadirannya tidak diundang itu adalah kakak perempuannya, Dewi Ayu. Ia melirik sinis sang adik laki-lakinya tersebut.
"Sepertinya berlama-lama disini makin membuatmu lupa dengan duniamu sebenarnya? Seperti kacang yang melupakan kulitnya. Apa perlu aku mencekik wanita yang membuatmu lupa ini?" tanya Dewi tersenyum menyeringai.
Nara geram dengan perkataan itu, ia menatap tajam sang kakak.
"Sebelum kakak melakukan niat itu, saya akan memastikan tanganmu tidak utuh terlebih dahulu." ucap Nara menatapnya tajam.
"Heh, menantang sekali ya dirimu ini. Kalau begitu dengan cara terpaksa aku akan menyeretmu kembali ke dunia itu!" Dewi Ayu segera mengayunkan tangannya lalu arahkan kepadanya, secara serta merta muncul sebuah energi berwarna merah serta angin yang menghantam kepadanya, membuat dirinya lantas seperti akan dibawa terbang, sangat kencang hingga ia sampai memegang kursi atau meja disekitarnya.
Meski hanya beberapa saat dirinya berada dalam posisi itu, ia segera lingkupi dirinya dengan energi biru yang membuatnya bisa tetap bertahan dalam keadaan berdiri tegap.